13. A Story Within Rain

9 4 0
                                    

"Waduh!"

Aku segera bangun ketika masih mendengar guyuran air hujan yang deras di atap rumahku. Aku lupa kalau rumah ini kerap kali bocor di suatu titik. Ah, tahu begini setelah mendengar suara petir aku begadang saja. Deras sekali sampai membuat ruang tengah hampir banjir. Untung aku selalu mencabut steker TV dari stopkontak. Kadang ada saja aliran air dari tembok dekat alat itu.

Aku menaruh bak besar di tetesan deras, lalu timba kecil di tetesan lainnya. Setelah itu mengepel lantai yang basah. Duh, kalau begini, aku tidak bisa ke toko bunga. Mumpung masih jam 7 begini aku pamit saja ke Hyewon.

"Hyewon."
Kataku setelah Hyewon menjawab panggilan ponselku.

"Halo, Hangyul."
Balasnya.

"Sorry, aku telat dateng ke toko."

"Santai aja kali, lagipula hujannya juga deras."

"Yaudah deh, makasih ya."

"Eh, kamu sudah sarapan?"

"Belum lah."

"Mau aku buatin sup?"

"Sup air hujan?"

"Hahahaha!"

"Heh, ketawa. Udah ya, bocor nih."

"Iya-iya."

Hyewon mengakhiri telepon dengan gelak tawa.

Bak di ruang tengah hampir terisi penuh. Harus segera dibuang agar tidak menggunung. Kalau terus hujan sampai siang, aku gak bakal bisa ke toko. Ku tunggu hujan reda sampai pukul 9 saja, kalau masih hujan terpaksa aku tidak datang ke toko. Sembari menunggu, aku rebahan di sofa dan menonton video di YouTube. Maklum jomblo, tidak ada yang chat atau menanyakan kabar. Sudah hidup sendirian, jomblo pula, hahaha, paket lengkap.

Jam 9 sudah lewat. Aku sudah menelpon Tante Kang untuk ijin tidak datang. Tante Kang juga bilang kalau toko akan tutup tengah hari. Oke, semua beres. Aku akan terus di rumah seharian. Main HP yang sering rusak ini saja. Eh, ada notifikasi. Ah, dari sistem, peringatan baterai mau habis. Oke, oke, aku charge.

Pas setelah aku menancapkan charger ke ponsel putihku, listrik tiba-tiba mati.

"Mantap."

Keluhku sambil tersenyum kecut. Ya sudah, aku rebahan saja di sofa ruang tengah sambil melihat tetesan air yang jatuh ke bak besar. Kalau sampai setengah, aku ganti dengan timba kecil dan membuang air di bak besar itu keluar rumah.

Di tengah lamunan, entah ini benar atau tidak, aku mendengar seseorang berdiri di depan pintu rumahku. Mungkin itu Hyewon atau Paman Kang mengantarkan sesuatu. Aku buka saja pintu dengan santainya.

"Eh?"

"Eh?!"

Aku meng-eh, dia juga meng-eh. Seorang perempuan muda yang basah kuyup sedang berteduh di depan rumahku. Tepatnya di depan pintu.

"Maaf, maaf, saya cuma berteduh."

Ujarnya dengan kalem. Wah, cantik juga dia.

"Hey, ayo masuk, daripada kamu kedinginan."

Dia ragu-ragu untuk masuk ke dalam rumah. Ya, aku tidak menyalahkannya untuk takut. Sama-sama tidak saling kenal tiba-tiba mengajaknya masuk ke dalam rumah. Rumah cowok pula.

"Kalau begitu, tunggu sebentar ya."

Aku menuju lemari kamar dan mengambil handuk. Kemudian ku berikan padanya. Sekali lagi ku tawari dia masuk. Kali ini dia mau dan masuk pelan-pelan. Posturnya yang tinggi hampir menyamaiku, badan proporsional dan, ya, "sehat" juga, ku rasa baju Ibuku pantas untuk dia. Aku mengambil salah satu setelan baju milik ibu dan menyuruhnya untuk pakai baju tadi di kamar mandi.

Hangyul, The Dream Catcher [Book 2] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang