CHAPTER 14
A THOUSAND MUFFINS
Kara keluar dari kamarnya dengan sedikit tergesa. Waktu pada jam tangannya sudah menunjukkan pukul 9:15 pagi. Karena bangun lebih siang dari biasanya, rencana Kara untuk lari pagi jadi batal. Dan karena itu pula, Kara terlambat pergi ke Magnolia.Sebagai pemilik, Kara memang bisa datang ke Magnolia pada pukul berapa pun yang dia mau. Namun ada hal yang harus dikerjakannya di sana hari ini. Ya, membuat sesuatu yang akan dibawakannya untuk Nayaka, adik Delilah. Dan jika dia tidak secepatnya tiba di toko roti miliknya, bisa-bisa sesuatu yang akan dibuatnya tidak akan selesai tepat waktu.
Saat melewati dapur, dilihatnya Ben sudah duduk di atas stool. Pada mini bar di hadapannya terdapat sepiring telur orak-arik dan setangkup roti bakar. Tanpa berpikir dua kali, segera saja Kara mengambil kotak makan dan menuangkan isi piring Ben ke sana. Hal itu membuat laki-laki yang tengah menyesap teh buatannya itu kontan memelototi Kara.
"What the hell are you doing? Go make your own breakfast, you lazy ass!" Ben berusaha meraih kotak makan di tangan sahabatnya. Namun perempuan itu bergerak lebih cepat dengan melesakkan kotak makan itu ke ransel yang tersampir di bahu kirinya.
"Sekali ini aja, Ben. Sekali ini aja. Nggak keburu kalau gue harus buat sendiri," ujar Kara seraya menepuk-nepuk bahu Ben.
"Fine," sahut Ben meski sambil mendengus sebal. "Ada paket buat lo barusan. Gue taruh di atas coffee table," lanjutnya kemudian.
"Oh, thanks. Gue berangkat dulu ya," pamit Kara setelah sekali lagi menepuk bahu Ben, yang sahabatnya itu tanggapi dengan satu gumaman tidak jelas.
Perempuan berkacamata itu lalu melangkahkan kaki untuk meninggalkan unit apartemen yang ditinggalinya. Tidak lupa dia mengambil paket yang sempat Ben bicarakan sebelum keluar dari sana.
Sambil berjalan menuju lift, Kara merobek ujung amplop berwarna cokelat di tangannya. Dia kemudian mengintip isinya, yang seketika saja membuat satu senyuman menyeruak dari bibirnya.
Tidak percuma setelah mengantar Delilah pulang semalam, Kara terjaga sampai dini hari untuk mencari hadiah yang tepat untuk diberikannya pada adik gadis itu.
***
Delilah keluar dari kelas dengan membawa setumpuk makalah milik teman-teman sekelasnya. Sebelum kelas berakhir tadi, dosen pengampu mata kuliahnya meminta tolong pada gadis itu untuk membawakan makalah dari para mahasiswa yang mengikuti kelas ke ruang dosen. Mau tidak mau, Delilah mengiyakan permintaan dosennya meski dia sudah ingin pulang secepatnya begitu jam kuliah terakhirnya selesai.
Delilah sudah akan menuruni tangga untuk menuju ruang dosen di lantai dua. Namun suara seseorang yang menyerukan namanya membuat gadis itu menghentikan langkahnya di ujung tangga.
Saat berbalik, gadis itu dibuat terkejut sekaligus keheranan melihat sosok laki-laki bertubuh mungil berambut tosca yang mengenakan skinny jeans putih dan hoodie Pikachu berjalan menghampirinya. Sepasang headphones yang senada dengan warna rambutnya tergantung pada leher laki-laki itu.
Naren. Ya, siapa lagi? Tidak ada sosok lain dengan warna rambut supermencolok seperti dia yang Delilah kenal.
"Kirain salah lihat. Ternyata beneran elo," kata Naren saat dia sudah berhadapan langsung dengan gadis itu. "Kuliah di sini juga?" tanyanya kemudian.
"Juga?" Delilah balik bertanya dengan kening berkerut.
Tanpa diduga, Naren justru terkekeh melihat ekspresi bingung gadis di hadapannya. "Iya. Juga. Karena selain jadi PA-nya Ben, gue juga masih kuliah di sini. Komunikasi. Semester akhir," jelasnya kemudian sembari mengambil sebagian makalah dari tangan Delilah. "Lo anak hukum? Semester berapa?" tanya Naren setelah melihat judul makalah teratas yang tertumpuk di tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
WRAPPED AROUND YOUR FINGER
RomanceDelilah pernah dipertemukan dengan seorang malaikat saat usianya sepuluh tahun. Pertemuan yang hanya berlangsung kurang dari tiga puluh menit itu terpatri erat dalam benaknya selama bertahun-tahun. Bagaimana bisa dia melupakan orang yang pernah meng...