35 •• Mengikutimu ••

24 9 3
                                    

Seorang pria berambut pirang cerah itu menatap langit dari halaman rumahnya dengan matanya yang sedikit menyipit. Kulitnya mengendur seiring dengan bertambahnya usianya yang semakin senja.

Sudah beberapa bulan lamanya sejak dirinya kehilangan salah satu sahabat terbaiknya. Dan kini, hanya tinggal dirinya seorang diri di era yang sudah semakin maju dibandingkan zaman kejayaannya.

Kursi yang ia duduki bergoyang dengan lembut, membawa semilir angin menerpa wajahnya. Ia memejamkan mata. Menikmati belaiannya.

"Kakek buyut..."

Suara panggilan menyapa pendengarnya. Membuatnya kembali membuka matanya yang semakin terasa berat. Ia bisa melihat seorang anak remaja berwajah tampan di hadapannya.

Tapi siapa?

Seingatnya, tak ada prajurit yang berwajah seperti itu. Seperti...

"Luna...?" Ia bergumam pelan. Nyaris tak terdengar.

"Ini aku... Lucien! Cicit ketiga kakek buyut!" Remaja itu melebarkan senyuman. Menunjukkan deretan gigi yang begitu rapih dan indah.

Lagi. Pria berwajah kendur itu mengernyitkan dahi. Namun kemudian mengangguk paham.

"Cicit... Siapa orang tuamu?"

Tertawa kecil, remaja laki-laki yang memperkenalkan diri sebagai Lucien itu menggenggam dua tangan pria tua yang ada diatas gagang kursi. Menatapnya lamat-lamat.

"Aku cucunya putri kakek buyut... nama nenek Bianca! Dia sedang perjalanan kemari... nenek membuatkan tumis daging rusa kesukaan kakek buyut! Rusanya hasil buruanku, lho kek!" Ia menjelaskan dengan sangat gamblang. Namun pria tua itu sepertinya masih belum begitu memahaminya.

"Bianca kan masih bayi... Semalam Luna menyusuinya..."

Menghela nafas. Sepertinya remaja itu mulai tak tahan mendengar jawaban melantur kakek buyutnya.

"Tidak, kakek ... Nenek kan sudah—"

"Lucien!"

Menoleh. Seorang wanita cantik berusia akhir 60 tahunan tampak melangkah mendekati cucunya. Meraih lengan remaja itu.

"Nenek kan sudah bilang... Jangan bicarakan hal yang tidak-tidak pada kakek buyut..."

"Tapi kakek buyut tidak paham-paham!"

Menghela nafas berat, wanita itu memerintahkan remaja itu memasuki rumah yang pria itu tinggali.

"Ayah... Bian datang untuk membantu... Sebentar lagi Brian dan Billy juga datang. Ayah istirahat didalam saja, ya? Sudah sore." Wanita itu memberitahu ayahnya dengan senyuman di wajahnya.

Dengan lembut, ia menahan bahu pria tua itu dan membantunya memasuki rumah. Wajah bingung masih di pasang pria itu, namun Bianca tidak peduli. Ia masih terus membantu pria itu dengan baik.

"Kau siapa?" Pertanyaan itu terlontar setelah pria tua itu mendudukkan dirinya di sofa ruang tamu rumahnya. Memandangi wajah wanita di hadapannya dengan kernyitan di kening.

Tersenyum, Bianca menggenggam erat tangan ayahnya. Memberikan kecupan lembut pada punggung tangannya yang sudah berkeriput.

"Ini Bianca, ayah... Anak ayah." Ucapnya lembut.

Lagi. Pria tua itu masih memasang wajah tak mengerti. Kemudian beralih memandang beberapa orang yang juga memasuki rumahnya. Membawa barang-barang dan menyapanya dengan ramah.

"Tapi kau seharusnya masih bayi... Semalam ibumu menyusuimu... Lalu anak-anak itu..." Ia berusaha menjelaskan hal yang tak ia mengerti pada putrinya. Namun sepertinya ia masih kesulitan menemukan kata-kata yang tepat.

My Empress | CIXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang