Putih adalah warna pertama yang ketangkep penglihatan gue. Semerbak aroma melati masuk ke indera penciuman gue. Berikutnya musik khas Jawa dimainkan untuk mengiringi sepasang anak manusia yang pagi tadi terikat perjanjian untuk saling membersamai hingga maut memisahkan, semoga.
Dari tempat gue berdiri, terpampang nyata pesona laki-laki berjas dan perempuam dengan siger sunda. Berjalan melewati setiap tamu yang penasaran dengan kedua mempelai. Gue berusaha menampilkan senyum terbaik di balik masker yang enggak pernah gue lepas sejak dari rumah. Berharap dia masih bisa ngenalin gue, walau gue yakin seluruh atensi pria itu adalah perempuan yang sekarang ini menggamit tangannya.
Nial dan Hanah.
Begitu ukiran berwarna emas yang terpasang di pelaminan malam ini. Adakah keajaiban agar nama wanitanya berganti menjadi Alifa?
Mengenaskan bukan? Bahkan di hari ini pun gue masih belum bisa terima kenyataan. Masih mencoba menghalu ria jika sebenarnya Nial dan Hanah enggak bener-bener menikah.
Tepat tanggal 18 di bulan Agustus ini gue nobatkan jadi hari patah hati nasional Alifa. Yang akan gue kenang setiap tahun, entah sampai kapan. Mungkin sampai Tuhan berbaik hati mempertemukan gue dengan jodoh gue.
Mungkinkah itu Nial?
Enggak enggak...
Gue masih waras untuk enggak membayangkan menjadi istri kedua, selingkuhan atau semacamnya.
Secinta apa pun gue sama seseorang, gue enggak akan pernah sudi jadi menyusup, dan merusak hubungan sesakral ini.
Lagian juga, enggak mungkin lah Nial berpaling dari perempuam semacam Hanah. Apalagi untuk spesies yang kayak gue.
Helloooo?? Mustahil banget lah.
Prosesi adat Jawa yang entah apa namanya kini jadi tontonan hadirin. Gue menyaksikan dengan mata gue sendiri, Nial selalu tersenyum selama ritual. Hanah pun demikian, hati perempuan beruntung itu pasti lagi bungah.
Gue liat ke sekeliling, dan enggak ada satu orang pun yang pasang wajah butek. Kalo pun ada, orang itu adalah gue.
Ralat! Cuma gue!
Jahat enggak sih gue? Merasa tersakiti atas kebahagiaan orang lain, yang jelas-jelas enggak pernah sengaja ngelukain hati gue?
Kadang, gue bisa tetiba nangis. Inget kebaikan Nial yang gue salah artikan. Kenapa gue dibaikin? dibikin baper segala sih? Kenapa ya?
Entahlah. Hati gue dengan lancangnya merasa terkhianati oleh Nial. Padahal logika gue aja yang enggak jalan. Dengan GR-nya gue mikir Nial punya perasaan ke gue.
Ah, mungkin iya, perasaan iba!
"Nial emang masih waras"
Waduh, suaranya nih orang kayak kenal
Gue berharap pendengaran gue salah. Sumpah demi apapun gue enggak mau ketemu sama orang ini!
Leher gue udah berputar ke kanan. Dan mata gue harus ternodai dengan sosok lelaki paling menyebalkan di muka bumi ini.
Barbar!!!
Oh ayolah! di saat hati gue terpotek-potek kenapa juga harus berhadapan sama makhluk astral ini!
"Maksud bapak apa?!" Sorry not sorry ya Bar, gue anti manis-manis club sama lo kalo diluar kantor.
Si Barbar celingukan, entah nyari apa tapi bau baunya enggak enak.
"Ngomong sama saya?" Gue diem dulu. Ngelirik kiri, kanan. Bahkan gue condongin tubuh gue untuk bisa liat siapa orang di sebelah dia. Tapi, gue enggak bisa menemukan korelasi antara Bar-bar dan pria paruh baya di samping dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Balada Cewek Berjerawat
Romance"GUE GAK MAU KALO BERDUA SAMA DIA JI!!" "Lah kenape sih Bar, die pan bendahara, die pegang uang kas jadi sekalian beli keperluan buat lomba mading sama elu" "GAK MAU DIA JELEK, DEKIL, JERAWATAN! MALU GUE BAWA BAWA DIA!" Sontak semua mata tertuju pa...