Jika mencintaimu membutuhkan waktu 1 detik, lalu untukku melupakanmu membutuhkan waktu 365 hari, lebih jika aku tidak bisa.
Seperti biasanya, setiap pagi keluarga Relegan sarapan bersama. Mega dan Nendah telah menyiapkan berbagai menu makanan yang lezat untuk disantap. Haruman dan Ruby sudah berada di meja makan, tidak ada pembicaraan diantara mereka. Begitulah hari-hari mereka, sunyi. Hanya ada topeng saja untuk menutupi segala kekurangan keluarga mereka.
Pandu dan Amaya sedang menuruni anak tangga di susul oleh putra dan putrinya. Dari arah berlawanan Zio datang dengan memegang sebotol air putih dan baju lelaki itu sudah basah bermandikan keringat. Zio segera melangkahkan kakinya menuju anak tangga untuk segera membersihkan diri.
Hal yang sama terjadi, Lili dan Mario hendak turun menuju meja makan dan Zio akan naik menuju kamarnya. Lili memberikan senyum hangatnya kepada Zio, lelaki itu terlalu terpesona melihat kecantikan kakak iparnya itu, andai saja dirinya yang memiliki wanita itu.
Zio menatap Lili cukup lama hingga dia cukup terkejut ketika Mario menepuk pelan bahunya. Di sisi lain, Ruby memperhatikan gerak-gerik putranya itu, ada yang berbeda dari tatapan Zio. Mungkin wanita setengah baya itu akan melakukan sesuatu untuk merusak kebahagiaan Lili dengan cara mempermainkan putra-putranya.
"Selamat pagi." Lili mengawali pembicaraannya dengan mengucapkan salam kepada seluruh anggota keluarga.
"Pagi juga, Putriku." balas Haruman. Hanya haruman saja yang merespon ucapan Lili.
"Mari duduk, Kak." ingin sekali Amaya mempersilakan Lili untuk duduk, namun ia tahu bahwa ia tidak bisa untuk memperbaiki hubungannya dengan saudari iparnya itu dikarenakan adanya Pandu.
Pandu benar-benar marah ketika Amaya berani membentaknya dihadapan ibu dan saudaranya. Dengan geram Pandu menunggu Amaya yang telah selesai membuat tenang Gania di kamar. Wanita lugu itu masuk ke dalam kamar dan ia masih berani menatap mata Pandu.
"Masih berani dirimu menatapku? Bajingan." tanya Pandu dengan santai namun dibalik itu tersimpan amarah yang sedang bergelora.
"Apa aku harus takut? Sudah cukup aku lemah di hadapanmu. Mas."
Lelaki arogan itu bertambah kesal karena seolah perkataan Amaya begitu menantangnya, Pandu bangkit dari kasur dan kemudian menarik tangan Amaya dengan begitu keras dan mendorongnya hingga wanita itu tersungkur di kasur.
Pandu tersenyum seringai melihat istrinya yang kembali takut, "Di mana keberanian mu itu Amaya? Tadi kau terlihat begitu berani, lalu kenapa sekarang nyali mu menciut? Jika kamu seperti itu layaknya seorang jalang."
"Hentikan. Apa kamu tidak mempunyai belas kasihan pada istri dan putrimu? Apa pandanganmu terhadap wanita begitu rendah?" tanya Amaya dengan terisak namun lelaki itu memegang dagu Amaya sehingga wajahnya terangkat.
"Sekarang dirimu berani memakiku tetapi akan kupastikan tidak lebih dari satu jam dirimu akan meminta ampun padaku. Ya, kamu memang benar-benar seperti jalang yang mengemis dihadapanku." bentak Pandu dengan memberikan tamparan hingga keluar darah dari sudut bibir wanita malang itu.
Berkali-kali Pandu menampar wanita itu hingga Amaya terus menangis dan kerap kali berteriak. Namun, tidak ada juga yang membantunya dari siksaan Pandu sebab semua tahu betapa kurang waras nya Pandu jika sudah terbakar amarah.
"Sudah cukup dirimu dekat dengan Lili karena wanita itu membawa pengaruh buruk bagimu. Mulai saat ini aku tidak ingin melihatmu membantu atau berbicara lagi dengan dirinya."
Lelaki itu menjambak rambut panjang Amaya dan terlihat membisikan sesuatu, "Jika kamu berani melawanku maka akan kubuat dirimu lebih sengsara dari hari ini dan akan kupastikan kamu akan segera berpisah dari putrimu." kemudian Pandu mendorong Amaya hingga wanita itu tersungkur dan menabrak meja kecil, tak lupa dia memberi tendangan pada bagian paha wanita itu. Lalu keluar meninggalkan Amaya dengan rambut berantakan, dahinya terluka dan mengeluarkan sedikit darah, matanya sembab, pipinya memerah dan sedikit biru hingga sudut bibir wanita itu mengeluarkan darah.
KAMU SEDANG MEMBACA
TIRANI
Romansa[Based on True Story] Haliaca Putri Pranata--Wanita muda dan lugu itu selalu berpikir, apakah ia pernah melakukan kesalahan sehingga takdir menempatkan dirinya pada lelaki yang tak tahu cara menghargai wanita? Ia masih teringat perkataan Mario setel...