Sudah berbulan bulan semenjak pertemuan kami tersebut, dan aku tidak bisa mengirim surat ke Leah, juga tidak mendapat surat dari Leah. Kabar terakhir yang aku dapatkan darinya adalah tentang pernikahannya dengan seorang saudagar kaya bernama Justin yang sangat mengaguminya.
Leah tentu tidak mencintai lelaki itu, tetapi dalam suratnya ia berkata "Saat telah tiba waktumu untuk pulang, datanglah ke alamat yang ada di surat ini, dengan begitu, aku akan dapat berpisah dengannya." Kata kata itulah yang membuatku bertahan sampai sekarang.
Kaki ini menapak, terus menapak, berjalan, dengan kesedirian. Berjalan, berjalan, lalu terhenti, karena suara tembakan yang berulang.
Entah darimana asal suara tembakan tersebut, namun, yang ku tahu, suara tersebut mampu membuat kaki ini begitu kaku, tubuh ini begitu berat, dan oh.. apakah itu darah? Dari dadaku?
Darah merah segar mengucur dari dadaku tanpa henti. Seketika otakku berputar, memutar kenangan lama, saat itu pula kuingat janjiku untuk selalu ada untuk Leah. Maafkan aku. Maafkan aku karena meninggalkanmu dengan ketidakpastian. Maafkan aku. Maafkan aku karena meninggalkanmu dalam kesunyian.
Mungkin saat ini kau di jendela, menunggu, berangan angan, kapan kau akan menemui wajahku.
Mungkin saat ini kau di jendela, menunggu, mengingat ingat kenangan indah yang membuatmu untuk bertahan.
Tubuh ini jatuh mencium tanah. Oh... semesta, begini kah caramu menghabisi hidupku?
Leah, terimakasih atas warna yang telah engkau berikan dalam lembaran hidupku.
Maafkan aku, atas ketidaksanggupanku untuk menemuimu
KAMU SEDANG MEMBACA
Ertrinken
Romancekisah ini menceritakan tentang seorang pria asal Inggris bernama Robert yang ikut berperang melawan Jerman. Ia dengan senang hati menceritakan kepada dunia tentang seorang wanita yang membuatnya sadar bahwa cinta tidak hanya memiliki satu sisi indah...