Musyawarah untuk Bazaar

16.3K 2.2K 152
                                    

Setiap tahun, seorang anak dari kelas XI akan dipilih menjadi ketua bazaar. Bazaar sebetulnya adalah istilah yang sekolah kami gunakan saat bikin acara musik besar dan stand per kelas yang tiketnya dijual ke umum.

Tiap tahun, kami punya tema sendiri, yang merupakan hasil voting dari seluruh siswa. Sementara itu, Ketua Bazaar jadi posisi bergengsi yang lebih trendi daripada Ketua Angkatan...apalagi Ketua OSIS. Soalnya, kalau Ketua OSIS dipilih internal organisasi, dan Ketua Angkatan dicalonkan tiap kelas, pemilihan Ketua Bazaar berlangsung seperti Pemilu Presiden. Semua orang berhak memberikan suara, dari kelas X sampai kelas XII. Bisa masuk daftar prestasi juga, untuk dipertimbangkan kalau mau daftar kuliah pakai jalur khusus. Prestisius banget deh.

Aku mencalonkan diri dengan penuh keyakinan untuk menjadi Ketua Bazaar SMA 173 tahun 2004. Ambisius, karena aku adalah perempuan pertama yang mengajukan diri. Nekat, soalnya banyak siswa lain yang lebih populer dariku. Aku pede aja karena syarat-syarat baru yang diajukan oleh sekolah, bisa kupenuhi: nilai rata-rata 7 di semua mata pelajaran, aktif di ekskul, dan didukung oleh minimal 25 orang.

Hari ini, kudapati nama dan fotoku terpampang di mading dalam Bursa Calon Ketua Bazaar, dan bikin semua orang shock. Yaaaa, kecuali 25 orang dari ekskul Games & Fantasy yang mendukungku ngasih tanda tangan. Mading baru dipasang saat istirahat, dan kami habis olahraga dari lapangan basket, jadi langsung bisa lihat pengumumannya.

"Nda, seriusan? Lo mau jadi Ketua Bazaar?" Erin, teman sekelasku, memandang fotoku yang...kelihatan super culun dan biasa aja dibandingkan para sainganku.

Saingan pertama adalah Ican. Dia tipikal cowok yang kayak template untuk tokoh utama pria dalam film remaja--anak basket, ganteng mirip Nicolas Saputra, tajir dan model Aneka Yess. Pasfotonya aja tampan banget, padahal hitam putih. Tapi! Dia ini anaknya gak ada akhlak. Bad boy yang suka culas, songong dan sering ribut ama orang.

Lalu, ada anak Big Band jenius bernama Mas Adi. Panggilan ini gara-gara tampilannya yang tua banget, pas kelas satu dulu konon dia pernah ke sekolah pakai baju bebas dan dikira guru. Tapi meskipun tampak jauuuuhhhh lebih tua dari usia sebenarnya, Mas Adi charming, jago banget main berbagai alat musik dan pintar pula! Dia juga kandidat jagoan, apalagi Bazaar kan sebetulnya acara musik ya...

Habis itu, Alfa. Kalau Ican dan Mas Adi tipikal cowok-cowok banyak teman dan gaul, Alfa adalah tipe cowok misterius yang bahkan jarang kelihatan, jarang senyum, jarang ketawa, jarang bicara, pokoknya gak pernah mencolok, deh. Tapiiiii, dia bisa jadi sangat berwibawa kalau mau. Konon, cowok-cowok paling gahar sekalipun, mendadak manis kalau berurusan sama Alfa yang jadi anggota pencinta alam. He's popular in his own mysterious, savage way. Cumaaaaa...kok bisa ya, dia tau-tau mau jadi Ketua Bazaar? Untuk ukuran orang gak suka rame-rame, aneh banget dia pengen menggelar acara trendi yang banyak orangnya macam Bazaar. Wajahnya yang datar dan judes memandang dengan tajam di foto kandidat, bikin jiper siapapun yang lihat.

"Ndaaaa! Mantep, euy!" Ardo, teman sekelasku, mengacak rambutku begitu menyadari pas foto 3x4-ku terpampang di mading.
"Lo pilih gue ya." Aku menjawab sambil tersenyum lebar.
"Oi! Lihat, teman-teman! Akhirnya anak IPS ada yang mau jadi Ketua Bazaar! Kita dukung laaah, so pasti..." Emon, temanku yang lain berseru.

"Kata Pak Waslam, calonnya 10 tapi yang bisa dipilih cuma empat. Berarti lo lumayan tuh, Nda." Tika, anak mading yang nempel pengumuman, melempar pandang padaku.

Aku memandang fotoku dan ingat saat foto itu dibuat. Bibirku kelihatan super kaku gara-gara kawat gigi baru distel, kacamata masih berbingkai bulat tebal, lensanya belum supersin dan bikin mataku tampak kecil. Belum lagi poni lempar di rambut mengembang model polwan yang malah jadi mirip wig. Geeky banget deh, dibanding ketiga sainganku.

Jadi setelah diumumkan di mading, kami berempat harus ceritain visi dan menentukan bintang tamu, lalu semacam kampanye di tiap kelas. Setelahnya ada pemilu, juga di tiap kelas, dihitung langsung, dan setelah ketemu ketuanya, barulah kita mulai ngerjain Bazaar-nya.

Tujuh Belas TahunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang