Chapter 15

648 156 118
                                    


 
 
 
“Masih belum diangkat..?” Tanya Sehun sembari meletakkan koper-koper yang ia turunkan dari mobil sekretaris Kim.
 

Selena menggeleng. “Dua kali tidak diangkat. Mungkin Ibu sibuk. Biar nanti saja mau dihubungi lagi..”. Jawabnya lalu merogoh kunci rumah yang telah dibeli oleh sang Ayah di dalam tasnya.
 

Bukan rumah besar, namun cukup bagus dan layak untuk ditinggali oleh ia dan sang Ayah.
 

Selena masih mengingat raut bersalah sang Ayah karena hanya mampu membelikan rumah sederhana tersebut di kota kecil Ibunya. Keadaan kehidupan Ayahnya berbanding begitu terbalik dengan sebelumnya mengingat sang Ayah benar-benar tidak mau berkaitan dengan apapun lagi dengan uang yang dihasilkan dari perusahaan Kakeknya.
 

“Terima kasih, sekretaris Kim. Hati-hati di jalan..!”. Selena menghampiri sang Ayah ketika mendengar salam perpisahan tersebut kepada sekretaris setia Ayahnya selama mengabdi di perusahaan.
 

“Terima kasih banyak. Semoga kebaikan sekretaris Kim mendapat balasan yang lebih baik..”. Ujar Selena sembari membungkukkan tubuhnya.
 

Mata sekretaris Kim berkaca-kaca, rongga dadanya terasa sesak mendapati keadaan yang tersaji di depannya. Memalingkan wajahnya sebentar sembari menetralkan laju nafas agar tidak kentara bahwa hatinya begitu bersedih karena ke depannya ia tidak akan lagi melayani tuan Sehunnya.
 

Sekretaris Kim mendekat, membungkukkan tubuhnya separuh, masih begitu menyegani dan menghormati seseorang yang begitu ia anggap sangat hebat. “Tuan.. jika terjadi masalah atau membutuhkan bantuan lainnya jangan ragu untuk menghubungi saya. Nona muda juga..”. Berharap dengan ini bisa membayar secuil hutang budinya pada orang yang telah mengangkat derajatnya hingga bisa seperti sekarang ini.
 

Sehun tersenyum tipis, menepuk bahu lelaki yang selalu setia mengabdi padanya selama bekerja. “Tentu.. pulanglah dengan selamat. Sampaikan salamku pada isteri dan puteri cantikmu..”.
 

Sekretaris Kim mengangguk, ingin sekali memeluk tubuh tuan namun begitu sungkan ia katakan. Hingga akhirnya ia hanya menjabat serta mencium tangan tuannya. Setelahnya melajukan mobilnya meninggalkan kota kecil dimana kehidupan baru sang tuan akan dimulai.
 

“Ayo masuk, tuan puteri. Ayah akan membantu membereskan barang, menata semua barang dan pakaian Selena..”. Mengambil kunci rumah dari tangan puterinya lalu menyeret beberapa koper yang dibawa.
 

Selena mengekor, menghela lelah karena memang perjalanan yang ditempuh cukup jauh.
 

“Puteri Ayah tidur saja kalau lelah, biar Ayah yang membereskan semuanya..”.
 

Menjadi haru melihat Ayahnya yang begitu sibuk memindahkan barang-barang ke dalam rumah. Sekaligus menjadi sedih karena ia yakin ini pertama kali sang Ayah membereskan barang-barang. Jika kehidupan yang dulu, jangankan barang-barang seperti koper, menaruh dasi yang telah dipakai saja ada yang bertugas melakukannya.
 

“Tidak, Selena akan membantu. Siapa yang bilang Selena lelah..”. Karena tidak memungkinkan jika menyewa jasa orang lain untuk membereskan barang mereka. Selena mengerti bahwa dompet Ayahnya saat ini begitu tipis.
 

“Tidak apa-apa, tuan puteri. Biar Ayah saja..”.
 

“Tidak mau, Selena mau membantu pokoknya. Titik!”.
 

Sehun terkekeh mendengarnya, sifat keras kepala dan bossynya ternyata menurun sempurna pada Selena.
 

“Okay, Ayah mengalah. Tapi nanti jika lelah langsung tidur saja, hm..?”.
 

“Iya, siap..”.
 

“Selena lapar tidak..?”.
 

“Tidak begitu. Kan tadi sudah makan di tengah perjalanan. Ayah sudah lapar lagi..?”.
 

Soleluna-PDF (HunHan GS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang