YOUR HEARTBEAT : BAB 28

1.8K 211 7
                                    

"Amanda..."

Aku menoleh ke arah suara yang memanggilku itu. Mataku membulat sempurna. Lidahku seakan kelu dan suaraku tercekat di tenggorokan.

"Ma-mama..."

Kulihat wanita yang berdiri di belakangku itu. Mamanya Reza. Wajahnya tetap sama. Tak pernah bersahabat denganku. Matanya melihatku dan Gavin.

"Saya bukan mama kamu. Ngapain kamu disini ?"

"Ma-mau makan siang ma" jawabku gugup. Setiap aku bertemu dengannya aku selalu saja gugup. Rasa penolakan yang begitu kentara membuat aku tak percaya diri mengahadapinya.

"Oh jadi ini suami baru kamu. Pengganti Reza. Semoga nasib kamu baik nggak seperti anakku ya. Kalo bisa cepet-cepet ceraikan dia sebelum kamu menyesal nantinya" ucap mama Reza pada Gavin.

Gavin berdiri mendekati mama Reza. "Mohon maaf sebelumnya perlu saya luruskan disini bahwa saya bukan..." belum sempat Gavin meneruskan kalimatnya aku memotongnya. "Dia..di-dia nggak akan menyesal. Kami sudah bahagia. Kalo mama sudah tidak ada kepentingan apapun aku minta mama pergi dari sini. Lagian kita juga sudah nggak ada hubungan apapun kan Ma" kataku. Air mataku serasa mau menetes. Namun kutahan. Aku nggak mau mama Reza melihatku lemah di depan dia.

Gavin melihatku dengan tatapan seperti "apa yang sedang kamu lakukan nona" aku paham. Aku hanya mengangguk padanya.

"Sombong sekali kamu ya. Akan aku pastikan hidup kamu gak akan bahagia Amanda"

"Terserah mama mau bilang apa sama aku. Aku terima ma. Kematian Reza memang sangat menyakitkan untuk kita semua. Bukan hanya mama yang merasa kehilangan tapi aku juga. Tolong jangan terus menerus menyalahkan aku , karena semua ini sudah takdir dari yang Maha Kuasa"

Mama Reza terdiam. "Setelah ini jika mama bertemu aku dimanapun itu sebaiknya mama tak perlu menyapaku. Akupun akan melakukan hal yang sama ma. Mama gak ingin melihat dan mengenalku kan. Itu lebih baik untuk kita berdua kan Ma" kataku lagi. Aku benar-benar menahan air mataku. Ku gigit bibir bawahku setelah mengucapkan kalimat itu. Mama Reza terlihat kesal dan pergi begitu saja meninggalkan kami. Aku menatap kepergiannya.

Air mataku sudah tak mampu lagi kutahan. Aku duduk dan menutup wajahku dengan kedua tanganku. Aku menangis sejadi-jadinya. Erlin tiba-tiba datang.

"Manda kamu kenapa ? Gavin apa yang terjadi ?" Tanya Erlin bingung.

"Nanti saja kita bicarakan. Sebaiknya kita bawa nona muda pulang. Erlin kamu bawa nona muda ke mobil , saya akan menyuruh pelayan membungkus makanan kita" kata Gavin. Erlin mengangguk dan membawaku ke mobil.

****

Sepulang dari mall aku malas melakukan apapun. Aku hanya terbaring di ranjang dan mengingat kejadian siang tadi. Beberapa panggilan dari Arya tak pernah kujawab karena pasti Gavin sudah menceritakan semua padanya.

Bagaimana jika besok aku bertemu dengan mama Reza. Apa yang harus aku lakukan. Dan bagaimana tanggapan orang tua Arya. Semua pertanyaan konyol itu berputar-putar di otakku.

Pintu Apartment dibuka.

"Baby..."

Aku lega dia akhirnya pulang.

"Baby.. kamu dimana?"

"Aku di kamar Arya" teriakku.

Di masuk dan duduk dipinggir ranjang. Menatapku sambil tersenyum. Membelai rambutku pelan.

"Baby kamu kenapa ?"

Aku menatapnya. Perlahan air mataku jatuh. Aku bangkit dari ranjang dan memeluknya. "Aku takut Arya" kataku dalam isak tangisku.

"Kenapa ?"

"Aku tadi bertemu mamanya Reza"

"Aku udah tau baby. Kamu nggak usah mikir macam-macam ya. Ada aku. Semua akan baik-baik saja" dia mencium pangkal rambutku.

