Mulai

29 16 1
                                    

Aira menghampiri Rasyid, karna ia pun melihat Rasyid. “Hai Syid,” sapa Aira sambil tersenyum.

“Lah? ngapain kamu di sini malam-malam, sendirian lagi.”

“Ciee ... Perhatian banget sih! Aku disini emm .. Eh, anu .. Itu lo apa sih, hmmm .. Oiya! Aku kesasar,” gugup Aira dengan jari kelingking berputar-putar di bibirnya.

Rasyid mengangkat sebelah alisnya dan mengkerutkan keningnya, sepertinya Aira berbohong. Ah! entahlah.

“Kamu sendiri ngapain kesini Syid? B-bukannya kamu jarang keluar malam karna kamu menemani Ibumu yaa?”

“Oh! Aku kesini cuman iseng kok.”

“Serius iseng?” tanya Aira, lalu ia mendekati telinga Rasyid dan ia berjinjit untuk sampai ke telinga Rasyid, maklumlah! Aira kan pendek. Upss! canda pendek. Oke skip! “Kamu ke Kakek Jaka, ya?”

“Gak!”

“Ngaku aja Syid, aku gak bakalan kasih tau siapa-siapa kok, asalkan ... ” jawab gantung Aira sambil melipat kedua tangannya di dada.

“Asalkan apa?”

“Asalkan ... Kamu mau jadi pacar aku!”

Wajah Rasyid seketika langsung memerah, bisa-bisanya Aira berbicara seperti itu. Rasyid tau bahwa Aira menyukainya, namun Rasyid abaikan, toh juga Rasyid sukanya sama Tisya bukan sama Aira. Satu sekolah pun juga pada tau.

“Gimana?” tanya Aira yang tak kunjung mendapat jawaban dari Rasyid. “Ya udah kalo kamu gak mau, ya, aku bakalan ngomong sama Ibu kamu, kalo kamu kesini,” ancam Aira.

“Ngomong aja, gak takut, lagian juga Aku gak dari sana kok.”

“Serius nih? Aku tau dan aku 'pun tau alasan Ayah kamu sakit.”

“Jangan sok tau deh, jadi cewe!”

Aira mendekati Rasyid lalu memeluknya.

“Aku sayang banget sama kamu Syid, dari dulu. Tapi kamu tak pernah menganggap aku ada,” eluh Aira yang menambah eratan pelukannya di tubuh Rasyid.

“Apa sih Ai.” sebal Rasyid sambil mendorong tubuh Aira agar tak terus memeluknya, namun Aira justru mempererat pelukannya.

“Kita bukan mahrom ih! Nanti diliatin orang.” ucap Rasyid sambil terus mendorong tubuh Aira dari badannya.

“Kalo aja Tisya yang meluk kamu, pasti kamu gak bakalan kaya gini, kan.”

Rasyid pun terpaksa mendorong tubuh Aira, ia tak ingin menimbulkan fitnah dan ia pun tak ingin berlama-lama disini. ia pun pergi dan meninggalkan Aira sendirian

“TUNGGU AJA SYID, AKU BAKALAN DAPETIN KAMU GIMANAPUN CARANYA! INGET ITU!” teriak Aira.
***

Rasyid memandang ponselnya yang menunjukkan pesan terakhir yang ia kirim kepada Tisya, gadis itu tidak membalas pesannya, bahkan ia tidak membacanya. Aneh, pikir Rasyid.

“Mungkin lagi sibuk, Syid.”

Laki-laki itu mendongak, “Kak Vania ngintip ya?!”

Vania terkekeh, “Ngga kok, cuma ga sengaja keliatan aja.”

Rasyid lalu memasukkan ponselnya ke dalam saku dan melanjutkan pekerjaannya. Ia akan datang ke rumah Tisya sepulangnya dari kerja.

****

Sepulang kerja, Rasyid benar-benar datang ke rumah gadis itu, tapi ia tidak bertemu dengan Tisya karena kata Bundanya, gadis itu tidak mau bertemu dengan siapapun, dan Rasyid tidak bisa memaksanya untuk bertemu.

Kenangan dan Sayatan [Completed] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang