Tiga

20 3 0
                                    


Sejak pagi mendung sudah bergelayut manja. Tidak mau lepas sama sekali. Tamara melihatnya terus menerus hingga tersadar sedang dipandangi oleh Feroz. Setelah beberapa saat melalui cermin kecil di meja kerja.

Anak satu itu selalu saja tak berhenti untuk memberikan perhatiannya. Antara memang benar sayang atau kasihan dengan mamanya ini. 

Tamara sudah bekerja sejak tadi. Pekerjaan dari rumah yang berhubungan dengan dunia tulis menulis. Pekerjaan yang cukup untuk memberikan penghidupan yang layak untuk aku dan Feroz. Eh..... termasuk toko online kecantikan yang laris manis. Sampai membutuhkan satu asisten bernama Rosa. Hari ini Rosa meminta ijin karena harus membantu merawat adiknya yang sakit.

Pikirannya sekarang sedang campur aduk. Ada begitu banyak hal yang mengganggu. Apakah ini berarti Tamara memang sudah ada niatan untuk pergi dari suaminya itu? 

Tamara masih berada di depan layar Macbook hasil kerja dari menulis dan toko online. Tapi jari jemari tak kunjung menari. Pikirannya begitu berkecamuk. 

Dia lantas melirik cermin kecil itu. Feroz sedang asyik dengan tugas sekolahnya. Nanti pukul 3 sore, tugas akan dikirimkan melalui chat. 

Mengasyikkan memang bisa 24 jam bersama anak satu ini karena pandemi yang menghantam. Ya, ada suka dan dukanya. Feroz pun senang katanya bisa menjaga Tamara. 

Mengingat beberapa kali dia menemukan wajahnya sudah penuh lebam ketika pulang sekolah. Kalau di tempat umum, Tamara bisa menutupnya dengan masker. Tapi kalau di rumah, mana mungkin?

Sehingga dia berpikiran dengan ada di rumah ayahnya ini tak akan berani memukul.

Dia menghela napas ketika ingatan kembali pada kejadian awal pandemi. Saat diumumkan sekolah diadakan secara online. 

"Wah, senang sekali. Jadi ga sekolah ya?" respon Tamara kala itu. 

Lalu apa tanggapannya?

"Fe senang karena bisa menjaga mama di rumah."

Tamara tertegun sejurus kemudian.

Hanya bisa melongo lalu memeluknya sejurus kemudian.


Suami IdamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang