32 •• Mengenalinya ••

12 7 1
                                    

Author's PoV~

Seorang pria berambut cokelat melirik ke arah kakaknya yang duduk di seberang meja makan. Dalam hatinya, merasa terganggu. Apalagi memperhatikan pria berambut perak itu makan dengan begitu lahap seonggok daging panggang diatas piringnya.

Tangannya mengepal saat memandang makanan miliknya.

Hanya daging sapi biasa yang di ternak khusus di istana ibu kota. Kalau tidak salah dia ingat, baru Minggu lalu kastil Sancaria menerima kiriman beberapa ekor sapi gemuk.

Namun, hanya dirinya yang akan menghabiskan daging sapi itu. Karena pria berambut perak di hadapannya itu tak akan lagi memakannya.

Dia hanya akan memakan daging yang khusus diburu untuknya.

Sejak awal, dia tau jika kakaknya memang memiliki penyakit bawaan dari lahirnya. Namun ia tak tau jika daging manusia sesamanya lah obat untuknya.

Bagaimana harus menghentikannya?

Apalagi sekarang keadaan kota benar-benar sepi senyap karena mengetahui saudaranya adalah seseorang yang berbahaya. Bahkan dirinya sendiri tidak bisa tenang jika harus sendirian dengan pria berambut perak itu.

Ia tak tau kapan dirinya akan diterkam nantinya.

"Tabib itu... Kau berhasil menemukannya?" Arthur bertanya sambil menggenggam gagang gelas yang sedang diisi air putih oleh pelayanannya.

Menggeleng. Philips menelan makanannya kemudian menghela nafas.

"Aku sudah mengutus orang kemanapun... Tapi belum ada yang kembali." Jelasnya sambil menyayat daging diatas piringnya. Keningnya berkerut. Memperhatikan adiknya yang hanya menggoyang-goyangkan gelas yang digenggamnya. "Kenapa tiba-tiba menanyakan hal itu? Kau juga sakit?"

Mengangkat wajahnya, Arthur kemudian memiringkan kepalanya dengan wajahnya yang tampak berfikir. "Mungkin? Akhir-akhir ini aku sering berhalusinasi."

"Halusinasi?" Philips meraih gelas kaca miliknya. Meminum sedikit gelas berisi wine yang tersaji untuknya. "Apa yang kau halusinasikan?"

Menggeleng pelan, Arthur menaikkan sebelah alisnya. "Seorang perempuan emperian, mungkin? Tapi... Aku memanggilnya ibu. Mungkin... Itu salah satu selir ayah dulu. Akupun tak yakin."

"Begitu? Cantik?"

"Eung! Rambutnya pirang... Nyaris putih. Wajahnya terlihat sangat muda, tapi dia sangat dewasa. Yah... Sedikit jahil, sih..." Arthur meletakkan gelas di tangannya ke atas meja. Wajahnya masih tampak berfikir. Ia kemudian mengedikkan bahunya. "Anehnya... Aku merasa dia sangat mengenalku."

"Begitu? Mungkin dia memang ibumu." Philips kembali menegak wine di gelas yang ia genggam. Menghela nafas dengan puas setelah minuman itu masuk melewati kerongkongannya.

"Yang mulia!!!"

Menoleh. Philips meletakkan gelas yang ia pegang kembali ke atas meja. Memperhatikan seseorang yang sedang berlutut di sampingnya. Dengan dagunya yang masih terangkat tinggi, ia bertanya.

"Kenapa?"

Kepala prajurit itu masih menunduk saat mulai berbicara pada tuannya.

"Ada seorang gadis emperian yang tiba-tiba menunjukkan diri di depan istana, yang mulia." Kalimat itu membuat Philips membelalakkan matanya. Bahkan seluruh insan yang hadir di ruang makan juga memasang ekspresi terkejut yang sama.

"Apa katamu?" Philips segera bangkit dari duduknya. Melangkah cepat mendekati jendela kaca di ruangan itu. Diikuti Arthur di belakangnya.

Seorang gadis emperian, dengan tudung berwarna putih yang tanggal dari kepalanya. Pinggangnya terlihat sebuah ikat pinggang kulit dengan beberapa senjata tradisional bergantung. Namun di tangan gadis itu, sama sekali tak terlihat ada senjata yang secara khusus di gunakan untuk melawannya.

My Empress | CIXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang