Ertrinken

Kepastian

Hangatnya sinar mentari memeluk lembut tubuhku. Luka bekas tembakan peluru di lenganku derdenyut, berirama, bagai drum kecil yang sering kumainkan saat usiaku 10 tahun. 

Kaki melangkah tak tentu arah. Di padang rumput aku melangkah. Terpisah diriku dari tentara Inggris lainnya. Mungkin tak lama lagi diri ini akan berakhir menyedihkan di markas tentara Jerman, namun, siapa tahu? Pikir ini terus melayang dan melayang, hingga jatuh membayangkan sosok wanita nan jauh disana, wanita yang membuatku bertahan, wanita yang ku buat tertahan. 

Tas ransel berisikan keperluan hidup menjadi teman sejati dalam perjalanan.
Satu hal yang kupelajari dalam peperangan ini, yaitu tentang "kepastian" entah apakah pasti kami akan menang? Apakah pasti kami akan pulang? Apakah pasti berakhir menjadi pahlawan kami akan dikenang? Atau berakhir hanya menjadi salah satu dari sejuta jiwa yang melayang? Entah, entah. Tapi hanya ada satu yang kuketahui pasti. 

Tentang wanita yang menungguku, tentang wanita yang kubuat menunggu.

Namanya Aleah Mary Johnson. Leah nama akrabnya. Lahir dari keluarga perawat. Leah memiliki kulit gelap yang entah mengapa membuat kehadirannya selalu tampak lebih terang. Rambutnya yang bergelombang, bagai ombak lembut yang tenang dan menenangkan. Matanya yang coklat yang dapat membuat siapa saja menawar kepada Tuhan untuk memiliki mata seindah itu.

Aku dan Leah sudah saling mengenal sejak usia kami 10 tahun. Kami adalah teman akrab. Hingga saat remaja, saat dimana kami mengenal "cinta" . Suatu hal yang indah namun kejam di saat yang sama.

Suatu hal yang dapat membuatmu terbang hingga mencapai sang bintang lalu jatuh hancur berkeping keeping di saat yang sama.

Cinta adalah suatu hal yang misterius. Menyenangkan namun menyakitkan, terang namun gelap, menang namun kalah. Tapi, tak pernah kutemukan bentuk cinta seindah saat ku bertemu Leah. Karena bentuk cinta itulah yang membuatku bertahan, sampai sekarang.