Kanaka demam, suhu tubuhnya tinggi, tetapi anak itu meracau kedinginan. Sudah dua lapis selimut tebal menggulung Kanaka.
Radella tak tega, wanita itu sampai menangis melihat wajah pucat putera kesayangannya.
"Davin, ayo kita bawa ke rumah sakit, aku tidak mau kondisinya semakin parah," ujar Radella yang saat ini tidur memeluk Naka.
Davin mengangguk, ia berjalan kesisi ranjang sebelah kanan, bermaksud menggendong Naka untuk dibawa ke mobil.
"Daddy fotoin ...." ucapan dari bibir pucat Kanaka menghentikan pergerakan Davin, pria itu terkekeh kecil. Anaknya sedang mengigau.
Dengan mudah Davin mengangkat tubuh panas Kanaka ke gendongan depan, Radella dengan sigap menyelimuti Naka lagi. Ia berjalan duluan keluar kamar lalu menuju lantai bawah dan langsung membuka pintu mobil yang sudah disiapkan.
Radella duduk dibangku tengah memangku kepala Kanaka dengan pahanya sebagai bantal. Sedangkan Davin yang mengemudi. Wanita itu mengelus rambut anaknya dengan sayang. Kening Naka terasa begitu panas.
"Mommy ..." suara itu terdengar sangat lemah.
"Iya sayang?"
"Kepala Naka banyak burungnya diatas, muter-muter," adu Naka, yang ia maksudkan adalah kepalanya pusing.
Tangan Radella beralih memijat pilipis Naka pelan. "Sabar ya, sebentar lagi burungnya mommy suruh terbang,"
Naka tak menjawab, matanya kembali terpejam.
Davin semakin mempercepat laju mobilnya saat mendengar rengekan Naka. Tak lama anak itu kembali bersuara dan itu semakin membuat khawatir para dewasa sekarang.
"Mommy, Naka mau muntah," belum sempat Radella menyahuti, Naka lebih dulu memuntahkan isi perutnya yang hanya air itu.
"Astaga Kanaka," Radella semakin panik, kaki Radella sudah terkena muntahan Naka. Namun ia tak jijik sama sekali, melihat Naka seperti ini membuat hatinya teriris. Jika bisa, limpahkan saja sakit Naka padanya.
Naka masih muntah, kali ini di iringi dengan tangisan.
"Mommy, perut Naka sakit," lirih anak itu, tak lama Naka kembali muntah.
"Davin, cepatlah. Anakku bisa kehabisan cairan!" Radella berteriak dengan tangan yang mengelap kening berkeringat puteranya.
🏀
Naka berontak saat jarum infus akan dipasang dipunggung tangan kiri anak itu. Padahal dirinya sudah lemas. Namun, masih saja bisa meneriaki Davin yang mengunci pergerakan nya.
"Sakit, Naka nggak mau," ujarnya yang pasti sudah dengan menangis. "Daddy durhaka, lepasiin ...."
"Mommy ... Naka nggak mau," kali ini ia mencari pembelaan dari Radella.
Radella sendiri berdiri disamping Naka, memegang tangan kiri anak itu. Sedang Davin memeluk tubuh Naka erat, supaya ia tak bisa bergerak.
"Naka lagi sakit, butuh infus sayang. Nurut ya?" Ujar Radella lembut. Sebenarnya ia juga tak tega, tetapi puteranya butuh cairan.
Suster mulai mencari intra vena di tangan Naka, lalu mengoleskan kapas yang sudah dibaluri alkohol. Naka masih berontak, berusaha menarik tangannya dari cekalan Radella. Hingga jarum runcing itu berhasil menembus kulit putihnya, Kanaka meraung, menangis sejadi-jadinya karena sakit yang ia rasakan.
"Sakit ... mommy ...." rengekan Kanaka menggema diruang rawat VIP ini. Radella pun sama, ibu satu anak itu ikut menangis setiap kali Kanaka sakit dan harus dirawat seperti ini. Ibu mana yang tega melihat anaknya menderita?
