"Cocok jadi cewe gue."
Dara memunculkan wajah datarnya. Menahan rasa senyum yang sangat ingin ditampilkan olehnya. Gadis itu membisu 1000 kata, hanya tertegun ketika ditatap oleh Bagas.
"Gombal mulu!" Dara menjauhkan wajah Bagas, dengan telapak tangannya.
Bagas tertawa, kenapa gadis didepannya ini kuat sekali menahan senyum. "Mulut lo emang gak senyum, tapi mata gak bisa bohong."
Dara menutup kaca helmnya, sekuat tenaga mengontrol dirinya agar terlihat normal seperti biasa. Laki-laki didepannya itu kembali melajukan motor, mengantarnya ke minimarket tempat bekerja.
Bagas membelokan stang motornya, mengatur keseimbangan di tengah macet kota Bandung. Sedangkan Dara, menikmati perjalanan dengan tangannya yang memegang paha miliknya. Peringatan Bagas soal 'Pegangan' sudah kadaluarsa, Dara tak akan melakukan hal itu. Satu alasan yang Bagas pikirkan, mengapa Dara tak mau berpegangan dengannya : Belum jadian.
Bagas memarkirkan motornya. Ikut masuk kedalam minimarket bersama Dara. "Kok gak pulang?" tanya Dara sambil mengenakan rompi minimarketnya.
"Mau baca komik, yang tadi dibeli."
Bagas membaca komik sedari tadi. Tertawa Bagas yang tak karuan sangat membuat minimarket terasa ramai. Minimarket tempat Dara bekerja memang tak terlalu ramai, biasanya ramai saat pagi dan jam pulang anak sekolah, bukan waktu sip Dara.
Baga beranjak dari bangku, membawa lagi tas punggung biru dongkernya, "Gue udah habisin setengah buku, sisanya dirumah aja."
Dara tersenyum, tingkah Bagas ketika membaca dan tertawa tadi.. sangat berbeda 90° dengan Bagas yang biasa ia temui.
"Bawa motor, jangan ngebut."
"Tumben perhatian.."
"Yauda, gue tarik lagi kata-katanya."
Laki-laki itu berdeham, "Yah, udah terlanjur ngebekas di hati."
"Kebiasaan."
Bagas memakai helm dan jaket bombernya, "Duluan Dar!"
***
Dara kini sibuk dengan pekerjaan rumah yang diberikan Pak Asep tadi siang, tentang UUD. Tulisan gadis itu rapi, membuat buku catatannya enak dipandang.
"Dar!" panggil Ayah Dara yang baru tiba. Ayahnya membawakan Dara dua potong kebab yang biasa berjualan didepan rusun.
Dara keluar dari kamarnya, mencari asal bau nikmat yang diciumnya itu. Ayah Dara memang sangat sayang dengan Dara, namun perangai ayahnya yang buruk, seringkali membuat orang salah paham. Tetangga sekitar Dara berpikir bahwa ayahnya itu sering marah dan menyiksa Dara, namun tidak dengan kebenaranya. Ya, memang ayahnya sering pulang dengan keadaan mabuk dan kacau, tapi Dara sendiri tidak terganggu dengan itu, dia sudah lelah menasehati ayahnya.
Usikan dari trauma masa lalu yang selalu menghantui Dara, bukan sikap ayahnya sekarang. Ya, dahulu ayahnya memang kasar dan suka memarahi Dara. Namun setelah Dara mulai duduk di bangku kelas 3 SD, ayahnya mulai mencoba berubah, berhenti melampiaskan kekesalannya pada anak.
Target Dara sekarang adalah membantu ayahnya keluar dari zona nyamannya itu. Meninggalkan kehidupannya yang selalu mabuk-mabukan, berjudi, dan hal-hal jahat yang dibenci Dara. Gadis itu yakin, semua itu membutuhkan proses, tinggal kita yang berjuang didalam proses itu.
"Makasih pa.." Dara duduk disamping ayahnya, memakan kebab yang baru dibeli tadi.
Dara mencintai momen itu, duduk dan makan bersama dengan ayahnya, menikmati hal murah namun berharga bagi Dara.
YOU ARE READING
Surat Untuk Dara
Подростковая литература"Jangan ganggu gue, Bagas Adiraja." "Kalau lo punya 100 cara buat ngehindar dari gue. Gue punya 1000 cara buat dapetin hati lo." Dara dan Bagas. Berawal dari pertemuan tak disengaja, hingga saling mengisi bilik-bilik kosong di diri mereka. Saling m...