01. Satu-satu, Aku Sayang Kamu

141 36 28
                                    

Ketika itu masih siang, Nandra sedang duduk di trotoar pinggir jalan, dengan sembarangan memarkirkan motor tak jauh dari tempatnya duduk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketika itu masih siang, Nandra sedang duduk di trotoar pinggir jalan, dengan sembarangan memarkirkan motor tak jauh dari tempatnya duduk. Memakai topi berwarna hitam bertuliskan Balenciaga, laki-laki itu menyedot kasar sebatang rokok yang ia apit di antara jari telunjuk dan jari tengah, lalu asap mengepul keluar dari bibir, asap yang berangsur-angsur menghilang bercampur dengan polusi kota.

Tukang angkot yang berteriak, suara motor dan mobil yang menyatu, juga pengamen yang bernyanyi disela lampu berwarna merah tidak membuat Nandra terganggu, laku-laki itu bahkan merasa betah dengan suasana di sekitarnya, dari pada berada di dalam ruangan ber-ac dengan puluhan aturan dan materi yang membosankan. Iya, Nandra bolos kelas hanya untuk duduk di pinggir jalan.

Seorang pengemis datang mendekat kearahnya, wanita tua yang memakai baju tak layak pakai, yang seketika membuat Nandra kesal.

"Sedekahnya dek," pinta beliau parau, namun bukannya iba, Nandra malah mendorong sang nenek dengan kakinya, tidak terlalu keras, namun mampu membuat sang nenek terjatuh.

Lalu sekonyong-konyong, datang gadis tak diundang memakai rok lipit bermotif bunga dan kaos lengan pendek sederhana, menendang kaki Nandra lalu dengan perhatian membantu nenek yang terjatuh.

Dari balik topi Balenciaga nya, Nandra memperhatikan interaksi mereka berdua. Gadis yang sepertinya beberapa tahun lebih tua darinya membersihkan baju sang nenek dari debu jalanan.

"Ayo pergi nek, laki-laki ini bukan manusia, dia iblis yang lagi nyamar," suaranya lucu, menurut Nandra, lalu entah kenapa, alih-alih merasa kesal karena ucapannya, Nandra justru tersenyum.

Mereka berdua pergi dari depan Nandra, dengan setia laki-laki itu masih memperhatikan, ternyata mereka pergi ke salah satu alfamart pinggir jalan, wanita tua tersebut duduk di depan, sementara si gadis masuk kedalam, beberapa menit, si gadis keluar menenteng kresek dari dalam, memberikannya pada sang nenek, gadis itu tersenyum lebar, seolah membantu orang lain membuat dia merasa bahagia.

Tak lama, gadis itu pergi, melambaikan tangan pada sang nenek dengan masih tersenyum lebar. Nandra diam di tempat, bahkan membiarkan rokoknya bercumbu dengan angin, ditelantarkan.

Sekarang, Nandra tersenyum melihat seorang gadis sepuluh meter di depannya, di depan café yang hampir tutup, tersenyum dengan melambaikan tangan, senyuman yang masih sama sejak enam bulan yang lalu, semenjak pertemuan tidak sengaja mereka.

Enam bulan yang lalu, pertemuan pertama mereka, mungkin bagi Nandra, karena sang gadis ternyata tidak mengingat bahwa mereka pernah bertemu waktu itu.

Sebuah kejadian yang bahkan tidak sampai lima menit lamanya, namun mampu membuat Nandra jatuh pada pesonanya. Nandra jatuh cinta, pada Hanum, gadis yang sekarang berdiri tak jauh darinya.

Gadis itu mendekat, tersenyum lebar, yang dibalas senyuman lebar yang sama oleh Nandra, senyuman yang hanya ia dedikasikan untuk Hanum seorang.

"Malam, tuan putri," sapanya. Nandra masih memakai seragam sekolah, padahal ini sudah jam sembilan malam.

Melukis ParasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang