27. Buaya

5.8K 758 35
                                    

"Saya anterin kamu pulang ya?"

Kirana menoleh menatap Iyo yang ternyata mengikutinya hingga keluar dari ruangan perawatan Aurora.

Menggeleng pelan, ia melanjutkan langkahnya. Diiringi pria itu menuju lift. "Saya belum mau pulang."

"Terus Kirana mau kemana?"

Kirana mendongak menatap Iyo yang langsung tersenyum manis. Saat ini mereka berada di depan lift. Menunggu pintu dihadapan mereka terbuka.

"Saya mau pergi makan bakso." Kirana tersenyum kikuk lalu kembali menatap pintu lift. Kenapa sangat lama terbuka?

"Ya udah. Kita bareng. Saya juga mau makan bakso."

Kirana hanya mampu menghela nafas pelan. Meski belum sepenuhnya mengenal Iyo, tapi ia bisa yakin jika pria itu memiliki sikap keras kepala.

Namun, Kirana tidak akan menyerah. Ia akan tetap menolak tawaran pria itu. Kirana hanya ingin makan dengan tenang, tanpa ada yang menemani. "Tidak usah Pak. Kalau Pak Satrio mau makan bakso, ya makan aja. Sa-saya tidak jadi makan bakso." Kirana memberikan senyum tipis pada Iyo yang ekspresinya langsung keruh.

Pintu lift terbuka, segera Kirana masuk. Hendak pamit pada Iyo, tapi pria itu malah ikut masuk lalu menekan tombol lantai satu. "Kamu gak usah bohong," ujarnya pelan seraya menoleh pada Kirana yang enggan menatapnya.

"Kamu kan seorang guru. Gak baik bohong," sambungnya hingga membuat wanita itu semakin salah tingkah membuatnya tersenyum tipis.

Kapan terakhir ia mendekati seorang wanita yang pemalu dan tidak langsung menyambut dirinya?

Mencoba mengingat.

Terakhir kali tujuh belas tahun yang lalu. Saat mencoba mendekati Via. Untung saja Via remaja masih polos hingga menerima ajakan pacarannya. Tapi, Via dewasa tentu menolaknya mentah-mentah dan lebih memilih sahabatnya yang omes.

Ternyata sudah sangat lama...

Oh jangan lupakan Mamanya si kembar yang juga pemalu. Tapi, tentunya tidak menolaknya karena terpesona dengan parasnya yang tampan.

Karena selama ini wanita yang dekat dengannya 'liar'. Iyo jarang lebih dulu mendekati. Selalu wanita yang lebih dulu melempar diri padanya.

Tapi untuk Kirana, ia yang lebih dulu mendekati. Karena wanita itu sering kali menolaknya walau dengan halus dan gestur lembut, yang membuatnya merasa tertantang.

Mereka telah duduk berhadapan di warung bakso. Menunggu pesanan mereka.

Sedari tadi tatapan Iyo tak lepas dari wanita di hadapannya. Mengamati wanita itu dengan intens.

Dari wajahnya tidak terlalu cantik, lebih kesan ke arah manis. Raut wajahnya senantiasa lembut. Persis seperti sikap dan tutur katanya.

Alisnya cukup tebal dengan penggunaan pensil alis yang tak terlalu berlebihan. Hidungnya pun tidak terlalu mancung. Lalu berakhir di bibirnya yang begitu lembut dilihat.

"Pak Satrio?"

Tatapan Iyo langsung naik menatap Kirana yang menegurnya. Ia berdecak pelan, "Jangan panggil saya Pak!" Tekannya pelan.

"Em... Oke Papinya kembar."

Iyo tidak lagi menegur, ia menatap sekitar di warung sederhana ini.

Kirana yang menyadari jika Iyo menelisik tempat makan tersebut. Mulai berujar. "Di sini bersih kok. Beberapa kali saya makan bakso di sini."

Iyo kembali menatapnya lalu tersenyum tipis. "Bukan gitu kok." Melipat kedua tangannya di tepi meja menatap intens Kirana. "Apa hubungan kamu dengan Rasya?"

Love Makes HappyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang