Deg!
Luna terlonjak kaget. Matanya melotot melihat cowok yang seharusnya tidak ingin dia temui, malah ketemu.
Dia tau. Sangat tau malah dia satu kampus dengan mantannya. Tapi satu jurusan? Demi kerang ajaib dia tidak tau.
Udahlah satu kampus, satu jurusan, besok apalagi? Jangan jangan satu kelas?
Tidak! Jangan sampai itu terjadi.
Tanpa menunggu jawaban dari kedua gadis itu, Viko langsung duduk di samping Tabitha. Menyuruh cewek itu geser kesamping agar dirinya duduk berhadapan dengan Luna.
Shit!
Ngapa duduknya di depan gue sih?
Mata Luna kembali melotot ke arah Viko, dan sialnya cowok itu tidak peduli. Bahkan dengan santainya dia membalas tatapan Luna sambil tersenyum.
Tabitha melihat kedua orang itu. Dia yakin, ada sesuatu yang tidak beres diantara mereka. Luna dengan tatapan tajamnya, dan Viko dengan senyumnya.
Dia penasaran, apa yang terjadi?
Tak ada yang berani membuka percakapan selama makan siang berlangsung. Tabitha makan dengan tenang, Viko pun sama. Menyantap makanannya sembari melirik cewe si hadapannya yang sibuk mengaduk-aduk makanan.
Napsu makan Luna lenyap begitu aja. Padahal tadi dia kelaparan. Tapi egonya mengatakan dia harus pergi dari sini. Rasa sakit yang masi membekas membuatnya muak harus berhadapan sama cowok itu.
Memaksakan dua sampai tiga sendok, meraih gelas berisi es teh nya lalu menyruput hingga kandas. Memilih pergi dari tempat ini daripada harus berlama-lama di dekat mantannya.
"Eh ayam, woy Lun" teriak Tabitha, tapi diabaikan Luna. Melangkahkan kakinya tak tentu arah. Sedangkan Viko, menatap sendu ke arah punggung gadis yang menjauh.
Viko menghela napas pelan. Rasanya sulit sekali untuk dekat lagi. Gadis itu benar-benar menjauh.
Tapi ini tidak bisa dibiarin. Masalah ini harus diselesaikan. Kesalahpahaman ini harus diliriskan. Andai dia tau siapa pelaku dibalik masalah mereka dua, pasti dia sakit hati.
Tunggu saja. Gue akan balas semua ini ke lo. Gue bikin lo menderita seperti Luna menderita karena lo!
"Ekhm."
Viko menoleh ke arah sampingnya. Dia lupa, cewek yang bersama Luna tadi masih stay disini.
"Lo temannya Luna?" Tabitha mengangguk.
"Gue mau minta tolong sama lo. Sebelum itu, kenalin." Viko menjulurkan tangannya ke depan gadis itu. "Viko."
"Tabitha." Gadis itu menjabat tangan Viko. "Ada apa?"
"Gue mau minta tolong sama lo, bantu gue biar bisa bicara berdua.
"For what?"
"Gue mau bahas masalalu. Intinya gue nyesal."
"Nyesal?" ulang Tabitha.
"Ya. Gue mau nyelesaikan kesalahpahaman yang belum kelar."
Nyesal? Segampang itu dia bilang nyesal? Kesalahan apa yang buat Luna sampai enggan ketemu dengan cowok ini? Besar kah?
"Trus, setelah itu lo mau ngapain?"
Viko terdiam sebentar, memikirkan jawaban yang pas. Hmm, balikan. Kalau dia bilang balikan, apa dia mau terima?
"Balikan, maybe?"
Tabitha yang minum sembari menunggu jawaban dari Viko langsung tersedak. Bagaimana bisa balikan? Sedangakn Luna sendiri udah punya pacar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luna
Teen Fiction(FOLLOW DULU BARU BACA. JANGAN LUPA VOTE SAIANG) Bukan anak broken home. Punya keluarga, serasa gak punya keluarga. Keluarga utuh, tapi kurang kasih sayang. Semenyedihkan ini gue sekarang. Dan itu yang buat gue mati rasa. Maaf, bukannya gue kurang...