kesan pertama

3 1 0
                                    

  **entah baik maupun buruk**

Hari Senin pelajaran pertama jamkos. Anak anak dikelas sangat gaduh. Mereka bermain lari larian, bermain musik menggunakan meja, bernyanyi. Satu kelas begitu ramai. Tapi ada juga diantara orang orang gak waras itu sosok anak yang pendiam dan memilih belajar Hilda namanya.

Arini dan Memey tengah duduk dimeja. Sedangkan mpo dan Nana duduk dibangku bawah meja Arini.

"Weh denger denger UN Minggu depan lho" kata Arini. Arini adalah orang pertama yang selalu tahu mengenai informasi di sekolah bagaimana tidak dia dijuluki kaki tangan guru guru. Yap nakal nakal begitu Arini orang yang bertanggung jawab kalau sudah di beri tugas.

"Berarti waktu kita maen cuma seminggu donk" Memey memasang wajah sedih

"Aduhh duh"

Sedetik kemudian Arini menggeplak kepala Memey.

"Waktu belajar kali maen Mulu pikiran Luh" ceramah Arini

Mpo dan Nana hanya tertawa melihat tingkah mereka.

"Yaelah udah pinter masih aja mikirin belajar Rin Rin " ledek Nana nadanya lebih seperti menyinggung sih.

"Yee.. pinter pinter gua juga harus mikirin gimana caranya biar gak dicontek Ama temen laknat kayak kalian"

"Set elu tuh laknat" sewot Memey menggeplak balik kepala Arini berulang kali mpo dan Nana juga ikut menghajar temen belagunya itu

"Aduh duh duh... Ampun ampun "

"Haha makan tuhhh" tawa  ala syaiton milik Memey ia terus memukul Arini

"Iya-iya sorry, sakit aduh"

Mereka bertiga berhenti saat Arini yang mulai kesakitan.

"Haha mampus Luh"

Tawa mereka pecah mengisi ruangan. Kelas sangat gaduh. Hilda si kutu buku hanya mendelik tak suka ke arah geng RUSUH Arini.

Arini melihatnya tapi tak memperdulikannya.

Seperti biasa setiap pulang sekolah mereka berempat selalu mampir ke rumah Arini  entah sekedar ngasoh, makan nasi goreng buatan Arini, atau juga nemenin Arini yang tinggal sendirian karena kakaknya dan suami kakaknya itu bekerja hingga sore.

Yup Arini memang tinggal bersama kakaknya orang tuanya membawa adiknya tinggal dikampung karna sedang membangun rumah disana.

Awalnya semua terasa rumit pisah dari orang tua terutama mama yang tak pernah jauh jauh darinya. Di tambah lagi salah satu temen dekat Arini mendadak pindah sekolah saat kenaikan kelas 6. Tak ada kabar darinya satu Minggu ia tak masuk kelas hingga diklaim bahwa nesa -temen dekat Arini - sudah pindah.

Kesan pertama jadi anak kelas 6 pun dilalu begitu sakit oleh Arini. Ia di klaim bohong karna awalnya sudah gembar gembor bakal pindah ke kampung bersama orang tuanya.

Mereka berubah,-tidak Memey yang berubah- pikir Arini. Yup sebelum kelas enam Arini tidak akrab dengan mpo maupun Nana. Temannya hanya satu yaitu Memey. Bahkan ia sering di bully teman laki laki sekelasnya.

Tapi hari ini,-tiga hari setelah sekolah dibuka kemabali- bahkan Memey sekalipun berubah sikap padanya. Kehadirannya seolah tak diharapkan lagi oleh sekolah kebanggaannya.

Arini tidak begitu peduli orang orang tak menganggapnya, tapi baginya mendadak tidak dianggap oleh Memey adalah suatu bencana besar bagi Arini.

Dikelas yang begitu sepi, maksudnya ramai tapi ia hanya berada di tengah keramaian orang orang asing.

Arini duduk sendri di bangku paling ujung paling pojok.

Saat jam pelajaran kedua Memey Nana dan mpo saling meriung bercanda ria.

Biasanya Memey hanya akan bercanda dengannya.

Tapi kali ini tidak, Arini hanya sendiri. Ia tak berani nimbrung karna tau pasti akan diusir.