Aku mengangguk pelan. "Aku tadi beli kue kesukaan kamu loh. Kamu makan ya aku mau mandi dulu" katanya. Aku berjalan keluar kamar dan membuka paper bag yang berisi kue yang dibelinya dan memakannya.

****

POV Arya.

"Arya tempat bekalnya hilang lagi ya ?" Teriaknya.

"Astaga maaf baby ketinggalan di meja kantor tadi. Besok aku bawa pulang" jawabku cepat. Entahlah aku begitu takut jika Amanda menanyakan tentang superwarenya itu daripada menanyakan meeting dengan klien laki-laki atau perempuan.

Mendengar jawabanku sepertinya Amanda tidak suka dan marah. Aku menggaruk kepala , wajahnya begitu cemberut. Oh Joni sepertinya malam ini kamu gagal menengok si dedek dalam rahim mama.

Dia memakan kue yang kubeli dengan lahap seperti penuh emosi. Dahiku berkerut memandanginya. Baiklah mencoba positif thinking mungkin ini karena dia hamil jadi dia bawaannya marah terus.

Aku memotong kue dan memakannya. "Apa kamu liat-liat" gertaknya membuat aku terkejut.

"Kamu cantik" jawabku dengan sedikit menggoda agar kemarahannya mereda.

"Bohong!!" Katanya dengan berdiri dan pergi ke kamar. Roti yang begitu enak ini serasa hambar di lidahku. Aku jadi tak berselera makan. Hmm memang benar kata orang , wanita selalu benar dan laki-laki selalu salah. Sepertinya kalimat itu tidak bisa diganggu gugat.

Aku duduk disampingnya yang sednag terbaring dan memainkan ponselnya. "Kamu capek ya ? Mau aku pijitin nggak kakinya ?"

"Nggaaakk..." teriaknya yang membuat aku sedikit terkejut.

Joni , kamu benar-benar apes nak. Puasa dulu ya. Besok kita bujuk mama lagi. Aku membenarkan letak bantalnya dan menyelimutinya. Aku menghela nafas panjang dan berbaring disebelahnya.

Kejadian siang ini memang membuat Amanda emosional. Ditambah lagi aku sudah membuat kesalahan dengan meninggalkan superware kebanggaannya di kantor. Semoga besok tidak hilang seperti yang pertama.

Aku berguling ke kanan dan ke kiri. Mencoba terpejam namun rasa kantuk tak juga datang. Aku beranjak dan duduk di sofa depan tv. Kunyalakan rokokku dan menonton tv.

Amanda tiba-tiba bangun dan menutup pintu kamar dengan keras. Aku terkejut. "Kamu kenapasih baby ?" Tanyaku sambil mengahampirinya yang mengambil minum di dapur.

"Nggak usah banyak nanya. Aku kan udah bilang aku gak suka kamu ngerokok" teriaknya. Dia berjalan dengan cemberut. Membuka pintu kamar dan berbaring kembali.

"Baby , maafin aku ya" aku memeluknya dari belakang. Dia berusaha mengelak tapi aku memaksanya. Akhirnya Amanda luluh juga. Aku mencoum pipinya. Bukankah ini memang yang diinginkan oleh kebanyakan wanita ?
Meminta maaf padahal yang kutinggalkan di kantor bukan emas melainkan benda plastik yang masih banyak dijual di onlineshop atau toko.

Aku mengelus pelan perutnya. "Jangan marah terus nanti anak kita galak loh. Kayak yang di sinetron atau drama-drama korea kesukaan kamu itu" godaku padanya.

"Kamu doain anak kita kayak gitu ?" Katanya sambil cemberut.

Aku membelai rambutnya dan menyelipkan rambutnya di telinganya. Tak lupa aku memberikan sentuhan di titik sensitifnya.
Bahunya bergerak pelan seperti tak nyaman. Aku tersenyum melihatnya.

"Makanya jangan marah-marah ya" jawabku. Aku sedikit memberikan gesekan dengan si joni. Mengingat si joni sangat membutuhkan sentuhan mamanya malam ini. "Udah ngantuk kan ? Sana tidur" kataku.

Aku melepaskan pelukanku dan memainkan ponselku.

"Aryaaa..." dia memanggilku dengan suara sedikit mendesah.

"Hmm"

"Gak jadi ta ?"

Aku menoleh padanya. "Gak jadi apasih baby ?"

"Iyudah kalo gitu"

Bersambung....

Your Heartbeat (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang