Reyna turun dari motor Jo yang sudah terparkir rapi didepan Mansion milik Ray.
"Makasih kak!" Ucap Reyna tersenyum.
"Sama-sama. Gue pulang duluan. Kalau mampir, kapan-kapan aja. Gue ada urusan" Setelah mendapat anggukan dari Reyna, Jo langsung melaju dari situ.
Reyna perlahan masuk dengan tubuh lemas. Sangad lemas. Ia ingin segera merebahkan tubuhnya. Dia capek bolos seharian.
Ceklek!
Reyna membuka pintu kamar menaruh tasnya disofa dan merebahkan diri.
Samar-samar, ia mendengar pintu kamar mandi terbuka. Ia tidak perlu melihat itu karena dia tau kalau itu adalah Ray.
Disaat ingin masuk ke alam mimpi, tiba-tiba ada tangan kekar yang memeluk dirinya dan berucap kata 'Maaf'.
Reyna tak peduli. Yang ia pedulikan saat ini adalah tubuhnya. Tubuhnya sangat lelah. Ditambah lagi Ray yang memeluk dirinya.
"Maafin aku" Ucap Ray.
Reyna tak membalasnya. Biarlah Ray berbicara seperti berbicara pada tembok. Ia juga tak peduli.
"Kamu denger kan?" Tanya Ray.
"Maafin aku sayang" Rengek Ray semakin mempererat pelukannya. Bahkan kakinya sudah naik diatas kaki Reyna. Tangannya sudah mengunci tubuh Reyna. Kepalanya ia sembunyikan diceruk leher perempuan itu.
Ray hanya mendengar dengkuran halus dari Reyna yang menandakan Reyna sudah tertidur.
*****
Malam Harinya, di Mansion Ray hanya ada keheningan. Karena Reyna yang sedang tak mood untuk berbicara. Apalagi kepada Ray.
Ray hanya menatap segala gerak-gerik Reyna dengan tangan yang dilipat didepan dada.
"Udah marahnya?" Tanya Ray yang benci dengan keheningan yang menyelimuti Mansionnya.
Reyna tak menjawab. Ia fokus kedalam benda pipih ditangannya.
Ray muak. Muak dengan sikap kekanak-kanakan Reyna. Oke. Dia boleh bersikap seperti ini. Tapi, setelah dia mendengar penjelasannya. Lah ini? Belum juga denger penjelasannya.
Ray merebut paksa handphone Reyna yang layarnya sudah retak karena dirinya pernah melempar handphone itu kesembarang arah.
"Denger penjelasan aku dulu" Ucap Ray memegang tangan Reyna.
"Penjelasan apa sih?!" Tanya Reyna pura-pura tak tau. Tentu dia tau arah pembicaraan Ray.
"Tadi itu temen aku. Kita gak ada hubungan apa-apa!" Jelas Ray duduk disebelah Reyna.
Fyi, Mereka sedang di ruang TV setelah makan malam tadi.
"Oh" Jawab Reyna singkat. Tentu bukan itu yang bikin Reyna kesal.
"Kok hanya oh doang?" Tanya Ray tak terima.
"Trus? Reyna harus jawab apa?"
"Gini jawabnya 'hah? Masa sih? Yaudah aku maafin' . Kan kalau kamu jawab gitu aku seneng" Jawab Ray.
"Itu mah enak di Bram aja" Balas Reyna sinis.
"Maafin ya?"
"Jujur nih ya, Reyna bukan mempermasalahkan itu. Reyna juga enggak peduli. Yang Reyna keselin adalah, Bram yang gak beliin Reyna Es krim. Bram gak peka" Ucap Reyna setengah berbohong. Tentu. Karena ia juga kesal melihat Ray yang jalan berdua sambil gandeng-gandengan di kedai Es Krim tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
POSSESIVE RAY (END) ✔︎
Teen Fiction"Lo pacar gue! Dan milik gue selamanya" Ucap lelaki itu memegang lembut dagu Reyna "Kamu mau Reyna jadi milik kamu? Tapi, Reyna gak mau..." Tolak Reyna lembut menatap kedua manik mata cowok tersebut dan tak lupa bibir yang dimanyunin kedepan menanda...