Tiga

5 4 1
                                    

Hari ini hari Minggu. Orang tua Maya dan Satria telah pergi lagi semalam. Rencananya Satria ingin mengajak Maya jalan jalan namun ia ada acara bersama teman teman satu geng nya. Maya pun tak apa,karna lebih bagus untuk ia konsultasi kepada dokter hari ini.

"Bi, Maya pergi dulu ya. Assalamualaikum," pamit Maya.

"Waalaikumsalam. Hati hati non," Maya hanya membalas senyuman.

Maya pergi dengan menggunakan motor yang sudah lama tidak ia pakai. Ia pun mengendarai motornya dengan kecepatan sedang. Hanya butuh waktu 35 menit ia pun sudah sampai di halaman rumah sakit.

Ia berjalan menyusuri koridor rumah sakit. Banyak perawat yang menyapanya karna Maya seringkali berkunjung kesini. Maya banyak disukai orang orang karena sifatnya yang ramah dan murah senyum. Namun dibalik senyum itu ada luka yang ia sembunyikan dengan rapi.

Ia pun masuk ke ruangan yang bertuliskan 'Dr. Gilang'.

"Assalamualaikum, dokter"

"Eh shalom Maya. Apa kabar? Sudah lama kamu tidak cek up,"

"Baik dok. Maaf ya Maya gabisa sering sering cek up soalnya takut ketahuan orang rumah,"

"Kenapa sih may orang rumah kamu gaboleh tau?" tanya dokter yang heran dengan sikap Maya.

"Maya takut nambah beban dok," ucap Maya sambil menunduk.

"Yasudah kita cek kondisi kamu,"

Setelah beberapa lama dokter pun akhirnya selesai mengecek kondisi Maya.

"Maya kondisi leukimia kamu ini semakin parah. Ditambah kamu sepertinya sudah mulai ada tekanan mental," jelas dokter Gilang yang menangani Maya selama ini.

"Iya dok ngga papa. Kalaupun umur Maya ga lama Maya cuma pengen orang tua Maya kembali seperti dulu," ucap Maya yang bisa bisanya masih tersenyum.

Hati dokter Gilang terenyuh. Ia begitu salut dengan pasiennya ini yang tidak takut menghadapi kematian.

"Tangan kamu kenapa May?" tanya nya yang melihat banyak luka gores.

"Oh ngga papa dok."

"Yasudah obat kamu itu harus rajin diminum ya. Kalo mau dokter akan usahain kesembuhan kamu,"

"Diminum atau ngga Maya bakalan tetep mati dok. Kalaupun dokter usaha kemungkinan nya cuma kecil kan udah gapapa dok," balas Maya.

"Ngga papa may dokter bakalan usaha buat sembuhin kamu,"

"Ngga papa dok. Maya pamit ya sampai bertemu lagi," Pamit Maya yang sudah keluar dari ruangan dokter Gilang.

"Kamu pasien tangguh saya Maya."

🖤🖤🖤

Maya sudah sampai di rumahnya beberapa menit yang lalu. Terlihat rumahnya yang sepi seperti tak berpenghuni. Ia sudah biasa dengan keadaan itu. Ia pun menaiki satu persatu tangga untuk menuju kamarnya.

Setelah sampai di kamarnya ia pun merebahkan diri di kasur empuknya. Menatap langit-langit kamarnya.

Maya merasakan seperti ada yang mengalir dari hidungnya. Ia pun mengambil tisu dan mengelapnya terlihatlah disana ada bekas noda darah. Maya pun bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan darah yang ada di hidungnya.

"Darah lagi," gumamnya.

Memang beberapa hari terakhir darah sering keluar dari hidungnya. Kepala Maya juga sering pusing apalagi disekolah ia sering mendapatkan perlakuan yang buruk. Ia sebenarnya takut untuk sekolah,takut karna di bully.

Namun,ia harus terlihat kuat di depan abang dan orang tuanya. Ia harus menunjukkan bahwa ia tidak lemah.

Setelah membersihkan darah yang keluar dari hidungnya Maya pun lanjut untuk tidur.

🖤🖤🖤

Jam sudah menunjukkan pukul 16.30 WIB. Satria pamit untuk pulang kepada Aidan. Ia segera keluar dari rumah mewah itu dan mengendarai motornya untuk pulang.

Sesampainya di halaman rumah ia sudah senang karena ia sangat merindukan adik kecilnya itu. Namun,itu tidak sesuai ekspektasi nya yang ia lihat saat ini adalah kedua orang tuanya yang memarahi Maya habis habisan.

Ingin rasanya Satria membela adiknya itu. Namun,saat ingin mendekat saja Maya sudah mengisyaratkan untuk tidak membelanya.

"Kamu ini kerjaannya cuma bisa makan tidur makan tidur. Dasar beban keluarga! Tidak berguna!" hardik Ayahnya.

"Mana prestasi kamu hah?! Mana? Apa yang harus saya banggakan dari anak bodoh seperti kamu." bentak ayahnya

"Maya selalu menang lomba kok yah. Selalu ngewakilin sekolah juga," bela Maya.

"Bohong mas jangan percaya," balas bundanya. Ada apa dengan bunda nya itu?.

"Tapi beneran kok, yah. Maya selalu ikut lomba. T-tapi uang hasil lomba Maya simpen dan pialanya juga ditaroh di sekolah," jelas Maya lagi.

"Sudah lah kamu hanya bisa berbohong saja!! Untuk apa saya membiayai kamu jika pada akhirnya kamu menjadi anak yang tidak berguna,beba-"

"STOP!" teriakan Satria memotong pembicaraan ayahnya.

Tanpa sepatah kata pun Satria langsung membawa Maya ke kamar nya. Disana Maya menangis tersedu sedu. Satria tak tega melihat adiknya yang selalu ceria itu tiba-tiba menangis.

"Abang," panggil Maya.

"Hm?"

"Emang bener ya Maya itu cuma beban keluarga,anak ga guna,bisanya cuma nyusahin orang tua." adu Maya pada Satria.

"Maya mau tuhan ambil Maya bang hiks..Maya juga cape,"

"Hush Kamu gaboleh ngomong gitu,kalo ada apa apa bilang sama abang ya. Ada yang nyakitin kamu juga bilang sama abang,"

"Tapi Maya gamau abang kena masalah hanya gara punya adik culun kayak Maya hiks... Maaf ya bang Maya selalu ngerepotin hiks...."

"Udah udah tidur aja ya jangan terlalu lama nangis ntar jelek. Abang masuk ke kamar dulu ya."

Setelah abangnya pergi entah kenapa jantung Maya seperti diremas kuat. Maya pun mengambil obat yang selama ini dikonsumsi tanpa sepengetahuan dokter. Ia menelan obat itu dan sakit di jantung nya mulai mereda. Ia pun tidur.

••••••••••••

Maap garing
Ga dapet feel nya? Biasalah bukan orang pro bikin cerita

Hanya Luka & Aku BisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang