"Aku yang akan membawanya, aku janji menjaganya. Lagipula dia nggak kelihatan sebebal itu kok."
Pria di seberang ruangan tengah sibuk berbicara dengan kekasihnya di depan meja administrasi rumah sakit; Sibuk membicarakannya. Dan hal lucu lainnya yang baru dituturkannya adalah, berjanji untuk menjaganya.
"Dia cuma sedih, itu aja Gie!" Dari gurat di wajahnya yang tulus, tanpa disadari orang bisa menangkap hal lain di dalamnya, "Jangan debat sama aku. Ada Tay yang nemenin kamu. Jangan rese!"
...sebuah cinta yang memudar.
Gun menghela nafas besar. Sambil terus berjalan menyusuri lorong demi memecah warna monokrom rumah sakit, dan mencari warna beragam di luarnya.
"Gun?" Sosok itu memanggilnya dari kejauhan. "Jangan pulang dulu, kita cari makan ya? Isi perutmu dulu buat nelen obatnya."
Belum sempat Gun menggeleng, Off sudah lebih dulu menarik tangan Gun keluar lorong rumah sakit yang sepi. Pria mungil yang berjalan di belakang Off sontak menundukkan kepala. Mencoba untuk tidak melihat ke kanan kiri sebelum energinya terkuras habis oleh makhluk tak kasat mata yang tertarik padanya.
"Malem ini kamu tinggal di rumahku dulu, ada rumah makan super enak yang aku mohon kamu harus cobain sekali seumur hidup!" Off tersenyum sembari mengedipkan matanya ke arah Gun. "Deket rumahku."
Pria itu setia menunduk. Tak berani menggulirkan tatapan mata ke atas, baru setelah sampai di luar rumah sakit, ia berani mendongak. Memerhatikan lekat rahang Off dari samping. Pun juga ia heran, kenapa setelah semua keputusasaan yang hadir menjelma, masih ada manusia yang sebaik dirinya.
"Kamu nggak keberatan kan kalau aku ajak naik delman?"
"Kuda asli?" Off balas mengangguk.
Begitu Gun mendudukkan dirinya di atas kereta, ia memandang ke sekitar. Kilauan bintang yang bertaburan di bumantara seolah menjadi saksi. Legamnya malam yang membawa beribu-ribu warna monokrom yang paling indah dari kesegala elemen negatif di muka bumi, ternyata tak membuat hitam dan putih melulu menyedihkan.
Ada tawa yang mengurai di perjalanan singkat itu. Hingga kedua mata Gun sontak berbinar-binar indah. Memendarkan kilau gemerlap yang seolah selama ini terjebak terlalu lama di dalamnya.
Aneh kalau sampai tidak ada seorangpun yang terjerumus kubangan magis yang dihasilkan Gun melalui onyx cantiknya, tak terkecuali Off. "Seneng banget aku lihat kamu bahagia kayak gini."
Lantas Gun menorehkan senyum ke arahnya. "Banget!"
"Seneng juga aku, kamu cepet banget sembuhnya." Gun menoleh. Membalas tatapan Off dari jarak sejengkal tangan lekat-lekat. Mengirimkan pinta dan syukur yang terpintal melalui kontak mata singkat. Seolah berbisik, Terimakasih!
"Maksudku, aku tahu banget kamu seneng liat aku kegirangan kayak gini."
"Menurut kamu, kalau aku seneng karena hal lain, meskipun itu agak aneh buatmu, kamu bakal percaya?"
Kereta delman tetap melaju tanpa ragu. Seolah siapapun yang menungganginya tidak akan takut hilang arah dan kehilangan daya magnet. Jalanan raya hanya searah, sementara yang satunya berlawanan. Dan Off tak perlu khawatir akan percabangan yang muncul di kanan kiri perjalanan singkatnya menuju distrik tujuh kota Bangkok.
"Misal?" Tanya Gun berhati-hati.
"Kalau kamu mau, jangan ragu-ragu buat main ke rumahku. Aku bakal dengan senang hati nerima tamu." Alibinya benar-benar gampang terbaca.
Kali ini Gun biarkan Off terus mengoceh. Hingga sebuah dorongan muncul dari diri Gun untuk melingkarkan tangannya di lengan pria itu. Sambil menariknya, dan sebelah tangannya yang lain menunjuk-nunjuk tugu dan gemerlap rambu lalu lintas yang berwarna-warni.
KAMU SEDANG MEMBACA
Palmistry [OffGun]
FanfictionCOMPLETED Sinopsis : Kalau kamu percaya takdir berada di tiap bentang garis tangan, maka Gun dengan segala keberaniannya menentang takdir tidak pernah percaya akan garis tangan yang membawanya pada seutas benang merah. Liku, ceruk, lintang, naik dan...