Mual

4 3 0
                                    

AUTHOR

Biarkan waktu yang akan memperbaiki dan berbicara. Ungkapan seperti terdengar sedikit gila tetapi memang benar bahwa seseorang membutuh waktu agar bisa beradaptasi dan mengenal satu sama lain. Membuang rasa kebencian yang pernah bergelayut dipikiran mereka masing-masing. Yang awalnya dinginnya astagfirullah sekarang berubah jadi genit. Yang dulunya jahilnya kebangetan sekarang lebih parah jahilnya sama istrinya sendiri. Umur Rizki lebih tua dari Naya. Mereka berbeda usia empat tahun. Di umur 21 Naya menikah dengan Rizki yang berumur 25 tahun. Dan sekarang Naya menginjak umur 24 tahun sedangkan Rizki 29 tahun, dia akan memasuki umur kepala tiga dimana dia memang harus lebih dewasa dari istrinya yang masih melanjutkan pendidikan Strata 2. Tak masalah jika istrinya lebih unggul darinya. Kadang perusahaan Rizki sering ditangani Naya. Naya adalah wanita yang cerdas, wanita karir, dan menghargai apa yang orang lain berikan padanya meskipun hanya satu buah mangga. Hehee.. Sedangkan Rizki adalah pria yang romantis dan bergelimang harta tapi pernah memiliki cinta yang tragis dan kandas di pelaminan.
Selesai Naya menyiapkan sarapan, dia duduk di meja makan bersama Bunda dan Aasyila. Rizki juga belum turun karena dia masih mandi. Ketika Naya hendak mengambil gulai ikan kembung, entah mengapa perutnya seperti dikocok. Dan rasanya dia ingin memuntahkan isi perutnya. Naya langsung berlari ke kamar mandi. Dia merasa pusing dan mual. Tetapi dia hanya memuntahkan air saja. Dia jadi sensitif mencium bau gulai ikan.

"Mbak Naya, kenapa? Sakit yah?" tanya Aasyila.

"Kenapa sayang?" tanya Bunda yang mendekatinya.

"Aduh Bun, Naya mual mencium aroma ikannya. Nggak tahu kenapa. Huks... Emmm" jawab Naya yang lari lagi ke kamar mandi karena merasa mual. Bunda khawatir Naya sakit. Bunda juga memijat tengkuk Naya.

"Sudahlah kamu istirahat aja yah sayang, mungkin kecapean yah." sahut Bunda. Aasyila hanya memperhatikan kakak iparnya di depan pintu.

"Mbak, kok pucet begitu mukanya. Yakin nggak apa-apa?" tanya Aasyila.
Adiknya langsung memeriksa kening Naya dengan tangannya. Namun, Tiba-tiba Naya merasa sangat pusing dan badannya jatuh ke lantai.

"Eh mbak Naya,,," teriak Aasyila.

"Sayang... Rizki cepat kamu turun!" teriak Bunda yang sangat panik.
Rizki cepat-cepat turun ke bawah dan menuju ke kamar mandi. Badan istrinya panas dan tak berdaya. Dia langsung menggendong Naya dan membawanya ke ruang tamu. Tidur di sofa. Mata wanita itu sedikit terbuka tetapi dia merasa sangat pusing sekali. Rizki mengenggam tangannya dan menyuruh Aasyila mengambil air putih. Naya meminum air putih.

"Kamu kenapa? Sakit? Biar aku panggil dokter yah atau kita ke rumah sakit aja." tanya Rizki yang memangku kepala istrinya.

"Iya sayang, ke rumah sakit aja." sahut Bunda.

"Nggak apa-apa, Bun. Ini cuma pusing aja kok."

"Yakin?" tanya Rizki. Naya hanya mengangguk saja.

"Yaudah Naya hari ini nggak usah masuk kuliah yah. Nanti takutnya kenapa-kenapa." perintah Bunda yang khawatir melihat menantunya.

"Iya di rumah aja." ucap Rizki memijit keningnya.

"Nggak ah aku mau kuliah."

"Hem... Terserah deh. Tapi makan dulu." ucap Rizki.

"Naya nggak selera, Ki. Naya nggak apa-apa kok. Santai aja yah."
jawabnya dan berdiri.
Mencoba meyakinkan semua orang. Rizki pun berangkat kerja tanpa sarapan juga. Rizki mengantarkan Naya ke kampus dan Aasyila ke sekolahnya.

"Kalau ada apa-apa kabari yah beb." ucap Rizki yang senang sekali menggoda istrinya.

"Ya ampun mas, alay sekali beb bab beb... Hahaha..." ledek Aasyila mendengar abangnya yang alay sekali. Naya hanya tertawa saja. Saat Naya keluar. Rizki mengedipkan matanya sambil tertawa. Dia mencoba menggoda istrinya yang sepertinya sakit tapi sok  kuat dan sehat.

"Mas kok alay kali sih. Aku malu punya mamas yang alay..." cetus adiknya Rizki yang masih di dalam mobil.

"Kenapa rupanya, mas alaynya sama istri sah mas. Adik pun alay sama pacar mu itu. Masih mending mas manggilnya beb,,, nah adik manggilnya abi umi wkwwkk.... Ntar putus manggilnya apa yah, hahaha..." jawab Rizki.

"Mas parah banget. Jangan gitulah. Kami kan sehidup semati mas." jawab adiknya.

"Adik jangan pacaran. Ta'arufan aja kayak mas sama mbak Naya. Nanti pacaran bertahun-tahun nggak jadi dahlah, tinggal sakitnya aja." jawab Rizki yang sedang menyetir.

"Tapi kan Aasyila nggak berlebihan mencintainya. Yah nggak apa-apa dong."

"Dasar nih jawab mulu. Dah sampek ini."

"Mas,,,"

"Apalagi?"

"Salim, Mas."

"Nah... Segini aja yah. Bilangnya salim padahal malak abangnya."

"Hehehe... Iya Mas. Thanks ya Mas." jawab Aasyila mencium pipi abangnya dan segera pamit setelah diberikan uang jajan lagi pada masnya. Rizki melaju mobilnya menuju kantor. Saat sampai di parkiran kantornya, Rizki mendapatkan satu telepon.

****

Balai RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang