4.Aku dan Rasykal (2)

28.1K 1.7K 37
                                    

Copyright2015ⓒAnita_ Pardais

****

Apanya yang enak! Rasanya aneh. Manis, asem, gurih tapi lama-lama jadi enek makannya. Mungkin karena lidahku terbiasa cuma makan tempe goreng buatan Noel jadi untuk rujak 'aneh' yang menurut ukuran dompetku termasuk kategori mahal ini, rasanya di lidahku sangat membingungkan.

Tapi berhubung ini rujak mahal jadi aku harus menghabiskannya. Mubajir kalo nggak. Bahkan saus yang tertinggal di wadah sterofomnya juga kujilat. Dan jika seseorang tidak segera menghentikan aku maka sebentar lagi aku pasti akan memakan wadah sterofom ini juga. Ya, aku tahu aku sudah mulai gila.

Ini semua gara-gara Rasykal. Padahal baru satu jam yang lalu dia pergi dari rumah ini bahkan aroma parfumnya masih samar bisa kucium tapi mengapa aku sudah begitu merindukannya. Aku gelisah dan serba salah karena perasaan cintaku padanya ternyata bertambah parah setelah aku bertemu dengannya lagi.

Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Arrghh!! Aku gegana...

Tiba-tiba terdengar bunyi ponselku dari arah kamar. Akupun bergegas bangkit dari depan tv menuju kamar untuk mengambil ponselku yang masih berdering. Setelah aku meraih ponsel dan melihat ke layar terlihat nama ibu berpendar-pendar.

"Halo... Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam...kak." Terdengar suara Fathan, adikku yang menjawab. "Kakak sehat? Ibu nih nanyain kakak terus, kangen katanya."

Aku tersenyum mendengar suara Fathan. "Kakak sehat kok, kan baru tiga hari lalu ibu nelfon kok udah kangen sih. Nanti habis uangmu buat beli pulsa terus."

"Nggak apa-apa kak. Uang bisa dicari, yang penting ibu senang. Kakak sih nggak mau kemari."

"Kakak bukannya nggak mau kesana dek, kan udah kakak bilang kalo kakak belum bisa cuti."

"Iya Kak ngerti. Kak, jangan panggil adek lagi lah. Apa kata istriku kalo tau."

Aku terkekeh pelan. "Iya-iya lupa. Kebiasaan sih. Udah mau punya anak kok masih dipanggil adek, ya? Jadi dipanggil papa aja ya?" godaku pada adik yang sangat aku sayangi ini.

"Kalo itu anakku yang akan memanggilku kak."

Aku kembali tertawa. "Iya-iya calon papa."

Fathan ikut tertawa. "Kak ini ibu mau ngomong. Udah nyiapin tisu kak," goda Fathan pada ibuku yang pasti sedang duduk di sampingnya. Ibu memang sering menangis bila bicara denganku lewat telfon.

"Assalamu'alaikum..." suara merdu ibu bergetar menyapa telingaku, baru segini saja aku sudah bisa merasakan betapa ibu merindukanku, anak gadisnya yang tak bisa di sampingnya. Akupun merindukanmu ibu.

"Wa'alaikumsalam... Ibu. Ini dengan anak ibu yang paling manis, ada yang bisa dibantu," godaku pada ibu yang kuyakin ibu pasti tersenyum di seberang sana.

"Iya...Kakak sudah makan belum?" tanya ibu lembut. Ini pertanyaan rutin ibu bila sedang  menelfonku.

"Udah Bu. Hari ini Oliv makan pake ikan bakar Bu, ada temen tadi yang  traktir," jawabku mengingat acara makanku dengan Rasykal tadi sore.

"Memang ada acara apa kak? Temen  kakak ulang tahun?"

"Enggak Bu, cuma makan-makan aja kok."

"Kak... kalau pilih temen yang hati-hati, jangan percaya sama mulut manis dan janji-janjinya." Suara merdu ibu terdengar sedikit khawatir di telingaku.

"Iya... Ibu jangan kuatir. Oliv selalu inget pesen ibu kok."

"Nak, bagaimana ibu nggak kuatir," Ibu terdiam sebentar. Suara ibu mulai bergetar di telingaku.

Fine,I Love U (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang