Menjadi manusia baik. Sepertinya semua menginginkannya. Meski seorang perampok, pezina atau pelaku kemaksiyatan lainnya dalam hati terdalamnya ingin menjadi manusia baik. Sejatinya manusia memang selalu mempunyai sisi baik dalam hidupnya. Hanya saja terkadang menumpuknya keburukan menutupi sekelumit kebaikan yang dimiliki.Maka bagaimana bisa menilai diri kategori manusia baik. Terkadang indikator yang digunakan pun tak valid. Tak jelas, bahkan sekedar penampakan. Pujian nan sanjungan sebuah pernyataan kalau si A atau si B adalah orang baik seringkali tak melalui fit and proper test. Padahal semua tahu bahwa nilai kebaikan yang bersandar pada logika dan pemikiran semata bersifat relatif. Banyak faktor yang mempengaruhi. Hingga penilaian pun menjadi beragam. Bagi si A si B itu baik, tetapi bagi si C tidak.
Tentu saja sebagai seorang muslim kembali pada sebuah teori aqidah, bahwa standar kebaikan adalah apa yang datang dari Allah Azza wa Jalla dan RasulNya. Dan apa yang bertentangan dengan keduanya itulah keburukan. Simple but sure.
Maka dengan memakai standar dua hal tersebut, bisa dipastikan sampai kapanpun, secanggih apapun teknologi, sejenius bagaimanapun seorang manusia, nilai kebaikan tak akan berubah. Jika jaman dulu di era kolonial, pernikahan sejenis, LGBT dianggap tabu dan buruk bahkan oleh bangsa Eropa yang non muslim, maka sampai kapanpun hal itu buruk. Tak seperti sekarang yang ramai-ramai dunia barat melegalkan dan mengakui LGBT dengan perkawinan sejenis karena standar humanisme, sekedar memakai perasaan dan logika nisbi.
Pertanyaannya, masihkah kaum muslimin berpegang erat pada dua standar kebaikan yang sudah pakem tersebut? Bisa dijawab sendiri dalam hati.
Jauh hari Rasulullah telah mengingatkan : "Janganlah kalian menjadi orang yang tidak punya pendirian, jika manusia berbuat baik ia melakukannya, jika manusia berbuat buruk ia pun mengikutinya. Tetapi jadilah kalian orang yang teguh keyakinan, jika melihat manusia berbuat baik maka berbuat baiklah, namun jika mereka berlaku buruk maka jauhi dan cegahlah keburukannya" ( HR. At Tirmidzi)
Ruangan aula sebuah kampus Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi di daerah Belimbing, Malang itu tampak ramai. Di depan sudah berdiri tiga orang mahasiswa peserta LKTI dari sebuah universitas negeri di Surabaya. Iya, hari ini adalah acara puncak lomba karya tulis ilmiah yang ditunggu bukan oleh Jihan dan kedua kakak kelasnya, namun oleh semua peserta LKTI. Lomba kali ini kabarnya cukup besar, berskala nasional. Mendapat perhatian dari dinas perindustrian dan perdagangan pesertanya pun melingkupi semua universitas dan sekolah tinggi ekonomi di seluruh Indonesia. Dan dipusatkan di Malang, Jawa Timur. Event kali ini konon cukup bergengsi karena pemenang lomba akan diikutsertakan pada lomba serupa tingkat Asia.
Jihan, Hesti dan Kartika pun kini sudah siap duduk di deretan peserta. Lumayan banyak juga peserta dari Fakultas Ekonomi berbagai daerah di Indonesa, baik negeri maupun swasta. Jihan pun tampak serius mengulang materi yang hendak disampaikan. Rasa grogi dan gugup terasa melingkupi gadis cantik yang hari itu memakai jas almamater warna biru khas milik Universitas Brawijaya. Karena itu Unbraw dikenal juga sebagai kampus biru. Dan pastinya Jihan bukan satu-satunya yang merasa begitu. Hampir semua peserta yang menunggu giliran maju pasti memiliki perasaan yang sama. Gugup dan grogi.
Di bangku belakang sana pun tampak beberapa suporter dari mahasisswa. Menyemangati teman mereka. Tak terkecuali teman teman Jihan, Hesti dan Kartika dari Fakultas Manajemen pun ada di sana. Jihan benar-benar totalitas menyiapkan diri mengikuti LKTI yang sebetulnya bukan pertama kalinya diikuti Jihan. Demi hari ini pula Jihan pun melupakan semua permasalahan pribadinya, termasuk tentang dosennya, Abizar. Pikirannya hanya fokus pada lomba hari ini.
"Demikian paparan kami kali ini. Kami sangat mengharapkan masukan untuk karya ilmiah kami..." Pungkas Jihan sebagai juru bicara groupnya. Setelah menunggu hampir dua jam, tiba giliran kelompok Jihan memberikan presentasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Story in Hospital 5 (Always Forever in Love)
EspiritualMenemukan pelabuhan hati di kehidupan dunia tentu saja harapan tiap insan. Bertemu dengan orang yang tepat dan di waktu yang tepat. Itu inginnya. Tanpa melebihkan pun mengurangkan tentang hakikat takdir. Asa yang selalu dilangitkan terjawab ijabah...