Bel sekolah membuat para siswa-siswi masuk ke kelasnya masing-masing. Kelas XI IPS dua sudah senyap sejak tadi, tentu saja! Jam pertama hari ini diisi oleh bu Arum, guru killer paling ditakuti semua anak IPS. Bagas dan gerombolannya sudah duduk di tempatnya sejak tadi. Sikap Bagas hari ini berhasil membuat seluruh penghuni kelas itu heran, sejak tadi Bagas diam di tempatnya sembari membaca buku tanpa membuat kerusuhan, tumben.
"Selamat pagi semuanya," sapa Bu Arum ketika masuk ke dalam kelas. Dia membawa buku matematika di tangannya, buku yang dianggap Bagas sebagai benda keramat.
Bu Arum meneliti setiap murid di kelas itu, pandangannya tercuri Bagas, Aduy, dan Geri yang duduk diam tanpa bersuara, "Kalian bertiga. Bagas, Aduy, Geri! Diem terus, gak suka saya ngajar disini?"
Bagas berdecak, dia berdiri dari tempatnya, "Lah. Ibu gak jelas nih, kita berisik salah, kita diem salah juga."
"Tau tuh si Arum, gajelas," celetuk Aduy dengan suara pelan.
"Ya, sekarang kamu duduk, itu di sebelahmu Bangku kosong Gas?" Tanya Bu Arum ketika melihat meja kosong di samping Bagas.
"Iya, gak ada yang isi."
Bu Arum mengangguk pelan sembari berpikir, "Sudah-sudah. Ketua kelas, pimpin do'a nya."
Sudah menjadi aturan untuk berdoa sebelum belajar, itu menjadi kebiasaan yang berakar di setiap murid sekolah. Bu Arum berdiri dari tempatnya, dia pergi keluar dari kelas.. membuat para murid kembali sedikit ricuh. Suasana kelas berubah 180 derajat ketika bu Arum masuk, semua murid langsung diam tanpa bersuara sedikit pun.
"Hari ini bu Aini, wali kelas kalian berpesan. Katanya ada murid baru yang dimasukan ke kelas ini, karena bu Aini ada rapat guru mendadak.. jadi ibu yang kenalin dia ke kalian semua.." Ucapan bu Arum tadi membuat Bagas, Aduy, dan Geri saling berkode mata, mereka saling berbisik membicarakan anak baru tersebut. "Kalian bertiga! Jangan berisik." Guru itu memukul penghapus papan tulis ke meja, membuat Bagas dan kedua temannya terdiam.
"Kamu, boleh masuk.." ucap Bu Arum.
Dara melangkahkan kakinya kedalam kelas yang mulai menyepi itu, dengan rambut terkuncirnya, seragam rapi, dan tas punggung hitam membuat aura murid teladannya terlihat. Hanya butuh waktu sebentar, sudah dua laki-laki yang berhasil mencuri perhatian Dara. Bagas dan Arsa, Dara heran mengapa ada laki-laki yang ditemuinya tadi pagi di kelas ini, dan Arsa.. remaja cerdas namun lebih sering diam kepada teman sekelasnya.
Gadis itu membulatkan kedua matanya ketika melihat Bagas, kebetulan? Dara juga tak tahu kenapa dia bisa bertemu dengan Bagas di kelas ini.
"Neng?" panggil Bu Arum menyadarkan Dara dari lamunannya.
"Neng? Ahahaha.." Aduy tertawa kecil ketika mendengar ucapan Bu Arum tadi.
"Ah, oh.. iya bu," Dara menarik napasnya dalam, "Pagi semuanya. Nama saya Dara Artika, panggil aja Dara. Saya pindahan dari SMA Kejora.. semoga kita bisa berteman baik. " Dara tersenyum.
"Kamu bisa duduk di sana, di samping si Bagas tuh." Bu Arum menunjuk ke salah satu meja. Aduy dan Geri memukul pundak Bagas pelan, "Anjay, kiw kiw.." Gurau keduanya ketika Dara duduk di mejanya.
"Jangan begitu bego, yang ada bikin cewe risih doang." Bagas melepaskan tangan Aduy dan Geri dari pundaknya.
Dara melirik ke sebelah kirinya, "Mimpi apa gue, bisa sekelas ama ini teh sisri.."
"Jangan lirik-lirik, nanti naksir sama gue." Bagas berbicara tanpa menoleh kearah Dara, "Oh iya, rumah temen lo.. ada di SMA ini ya?"
"Jangan kepedean."
Bagas tertawa kecil, dia membalikan badannya, membisikan sesuatu pada Aduy dan Geri, "Ini orangnya, yang gue ceritain ke lo."
"Bagas, Geri, Adul! Saya ingatkan kalian sekali lagi, untuk gak ngobrol di jam pelajaran saya." Bu Arum melempar penghapus papan tulis ke meja Bagas, membuat ketiga orang itu terdiam seketika.
YOU ARE READING
Surat Untuk Dara
Fiksi Remaja"Jangan ganggu gue, Bagas Adiraja." "Kalau lo punya 100 cara buat ngehindar dari gue. Gue punya 1000 cara buat dapetin hati lo." Dara dan Bagas. Berawal dari pertemuan tak disengaja, hingga saling mengisi bilik-bilik kosong di diri mereka. Saling m...