"Ehh kok si Arini balik lagi sih?" Bisik Nana dengan nada tak suka.

Arini melihatnya sekilas orang orang dibangku Memey sedang memperhatikannya.

Ia hanya buang muka rasanya ingin menangis saja ingin pergi pun kaki nya terasa berat melangkah ia penasaran apa Memey akan membelanya saat tahu Arini sedang digunjing?

"Ya,, mungkin dia gak betah kali di kampung" Memey menjawab santai

"Dih gak konsisten banget, kalo pindah ya pindah, ngapain masih disini?" Tambah Nana.

"Eh Nana gak boleh gitu Luh ntar orangnya denger aja" kata mpo. Ia melirik Arini yang membuang muka ketembok.

Mereka bertiga melihat Arini. Ada perasaan iba melihat sahabatnya menyendiri seperti itu. Tapi entah apa yang membuat Memey seperti ini.

"Yaudah lah ntar dia nangis lagi kalo diomongin terus" Nana mendelik sinis pada Arini.

"Mending kita ke kantin yok" ajak Nana semangat.

"Ayokk"

Memey hanya memanggut tersenyum disaat yang bersamaan tatapannya bertemu dengan mata Arini.

Mata Arini berkaca kaca.

Mereka bertiga berjalan keluar kelas. Nana yang paling ceria hari ini ia menggandeng Memey dan merangkul mpo.

Arini tersenyum sekilas. Ia menghapus air matanya. Buat apa dia menangis?

Gua gak salah, gak ngerasa udah malu maluin sekolah,, tapi mereka malah Musuhin gua?? Biarlah toh Memey juga seneng berteman selain dengan gua.

Dua puluh menit Arini habiskan di dalam kelas. Ia nggak mau keluar, nggak mau denger gunjingan Nana soal dirinya, nggak mau liat Memey yang acuh kepadanya. Arini tengah duduk menekuk satu kaki kanan ke atas bangku memeluknya dengan tangan kanan sambil menulis -lebih tepatnya lagi curhat-.

Mendadak perutnya berbunyi minta diisi. Arini berdecih saat mood yang membuatnya nggak mau kemana mana selain dikelas dan dirumah. Kenapa ia diharuskan untuk pergi ke kantin buat ngeladenin si perut yang rame ya kayak lagi ada pesta hajat -nggak selebay itu juga sih-

Akhirnya memutuskan untuk tetap keluar karna rasa sakit dan perih di bagian lambungnya.

Dari pada sakit berabe. Pikirnya.

Lapangan ramai dipenuhi anak kelas 6 dan beberapa juga anak kelas 5 dan 4 yang sedang bermain bola.

Mata Arini mengedar mencari keberadaan Memey. Biasanya ia nggan keluar kalo nggak bareng Memey.

Saat berhenti di koridor sekolah ada beberapa anak laki laki yang masih sekelasan dengan nya berjalan sambil bercanda ria. Masing masing dari mereka membawa secup minuman dingin.

"Weh lihat nih kasian banget si Arini gak ditemenin" julid salah seorang di soraki teman yang lainnya

"Nggak asik dia makanya dijauhin"

"Cupu sih Luh emang enak dimusuhin Memey"

Ejek mereka semua lalu melemparkan akua -cup- bekas ke wajah Arini. Sambil tertawa tanpa dosa mereka berjalan meninggalkan Arini dan sampah sampah mereka.

Arini ingin teriak saja rasanya. Ia nggak tahan sama perilaku teman temannya. Memang sudah biasa dia di bully atau di jailin tapi selama itu bersama Memey. Sahabatnya yang satu itu pasti bela Arini sekuat tenaga. Tapi hari ini rasanya Arini benar benar sendiri.

Ia menangis tanpa suara. Menyembunyikan wajahnya dengan kedua telapak tangan. Tubuhnya lemas dengan lemah ia berjongkok tanpa mau menunjukan wajahnya.

**Malam ini udah dua bab dan bakal terus up sampe dah capek... Walau nih pala pusing banget rasanya. Demi kelegaan otak yang terus terusan ngasih ide rela deh up teruss jadi kumohon votenya. Gak bayar kok;)

My Friend Be BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang