0.2 : Converse Cafe

13 1 0
                                    

Tak ada yang tahu betapa lelahnya Seojin bekerja menjadi seorang psikolog. Meski ia tidak bekerja dan berurusan dengan banyak obat-obatan medis, tetap saja. Menjadi seorang psikolog di rumah sakit besar bukanlah keinginannya. Jujur saja, jika ada pilihan lain, Seojin lebih memilih menjadi aktor tampan yang tampil di layar kaca televisi sekaligus menjadi pemilik restoran ternama yang terkenal karena kualitasnya yang tinggi.

Ya, walaupun ibu-ibu akan sangat menggemarinya lalu mereka berharap agar Seojin bisa menikahi salah satu putri mereka. Atau bahkan lebih dari itu.

Namun semua itu hanyalah sebatas angan yang semu.

Disinilah sekarang Seojin berada. Hanya dengan satu alasan, ia mengambil keputusan untuk menjadi seorang psikolog. Bahkan tanpa keraguan sekecil pun di dalam hatinya. Seojin yakin, ia mampu menolong banyak orang dengan jasanya. Tapi ia tidak yakin bisa menolong dirinya sendiri.

Seojin terjebak pada pekerjaannya yang melelahkan dan kehilangan alasan utamanya ia mengambil keputusan tersebut.

Dirinya selalu termenung saat memikirkan semuanya. Hingga tak sadar bila masalah itu selalu ikut dengannya di akhir pekan. Seojin melamun menatap nampan makanan yang sedang ia bawa ke pojok kafe, tempatnya biasa duduk. Tanpa melihat keadaan sekitar, tubuh Seojin menabrak seseorang dan membuat sarapannya pagi itu berceceran di lantai.

“Oh, apakah kau baik-baik saja?”

Nyatanya, semangkuk sup rumput laut hangat Seojin tumpah membasahi kaos hitam yang dikenakan seorang pemuda.

Sial.

Wajah Seojin memerah malu karena hampir seisi kafe menengok ke arahnya.

Pemuda yang Seojin tabrak segera memungut kembali tumpahan yang ada di lantai, begitu pula Seojin.

“Ya, aku tidak apa-apa. Maaf telah membuat bajumu basah.” sesal Seojin yang terus membungkuk berkali-kali karena kesalahannya. Namun, belum selesai lantainya dibersihkan, kalian tahu apa yang terjadi?

Pemuda itu pergi meninggalkan Seojin begitu saja.

Entahlah siapa yang harusnya disalahkan karena ini semua. Seojin tidak peduli betapa malunya ia harus berjongkok, membersihkan makanannya sendirian.

Pemuda berkaos hitam tadi kembali. Dengan membawa sapu, kain pel, juga pengki ditangannya. Ia menyuruh Seojin untuk menepi agar ia bisa membersihkan kekacauannya sendiri. Dan Seojin mematung seketika.

“Maafkan aku, akan kuganti sarapanmu setelah ini.” tutur pemuda itu sopan. Manik matanya melihat presensi Seojin yang tanpa ekspresi.

Seojin sebenernya dengar. Tentu, suara itu sangat jelas. Hanya saja, wajahnya mendadak berubah saja setelah tahu sesuatu. Warna bola matanya, pemuda itu punya sesuatu yang tidak biasa.

Manik berwarna perak.

Apa dia orang seorang turis?

Tapi kenapa wajahnya begitu familiar?

Jika memang turis, lalu kenapa bahasa Koreanya sangat fasih dalam berbicara?

“Sekali lagi tolong maafkan aku.” lirihnya untuk terakhir kali setelah kekacauan tadi beres. Seojin berusaha tersenyum, “Tak apa, aku juga minta maaf. Kau tidak perlu menggantikan sarapanmu. Aku akan membelinya lagi. Maaf sudah merepotkan.”

Orang itu hanya tersenyum sebentar lalu pergi dengan membawa peralatan yang tadi ia bawa, meninggalkan Seojin sendirian yang masih mematung bersama nampan berisi sarapannya yang bentuknya pun tak ada wujudnya lagi.

Seojin menghela napas pelan, ia mencari pegawai kafe yang tidak sibuk. Pandangannya menangkap salah satu pegawai yang ia kenal tengah berjalan menuju dapur.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 23, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HERE YOU ARE | 여기 있어요Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang