Chapter - 3. Fear Of Losing

921 110 4
                                    

HAPPY READING 📖

----------------------------------------

 "Makan!" Bree tetap memejamkan mata sembari terisak kecil. Pria ini tidak akan bisa menekannya karena ia akan memberontak dalam diam. Seperti ini contohnya. Biarkan saja pria itu berceloteh, memaksa, karena hanya satu yang ia inginkan. Pulang.

"Bree, makan!" Titah yang kedua kali diucapkan pun masih tidak didengar membuat Zeus muak. "Fine, kau tidak mau makan, kan?" Ia tersenyum sinis.

"Pelayan!" teriaknya lantang, mengejutkan Bree juga pelayan-pelayan yang merasa terpanggil. Melihat para pelayan itu menunduk di ambang pintu kamar, Zeus berkata, "Jangan memberikan apa pun untuknya termasuk makanan dan minuman! Jangan memberinya sekecil apa pun benda-benda yang dia butuhkan di sini!"

Perintahnya mengejutkan orang yang mendengar, kecuali Bree. Lebih baik begini. Bree tidak harus menyanggupi semua permintaan atau perintah Zeus. Ia tidak mau dianggap kacung yang tahunya menurut. Akan ia tunjukkan lagi pemberontakan kecil lainnya.

Zeus mengamati begitu dalam tubuh Bree yang bergetar kecil, masih meringkuk dengan gaun pengantin yang tidak diganti. "Kau, jangan mentang-mentang istriku, kau melakukan pemberontakan kecil untuk mengancamku. Mau tak mau, kau harus menerima takdirmu bersamaku. Zeus Ashton," tekan Zeus di namanya.

Bree menulikan telinga. Omong kosong pria ini sama sekali tak mau ia dengar, bahkan untuk membalas sepatah kata pun ia tidak mau. Diam adalah jalan terbaik.

Zeus menghela napas, ia mengambil kembali piring yang semula ia sodorkan kemudian membantingnya hingga makanan dan pecahan kaca bercecer ke lantai. Bree sedikit tersentak. Jantungnya kini berdegup kencang, bukan karena takut melainkan terkejut.

"Jangan ada yang memberinya makan dan minum! Lihat sejauh mana dia akan bertahan dengan sikap keras kepalanya!" Zeus melangkah pergi. Aura permusuhannya menguar, membuat pelayan yang dilewatinya, bergidik ngeri. Hentakan kaki terdengar keras di tempat sepi ini. Mereka tahu majikannya sudah marah dan tidak akan ada yang berani mendekat karena masih dalam mode sensitif.

Beberapa pelayan buru-buru membereskan makanan yang berserakan di lantai marmer ini. Sebagian menatap lirih tubuh majikan perempuan yang meringkuk di ranjang, mengasihani nasib yang menimpanya.

***

"Pingsan?" Zeus mengangkat sebelah alis, tampak meremehkan.

Pelayan yang memberitahukan kondisi Bree, ketakutan. Ia takut salah bicara, namun ia yakin itu benar karena Bree sama sekali tidak meresponnya saat ia mencoba memanggil untuk berganti pakaian.

"Iya, Tuan," cicit pelayan itu sembari menunduk. Dalam sedetik, ia tersentak kaget. 

Zeus berdiri kasar hingga kursi berbahan rotan itu jatuh. Kaki panjangnya melangkah cepat ke kamar. Wanita itu benar-benar menguji kesabaran. Tidak mau makan, tidak mau minum, dan sekali dilarang, malah berulah dengan pingsan.

Ia membuka pintu dengan kasar dan melangkah cepat ke sisi ranjang, melihat dari jarak beberapa meter kondisi menggenaskan Bree. "Kekeraskepalaanmu tidak menghilang, Bree," gumamnya rendah, tersirat kekesalan.

Ia mengambil segelas air  kemudian menyiramkannya ke Bree yang masih meringkuk. Tubuh Bree yang tak merespon, cukup membuat ketakutan. Ia menggoyang kasar tubuh Bree. "Bree!"

Tak ada respon. Kecemasannya semakin meningkat. Ia mundur sejenak, kemudian mengambil ponsel di saku untuk menghubungi Sammy. Astaga, apa yang ia lakukan?

"Sam, datang sekarang juga! Istriku pingsan."

Mendengar helaan napas tak sedap Sammy, ia tahu Sammy mengetahui penyebabnya. Ia menutup telepon setelah Sammy mengiyakan.

