"Bu!" teriakku. Dalam sekejap aku menyesal meneriaki ibu seperti itu. Jangan meninggikan suara pada ibumu, nasihat Ustad Azkil terngiang di telingaku.
"Ada apa, Nak?" tanya ibuku.
"Pot hitam itu, kenapa ibu ganti tanaman keladi?" tanyaku.
"Pot hitam? keladi?" tanya ibuku dengan wajah bingung atau pura-pura bingung.
"Iya Bu, pot hitam itu Asad tanam kunyit, kenapa Ibu ganti keladi?" desakku lagi.
Ibu tidak menyahut, tetapi melihat ke arah pot yang kutunjuk. Lalu melihat ke arahku.
"Pot itu?" tanya ibu memastikan pot yang kumaksud.
"Iya Bu, kenapa Ibu ganti keladi, Asad tidak suka keladi, Bu. Tidak ada gunanya, lebih baik tanam kunyit putih, banyak gunanya. Asad tidak suka Ibu ganti-ganti tanaman Asad tanpa izin Asad," kataku sambil mencabut keladi itu.
"Eh, sayang Nak, jangan dicabut sembarangan, kepalangan sudah tumbuh, biar Ibu tanam," kata ibu sambil memungut keladi yang telah kucabut dengan emosi itu.
Aku bertambah yakin, ibulah yang mengganti kunyit itu dengan keladi.
"Lain kali Ibu harus izin Asad dulu kalau mengganti tanaman Asad, lagi pula sampai kapanpun Asad tidak suka tanaman keladi," kataku dengan suara mulai agak pelan.
"Jadi, Abang benar-benar menuduh Ibu mengganti tanaman ini?" aku kaget ternyata sekarang ibuku yang emosi.
"Sejak Asad lahir belum ngerti apa-apa, Ibu sudah menanamkan prinsip saling menghargai dan kejujuran," kata ibuku. Aku terdiam tidak menyangka pembahasan ibu sedalam itu.
"Lagi pula kalau Asad menuduh ibu tidak jujur, lantas siapa lagi yang kau anggap jujur di dunia ini?" Ibu berlalu sambil membawa keladi itu ke dalam, mata ibu berkaca-kaca. Sumpah aku menyesal karena semua ini.
Aku mengikuti ibu ke belakang, memeluknya sambil hendak meminta maaf, aku tidak mau memikul dosa bertumpuk-tumpuk hingga lebaran tahun depan.
"Tidak perlu minta maaf, Ibu sudah memaafkanmu, sejak kamu lahir, Ibu sudah berbisik pada Allah dalam sujud Ibu, semua kesalahan darah daging Ibu sudah Ibu maafkan dari sejak lahir sampai ia kembali pada Allah," kata ibu tenang sambil meletakkan keladi itu dalam toples yang telah diisi air. Lututku melemas karenanya. Aku benar-benar menyesal.
"Tugasmu sekarang, kau pikir dengan seksama, siapa yang menanam keladi pada pot kunyitmu, jangan hanya karena kau tidak suka di lingkungan rumah kita ditumbuhi keladi, lantas seenaknya kau menuduh setiap orang di rumah ini?" kata ibu tegas.
Aku menawarkan bantuan untuk membawa toples yang berisi keladi itu ke teras, tetapi ibu menolak. Ibu menata tanaman sedap malam, sirih merah, sirih gading, serai, dan aneka macam tanaman lain yang tumbuh di samping rumah kami. Ketika ibu menuju ke arah pot kunyitku, aku mulai teringat akan tugas yang diberikan ibu tadi, menemukan siapa yang menanam keladi pada pot kunyitku.
"Ini spesises caladium bicolor atau keladi bicolor," kata tante sambil memegang pot bunga yang berisi bunga keladi yang tepi daun berwarna hijau tua, tengah daun berwarna putih bercak-bercak merah hati. Ibu memperhatikan sambil tersenyum.
"Cantik sekali," kata ibuku.
"Kenapa Mbak tidak nanam keladi?" tanya tante.
Memang di lingkungan rumah kami dipenuhi tanaman obat-obatan, tidak ada satu jenis keladi pun, kecuali yang tiba-tiba ada di pot ku tadi. Semuanya karena aku tidak suka tanaman keladi, tidak berguna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanam Kunyit Tumbuh Keladi
Short StoryMenceritakan tentang bagaimana Asad menyelesaikan tugas sekolahnya dan penyesalan Asad menuduh ibunya serta akhir cerita yang tidak terduga