Hati gadis itu masih terguncang sejak pertemuannya dengan Darren tadi siang. Dia masih tak percaya, jika pada akhirnya, orang itu bisa menemukannya. Namun, pertanyaannya, bagaimana bisa? Bagaimana dia tahu di mana lokasinya berada? Dan yang terpenting, dari mana dia mengetahui keberadaannya?
Celine mengusap wajahnya frustasi. Tidak mungkin dia akan minta pindah rumah lagi kan?
"Celine," panggilan dari Shani membuat gadis itu menengok. "Ada masalah?" tambahnya.
Celine menggeleng. "Tidak ada, Ma."
Seharusnya dia jujur. Namun, dia tak bisa melakukannya. Karena dia tak ingin lagi menambah beban kedua orang tuanya, terlebih Shani.
"Beneran?" tanya Shani lagi.
"Iya, beneran, Ma ...," jawab Celine lagi.
Sementara itu, Shani masih tersenyum simpul. Dia tak yakin jika anaknya itu baik-baik saja. Terlebih, dia masih belum menyentuh makan malamnya. Padahal, itu adalah menu kesukaannya. Sepertinya, dia harus menanyakan hal ini kepada Melati selepas makan malam. Karena hanya orang itulah yang mengetahui kondisi Celine di luar rumah.
Selepas selesai makan malam dan mencuci piring, Shani langsung menghubungi Melati dengan terlebih dahulu keluar ke halaman belakang. Niatnya agar tidak ketahuan Celine.
"Melati, apa yang baru saja terjadi dengan Celine?" tanyanya tanpa basa-basi.
"Dia datang, Tante," jawab Melati.
"Dia? Maksudmu si cowok brengsek itu?!" Shani menggertakkan gigi. "Tapi, bagaimana dia bisa tahu keberadaan Celine di sini?!"
"Itu yang bikin Meme penasaran, Tante. Ngomong-ngomong, sebenarnya, Meme curiga sama satu anak yang kemungkinan ngaduin lokasi Celine."
"Siapa?"
"Lala, temen sekelas Celine."
><
Bayang cowok itu masih terus menghantui Celine. Senyumannya. Tatapan matanya. Dan yang terpenting ... rasa obsesinya yang masih belum pudar. Membuat gadis itu kesulitan memejamkan mata. Dia masih terpikir dengan cowok itu. Cowok yang tak disangkanya akan kembali menghantui hidupnya.
Kenapa ... kenapa dia harus kembali, Tuhan?
Dadanya bergemuruh. Tubuhnya kembali bergetar hebat ketika mengingat sentuhan dari cowok itu. Air matanya luruh perlahan. Membuat tubuhnya semakin bergetar. Terisak.
Kenapa? Kenapa dia harus kembali?
Isakan tangisnya semakin kencang. Dia ingin berteriak, tetapi tenggorokannya mendadak kering, membuatnya bicara saja sulit. Napasnya semakin tak beraturan. Bahkan, mungkin sekarang dia juga mulai lupa cara bernapas dengan benar. Karena yang ada di pikirannya sekarang hanyalah bagaimana cara untuk menghindari cowok itu.
Dan, bagaimana jika tiba-tiba saja cowok itu memutuskan untuk bersekolah di kampusnya.
Celine memegangi kepalanya yang mendadak sakit.
Jangan ... jangan sampai ... aku nggak mau ketemu cowok itu setiap hari ....
Air matanya semakin deras ketika membayangkan cowok itu akan meneror hidupnya lagi. Menghancurkan hidupnya sekali lagi. Tidak, mungkin untuk selama-lamanya.
"Nggak! Aku nggak mau! Aku nggak mau!" teriak Celine seraya memegangi kepalanya yang semakin sakit, sementara matanya semakin panas dan mengeluarkan lebih banyak air mata. Dia mengerang.
Penghuni rumah yang mendengar erangannya langsung berlari menuju ke kamarnya. Di luar, Vino menekan knop pintu kamar. Terkunci.
Vino menggertakkan gigi. Sial! Lalu, dia menoleh pada kedua orang tuanya. "Dikunci."
KAMU SEDANG MEMBACA
A Lovely Princess
Fanfiction[TAMAT] (16+) Bijaklah mencari bacaan agar terhindar dari hal-hal yang tak diinginkan. Peringatan: Semua yang tertulis merupakan fiksi belaka. _________ Hampir tiap malam, mimpi itu selalu menghantui Celine. Bukan sekedar mimpi buruk, tetapi juga me...