Suster sudah selesai memasang infus, lalu memberikan suntikan supaya anak itu bisa tertidur. Lagi, bibir pucat itu menangis kejar saat tulang nya ngilu merasakan obat yang masuk melalui selang infusnya. Namun hal itu tak berlangsung lama, karena Kanaka sudah terlelap saat ini.
Barulah Radella dan Davin bisa bernapas lega.
🏀
Hasil lab darah Kanaka keluar, menunjukan Naka terkena typus. Radella menghela napas berat, sembari mengusap kening yang masih panas itu supaya anaknya tidur dengan nyenyak.
"Maafkan aku sayang," ujar Davin saat selesai memberitahu hasil lab kepada sang istri. Ia menyesal mengajak Naka bersepeda.
Mungkin waktu itu memang kondisi Naka tidak terlalu sehat, ditambah anaknya juga belum makan, jadilah bakteri jahat tersebut masuk ke tubuh Kanaka.
Radella masih tak menyahuti, ia jengkel terhadap Davin yang tidak peka dengan kesehatan puteranya.
"Radella?"
"Diam, sebelum aku semakin marah dengan mu," air muka Davin berubah masam mendengar balasan sarkas dari istrinya.
"Ya sudah, aku akan keluar," ucap Davin akhirnya. Pria itu lalu mengecup bergantian kening sang istri juga anaknya. "Cepet sembuh sayang nya daddy," katanya saat selesai mendaratkan kecupan sayang untuk Kanaka.
🏀
Kanaka rewel, ia tak berhenti menangis setelah bangun tidur tadi. Merengek minta infusnya dilepas. Sudah satu jam Davin menggendong tubuh bongsor itu. Menimangnya kesana-kemari dengan Radella yang memegangi tiang infusan.
"Sayang, sudah ya? Nanti Naka gak bisa napas kalo nangis terus," ujar Davin lembut dengan tangan tak henti mengusap punggung Naka.
"Mau pulang ...."
"Iya, kalo Naka udah sembuh pasti pulang,"
"Sekarang," lirihnya.
Davin tak menjawab, ia masih maju mundur menimang Naka.
"Daddy jangan pura-pura budek. Naka mau pulang ... huwaaa ...." telinga Davin sudah pengar sedari tadi mendengar tangisan merintih sang anak.
"Naka sudah, jangan menangis lagi," Radella mencoba menenangkan, ia juga ikut mengusap rambut hitam Naka yang lepek karena keringat.
"Ayo bobok aja sama mommy, ya?" Kanaka menoleh perlahan, lalu anak itu mengangguk, menyetujui ajakan mommy nya.
Davin merebahkan tubuh Naka dengan hati-hati, kemudian Radella ikut berbaring disebelahnya. Wanita cantik itu mulai mengelus kening sang anak supaya cepat terlelap.
"Mommy, perutku sakit, kayak ditinju daddy," adu Naka dengan meringis.
Mata Davin melebar mendengarnya, kapan dia meninju anaknya sendiri? Mencubit Kanaka saja Davin tidak berani, bisa dipenggal kepalanya oleh sang istri.
Kanaka ini, ucapan nya bisa membuat rumah tangga kedua orang tuanya karam.
"Kapan daddy meninju mu, sayang?" Tanya Davin was-was karena lirikan sinis dari Radella. Naka tak menjawab, anak itu semakin menempel pada Radella dengan tangan yang memegangi perutnya.
"Davin, panggil dokter cepat," suruh Radella dengan panik. Kening Kanaka sudah dibanjiri oleh keringat dingin.
Davin mengangguk dan segera keluar untuk memanggil dokter. Padahal di samping ranjang ada tombol untuk memanggil para medis, kenapa Radella tidak kepikiran?
"Apa sakit sekali, nak?" Tanya Radella lembut.
Naka mengangguk lemah. "Kayak ditinju daddy," ucapnya lagi.
Radella ingin marah, tapi kecemasan nya saat ini lebih mendominasi. Nanti saja ia akan membuat perhitungan kepada sang suami.
Holaa, minta vote nya buat Kanaka ...
Maapkan yang lama up nya :D