Ia duduk di tepi ranjang, menatap lekat wajah pucat Bree yang semakin kacau. Jejak air mata yang melengkat di wajah Bree, semakin memupuk rasa bersalah. Bree hanya belum menerima takdirnya. Bree hanya belum menerima sepenuhnya sosok ini. Jika Bree menerima, ia yakin Bree akan membalas mencintainya meskipun menunggu waktu itu teramat lama, meskipun ia bukanlah pria penyabar, meskipun akan banyak emosi yang tumpah di baliknya.

***

"Lagi, Zeus?" sarkas Sammy sembari mendelik kesal setelah memeriksa kondisi Bree. Bersyukur saja sebelum Sammy datang, Zeus sudah meminta pelayan-pelayannya untuk menggantikan Bree pakaian. Jika tidak, sudah jelas Zeus akan mendapat omelan lebih dari ini. "Dia sudah kekurangan gizi. Kalau kau ingin menyiksanya, pikir matang-matang. Dia sudah menjelang tahap depresi karena ulahmu. Kau menginginkannya mati perlahan?"

Zeus bersedekap dada menantang. "Jadi kau menuduhku?"

"Kau lihat saja kondisi istrimu! Kalau kau membiarkannya, segala penyakit hampir menghampirinya, tahu tidak!" gertak Sammy geram.

"Kau tidak tahu seberapa keras kepalanya wanita ini. Aku sudah menyuruhnya untuk makan, tapi dia membangkang."

"Lalu kau mengancamnya untuk tidak makan dan minum? Oh, ayolah, Zeus. Itu bukan cara yang tepat menangani istrimu. Dia masih belum menerima kenyataan saja. Kau harus bersabar. Jangan membuat kesabaranmu akhirnya membunuhmu. Kau harus memperlakukannya sebaik mungkin. Dia tidak mungkin mengenalmu secepat yang kau harapkan."

Zeus menghela napas. Ia tahu itu. mereka saja yang tidak mengerti maksudnya. Ia bukannya tidak mengerti kondisi Bree, ia paham. Hanya saja ia tidak sepenyabar yang dikira. Ia sudah cukup marah dengan fakta ini. Fakta bahwa Bree sama sekali tidak mengenalnya. Ia membenci ketidakberdayaannya untuk berkata-kata. Ia benci ia tidak bisa bersikap lembut saat mereka bersikap seperti orang asing.

"Aku tahu kau tidak menyukai fakta ini. Tapi, cobalah untuk memahami. Siapa pun yang ada di sampingmu, semuanya akan hilang. Dulu dekat, sekarang seperti orang asing. Dulu pernah berbagi cerita, sekarang jarang bertutur sapa bahkan tak pernah. Dulu sering berbagi perasaan, kini berbeda. Itu adalah fakta menyakitkan yang harus kau terima. Waktu terus bergerak, menjadikannya tak lagi sama." Sammy tersenyum tulus. "Yang kau perlukan hanya bersabar. Kuyakin semuanya akan kembali seperti sedia kala kalau kau mau mengubahnya. Ingat, keselamatan Bree harus kau jaga." 

Zeus tahu. Ia tidak sebodoh itu. Tapi ia harus menunggu sampai kapan? Apa ia harus menunggu ketidakpastian? Bagaimana kalau Bree masih tidak menganggapnya?

"Bersabarlah sedikit. Dia pasti akan kembali ke rumahnya. Kau tidak perlu khawatir terlalu berlebihan. Mungkin sekarang kau sedang diuji untuk lebih bersabar."

"Sampai kapan? Sampai kapan aku harus bersabar? Dia sama sekali tidak mau melihatku! Hanya karena wajah buruk rupa ini dia takut! Wajah ini penyebabnya!"

"Berhenti menyalahkan wajahmu, Zeus. Kau tetap tampan. Hatinya tahu itu kau, hanya saja pikirannya masih belum bisa mengingat. Pelan-pelan, dia pasti akan mengingat bahkan mencintaimu kembali. Sekarang ini pikirannya menguasai. Perlahan hatinya yang akan membuat pikiran buruknya luluh. Percayalah."

Zeus terduduk di tepi ranjang, tepat di sebelah Bree. Ia menatap sendu istrinya yang masih belum membuka mata. "Kau tidak akan tahu betapa takutnya aku kehilangannya untuk kedua kali."

.

.

.

TO BE CONTINUED

Ugly Kidnapper ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang