Capturing Love

493 70 6
                                    

Setelah beraktivitas seharian di kampus, sengaja Krist menyempatkan waktunya sore ini untuk berjalan-jalan di pusat kota seorang diri. Tugas yang menumpuk membuat ia berpikir kalau otaknya perlu refreshing dan mengajak seseorang untuk me time bukanlah hal yang bagus. Ditambah lagi, mana mau Gun -sahabatnya menemani pergi tanpa tujuan yang jelas? Sebab yang dilakukannya hanya menyusuri tempat, tanpa berniat membeli jajanan ataupun barang yang tersedia sepanjang jalanan. Aneh, tapi jangan heran karena memang seperti itulah dirinya.

Langit mulai tampak gelap, ketika Krist sampai di ujung jalan. Dia pun yang tadinya berniat untuk pulang, segera membatalkan niatnya saat matanya menangkap sesuatu yang menarik di dalam gang yang terlihat sepi pengunjung tersebut. Ia tidak ingat jika ada sebuah toko di sana, dan hal itu menimbulkan rasa ketertarikannya untuk melihat lebih dekat.

Sebuah papan kayu bertuliskan Chéri Store tertancap didinding. Sejenak Krist berdiam di depan toko sebelum, “Hallo?” Ia berucap bersamaan dengan suara lonceng di atas pintu berbunyi, dan seseorang menyambutnya.

“Selamat datang.” Seorang pemuda yang ada di belakang meja kasir menyapanya ramah, dia hanya tersenyum dan kembali melanjutkan kegiatannya; mengelap guci. Ah, hanya ada seorang pegawai ternyata.
Krist pun melanjutkan langkah menelusuri setiap sudut toko yang sebenarnya tidak berbeda jauh dengan toko barang klasik pada umumnya. Namun menurut pengalamannya, tempat ini jauh lebih terlihat rapi karena disusun berdasarkan jenis barang. Seperti saat ini, Krist tengah berada di depan lemari kaca berisi beberapa kamera. Semuanya masih terlihat bagus dan bersih.

Lalu secara tidak sengaja matanya terarah pada sebuah kamera di atas rak paling atas. “Biar saya ambilkan,” kata pemuda yang entah sejak kapan berada di belakangnya.

Krist ingin sekali membentak pegawai yang tiba-tiba datang itu, namun dia memilih menganggukkan kepalanya menanggapi. “Kamera ini memang ditakdirkan untuk Anda.”

‘Sepertinya kalimat itu sudah menjadi trik umum bagi para pedagang dalam menjual barangnya ya? Klasik sekali,’ pikir Krist.

“Ah, ya. Aku ingin membelinya, apakah bisa menggunakan kartu kredit?” tanyanya.

“Ya, saya juga akan memberikan Anda potongan.”

Pemuda itu mengajak Krist kembali ke kasir. Dan setelah beberapa menit mengurusi pembayaran, sebuah tas kulit berisi kamera telah berada ditangannya. “Selamat menikmati hari-hari baru,” kata sang pemuda seraya membukakan pintu.

“Terimakasih.” Krist berucap.
Dan tanpa Krist sadari, sang pemuda terlihat berdiam diri dibalik kaca. Senyuman bahagia nampak di wajahnya, memperhatikan langkah seseorang yang sudah menghilang dibelokkan depan. 'Saya harap kamera itu dapat membantu Anda, tuan.'

Keluar dari toko barang antik, Krist mulai menyusuri jalanan dengan kamera yang menggantung di lehernya. Penasaran dengan kualitas kamera tersebut, Krist pun mulai membidik banyak hal dengan kamera tersebut. Jemari Krist mulai bergerak, mengecek setiap fitur yang ada dalam kamera itu, membidik dengan asal, meneliti fokus dan setiap pengaturannya.

‘Hasil potretnya cukup bagus,' batin Krist.

Krist yang merasa senang memilih berjalan-jalan sembari mengambil banyak sekali gambar pemandangan, ia tak menyangka dirinya bisa membidik dengan bagus dengan hasil yang memuaskan.

“Pemandangan di sini sangat indah, foto ini akan aku pajang nanti,” gumam Krist sambil mengagumi hasil karyanya sendiri.

Krist terus berjalan sampai matanya melihat jembatan di hadapannya, tangannya otomatis mengangkat kamera yang baru dibelinya, dan dia membidik beberapa kali ke arah jembatan itu.

Capturing LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang