BAB IX "Darmasastra"

1.3K 126 3
                                    

Happy Readiiiings
Mau tengah malem ini bisa Up semoga kalian enjoy bacanya.
Jangan lupa vote and comment dong😢

*

*

*

****************

"Cobalah beri dia kepercayaan. Tanpa itu dia tidak akan berkembang. Ragu pasti ada, tapi lebih baik ikut berjalan bersama mendukungnya"

_Anila Aishwarya Jayakara

***************************

"Kleyang kabur kanginan, ora sanak ora kadang. A..." Anila membacanya dengan hati-hati. Tertulis jelas dengan sebagian lagi rusak seperti disobek.

"Apa artinya? dan simbol ini?" Banyak tanda tanya dalam pikirannya.

Ini seperti petunjuk baru untuk Anila. Simbol sama seperti yang dilihatnya pada Chandrabha. Buku itu tebal memanjang. Selempeng tipis berbahan kayu disatukan oleh tali setiap ujungnya. Teksturnya halus bagian isi dan ditutup dengan selempeng kayu berbahan tebal. Serat-serat terlihat jelas. Anila menyatukan terlihat judul buku itu 'Darmasastra'. Butuh waktu lama An mengartikan setiap aksara jawa sampai membentuk kata. Arti yang tersirat belum juga An pahami. Lempeng itu jauh lebih dikatakan sobek tapi patah.

"An!" Panggil seseorang dibelakangnya. 

Berbalik badan setelah mengulung buku, Anila tahu siapa pemilik suara itu. 

"Rama?" Anila tersenyum. 

"Sedang apa disini?"

"Membersihkan buku."

"Bukannya itu tugas--"

"Yaa karna si Mada. Maksudnya Perdana Menteri Mada menyuruh saya membersihkan perpustakaan. Entah, dia berniat mengerjai saya mungkin," keluh Anila mengerucutkan bibirnya.

"Setahu saya dia bukan orang seperti itu, dia bukan orang yang membuang waktu untuk sesuatu hal tidak penting baginya atau jika memang itu benar mengusik dirinya."

"Saya tidak menganggunya hari ini. Ah! saya baru ingat hari ini tidak membersihkan rumah dan bangun kesiangan!" pekik Sheyna teringat kejadian hari ini. Kepala ia benturkan berulang di samping rak buku. Meruntuki dirinya sendiri.

"Ckckck..itu luar biasa!" Memberi dua jempol pada Anila. 

"Tapi apa salahnya? ini kan bukan salah saya Rama, tubuhku saja yang masih menginginkan tidur." Menatap Rama berhenti dalam membenturkan kepalanya.

Rama hanya tersenyum. Mengangguk setuju saja sambil menyeret kursi untuk ia duduki. Menaruh buku yang entah judulnya saja Anila tidak tahu. Terhitung lebih dari satu buku terpampang diatas meja.

"Ram, ngertos basa niki ?" Menunjuk tulisan dibuku Rama buka.

("Ram, kamu mengerti bahasa ini?")

"Ngertos, supados prajurit bhayangkara sedoyo saged nganggo basa iki."

("Tahu, Karna semua Prajurit Bhayangkara bisa memakai bahasa ini.")

"Bagus kalau begitu."

"Bagus?" Rama menaikan alisnya. Bingung.

"Saya butuh bantuanmu Rama."

"Bantuan apa?" Anila tersenyum penuh arti.

********************

Semilir angin berderu menilisik gendang telingga. Daun berguguran menyertai kicauan burung yang terbang, pulang ke sarangnya. Langit bersemu kuning beriringan dengan matahari tenggelam. Anila duduk ditumpukan batu. Pemandangan yang jarang sekali terlihat di kotanya atau tidak sadar bahwa bumi punya pemandangan seindah ini.  

JAMANIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang