02 - Jajan

1.2K 184 55
                                    

Wilson terkejut mendapati reaksi Willa yang langsung berlari masuk ke rumah. Dia berdiri cukup lama di trotoar seberang jalan rumah Willa, menatapnya miris.

Lelaki dengan kaus oblong berwarna hitam itu menyipitkan mata. Willa akhir-akhir ini kebiasaan menghindarinya. Apa mungkin karena tingkah gegabahnya dua bulan yang lalu? Ya, mungkin saja.

Wilson memutar bola mata dan melanjutkan aktivitasnya berjalan kaki menuju warung di ujung kompleks perumahan.

Sesampainya di sana, dia langsung disambut dengan Farhan yang kali ini mendapat perintah dari ibunya untuk menjaga warung.

"Gue beli mi goreng tiga, mi soto dua, telor sepuluh. Itu suruhan nyokap. Tambah...." Wilson melihat beberapa camilan kesukaan Willa. "Ni, dua ciki, susu stroberi, mi goreng dua, sama roti tiga."

Farhan hampir saja tertawa melihat Wilson. "Lo masih kukuh sama Willa, Wil?"

Wilson menaikkan sebelah alisnya. "Emang kenapa?"

Farhan menggeleng sambil terus tersenyum. "Yah, ya... nggak papa. Kaget aja gue. Tambahan yang lo beli itu seleranya Willa, sampe gue hapal."

Wilson menggelengkan kepala melihat tingkah Farhan yang sangat ingin mengolok-oloknya. Untung saja, hanya manusia satu ini yang tahu bahwa Wilson sudah ditolak Willa. Kalau sampai satu OSIS tahu, bisa habis si Wilson.

Ketika dua kantung plastik belanjaannya diberikan, Wilson langsung memberikan uang, dan tanpa basa-basi kontan pergi dari sana.

Panas matahari perlahan mulai menyengat. Wilson berjalan dengan santai melintasi trotoar perumahan sederhana ini. Tak takut dengan panas matahari yang bisa membakar kulit putihnya di jam setengah sepuluh ini.

Wilson memang kebiasaan berlari pagi keliling perumahan, membantu ibu sampai lupa waktu. Sekarang saja dia belum mengganti baju.

Dengan langkah mantap, Wilson masuk ke rumah Willa yang pagarnya lupa ditutup oleh gadis itu. Kebiasaan Willa yang tidak bisa dilepas. Ketika sendirian di rumah dan menghabiskan waktu membaca buku, Willa selalu lupa untuk mengunci pagar.

Wilson mengetuk pintu rumah bernuansa merah muda itu. Pasti si Willa sedang menghabiskan waktu di dalam dengan membaca novel-novel kesukaannya. Apalagi Willa baru saja menerima paket tadi, sudah pasti gadis itu akan lupa diri.

Tak berselang lama, Willa membuka pintu dengan penampilan yang masih sama. Rambutnya yang dicepol itu pun masih sama, tak kunjung dirapikan.

Melihat Wilson di depan rumahnya, Willa kontan menutup pintu dan berkata, "Sebentar."

Wilson menunggu saja tanpa protes.

Willa kembali membuka pintu dengan rambut yang sudah dikucir satu, walau tidak rapi, setidaknya lebih enak dilihat jika disandingkan dengan pangeran seperti Wilson.

"Ada perlu apa?"

Wilson menahan diri untuk tidak menceramahi Willa. Dia menyerahkan saja satu kantung plastik yang dibawanya. "Makan, jangan lupa."

Willa menggeleng. "Nggak usah. Gue bisa beli sendiri." Dia sedikit mendorong tangan Wilson.

Wilson berdecak. "Nggak nerima penolakan. Gue nggak percaya lo bakal makan."

Biar cepat, Willa menerima saja pemberian Wilson itu. "Kebiasaan lo. Ya ampun." Willa melirik ke isi kantung plastik. "Makasih Wil."

Wilson hanya mengangguk, lalu berbalik. Dalam hati, dia sangat menahan untuk tidak berbicara secara heboh dan berharap Willa menahannya sekali lagi.

"Wil?" Willa memanggil Wilson lagi.

Wilson tersenyum senang dulu sebelum berbalik dengan wajah datar. "Apa?"

Sebisa mungkin Willa menunjukkan sikap biasanya. "Makasih loh."

Ah, ternyata hanya itu yang akan diucapkan Willa. Wilson sedikit menunduk dan mengangguk. "Iya sama-sama." Kemudian, dia pun berbalik dan berjalan lagi.

Mungkin hanya Tuhan yang tahu bahwa kedua manusia itu sedang menyimpan kegugupan dan degup jantung tak stabil melalui sebuah sikap datar yang ditunjukkan.

=Because I'm Fake Nerd!=

Because I'm a Fake Nerd! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang