36. || Inara

4 2 0
                                    

Matahari kala itu masih tidak terlalu tinggi, jalanan juga masih basah bekas hujan sisa semalam juga embun embun dibeberapa benda yang ada di sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Matahari kala itu masih tidak terlalu tinggi, jalanan juga masih basah bekas hujan sisa semalam juga embun embun dibeberapa benda yang ada di sana.

Pagi pagi hari aku sudah memiliki pertemuan tak terduga, agak aneh rasanya karena setelah kejadian waktu itu yang aku bahkan tidak ingin sedikit melewati tempat ini malahan di pagi hari ini aku sudah duduk disalah satu cafe di jalan malioboro.

Pertemuan lagi, dengan seorang client.
Masa bodoh dengan siapa dan bagaimana model baju yang ia inginkan aku hanya mencatat seadanya dan menyelesaikanya dengan sesegera mungkin agar aku segera enyah dari tempat yang memuakan ini.

Kurang dari 2 jam kami mengakhiri pertemuan, lekas setelah seseorang itu pamit dan keluar tak lama aku juga keluar memesan taksi karena bimo dan dhika sedang keluar kota sejak kemarin.

Mungkin karena ini hari senin jadi jalanan agak macet mungkin, taksi yang kupesan 15 menit yang lalu masih belum juga menunjukan tanda tanda akan sampai. Sekedar mengecek jam di ponsel sudah menunjukan pukul 9, namun tak lama suara seseorang menyapaku dari arah kiri.

"Nunggu seseorang? Atau nostalgia?"

Aku terkejut, bagaimanapun pertemuan kami akan selalu jadi mengejutkan. Seolah pertemuan dihari kemarin masih saja menghantui dan menjadi sebuah trauma aku langsung melangkah mundur perlahan.

Sebisanya aku mengatupkan bibirku dan juga menahan air mataku.
'Untuk sekali ini biarkan aku pergi' batinku. Tak menunggu kata kata terucap aku segera membalikan badan berusaha menjauh darinya. Dimanapun sampai taksiku tiba.

Beru beberapa langkah laki laki itu tiba tiba menarik tanganku yang mana membuatku langsung berbalik menghadapnya.

Terima kasih kepada tuhan ketika itu aku menemukan celah yang jelas jelas bisa membantu, dibelakang ten kala itu bimo sedang berdiri dengan angkuhnya disamping mobilnya.

Tak sedikitpun aku melirik matanya atau bahkan sehelai rambutnya, aku sudah bertekad. Tanpa banyak waktu aku langsung berlari menerjang pundak kananya dan langsung menghambur kepelukan bimo. Lagi lagi seolah aku membisu, yang bisa kulakukan hanyalah menangis lagi didada bidangnya, masuk kedalam mobil lalu kami melesat menjauhi tempat itu.

"Kenapa masih nekat?"

Demi apapun, kenapa pertanyaan serta nada bicaranya berbeda dari pada hari kemarin? Dalam hati aku mukai takut walau tangan kami masih saling bertautan aku takut kalau lelaki itu marah.

"Aku ngga ada niatan buat ketemu atau nunggu dia" kataku sambil masih menyeka air mata.

"Kalau ada janji atau apapun yang berhubungan sama tempat itu ngomong aja biar aku temenin"

"Kamu... marah?"

Setelah pertanyaan itu laki laki itu hanya diam, tanganya semakin erat menggenggam jariku yang lebih kecil.

5 Juni || Ten ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang