Lima Puluh Satu

45 16 5
                                    

Jangan lupa vote dan komen terlebih dahulu ya.

♡ ♡ ♡

Dearni menghentikan makan malamnya. Ia segera meletakkan sendok dan garpu tidak berminat untuk melanjutkan makan. Gadis itu, lantas berdiri dari kursi duduknya.

"Aku pamit."

Semua yang berada di meja makan terdiam menatap kepergian Dearni yang tiba-tiba usai permintaan maaf yang keluar dari mulut Mahera.

"Dearni! Nak? Kamu mau ke mana?!" teriak Reno yang merasa tak enak hati akibat sikap anaknya itu. Reno pun berdiri berniat untuk mengejar putrinya.

"Biar saya yang susul, om."

Dengan langkah cepat Mahera mengejar Dearni. Berkali-kali ia memanggil nama Dearni hingga orang-orang yang beradaa di kafe seketika menatapnya. Namun, itu tak berlaku untuk gadis yang ia kejar. Ia tidak peduli dan tidak mengubrisnya sama sekali.

"Dearni..."

Dearni menyeka sisa-sisa air mata yang mengalir di pipinya. Berkali-kali Dearni menarik napas panjang dan mengembuskannya. Ia memutuskan untuk berhenti sejenak dan duduk di atas trotoar dekat dengan kafe.

"Engga... Gua gak bisa maafin lo. Maafin orang yang tiba-tiba pergi dan tanpa rasa bersalah minta maaf..."

"Engga..." ungkap Dearni pelan.

Malam ini terasa berat untuknya. Harusnya ia tidak ikut makan malam bersama Tante Rini. Harusnya ia kabur dan pergi dari rumah daripada dipaksa untuk memaafkan seseorang yang sudah jelas menyakiti hatinya. Bukan ia egois, namun ia belum bisa.

'Sayang. Kamu maafin Mahera ya? Papa pikir Mahera tidak bermaksud seperti itu sama kamu...' kalimat itu terus berputar di dalam pikiran Dearni selayaknya kaset rusak yang menyebalkan.

"Dearni?"

"Maafin gua ya?"

"Oh oke. Sekarang suara itu lagi!" Gerutu Dearni dengan kedua tangan memukul pelan kepalanya.

"Mahera gua benci sama lo! Benci!"

"Pergi lo dari otak gua!"

"Pergi!!"

Mahera memperhatikan tingkah Dearni dari jarak yang cukup dekat, namun belum ada niat untuk menghampirinya. Ia hanya diam.

"Mau minta maaf tapi ngajak-ngajak papa. Biar cepet dikasih maaf?!"

"Gua benci lo... Gua benci..."

"Pergi lo dari hidup gua. Lebih bagus dari dunia!"

Hati Mahera merasa teriris-iris ketika Dearni berkali-kali mengatakan bahwa ia membenci dirinya. Bahkan berharap ia tidak ada di dunia ini. Kesalahan dan kebodohan yang ia lakukan adalah penyelesaian yang tidak pernah ia bisa maafkan. Tidak ada yang tahu tentang bagaimana perasaannya terhadap Dearni. Jujur saja ia sangat menyukai dan mencintai gadis itu. Tetapi, rasa dendam mengalahkan segalanya. Hingga berujung menyakiti hatinya.

Saat ia ingin memulai kembali dengannya. Ternyata semesta tidak mengizinkan. Ternyata semesta sudah menghadirkan sosok laki-laki yang lebih pantas bahkan lebih baik darinya. Semesta pun juga tahu jika ia tak pantas untuk seorang gadis yang cantik sekaligus baik bernama Dearni itu untuk dirinya.

Lukisan Luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang