Konverensi dihari ulang tahun Thania selesai lebih cepat dari perkiraan, seperti biasa Reindra segera mengecheck ponselnya.Selama Reindra melakukan kegiatannya Thania akan mengiriminya pesan mengenai apa saja yang ia lakukan dan tempat mana yang ia kunjungi.
"Mas aku di restoran xxxxx beberapa teman kuliahku yang tinggal di Jepang mengundangku untuk makan malam bersama mereka." -Thania
Pesan itu dikirim istrinya pukul 5 sore, dan letak restoran itu hanya berjarak 20 menit jika Reindra berjalan dari tempatnya melangsungkan konverensi.
Reindra berpikir untuk memberi kejutan pada Thania dengan kedatangannya. Sebelumnya ia membeli sebuah kalung untuk istrinya yang tengah berulang tahun itu.
Reindra juga membeli buket bunga mawar putih untuk Thania.
Pria itu sampai di depan restoran pukul 18.15 Reindra mengedarkan matanya dan terlihat wajah Thania yang berseri-seri dengan teman-temannya. Raut wajah yang begitu menghiptnotis Reindra dahulu.
Reindra berjalan ke arah meja mereka perlahan dan mulai terdengar percakapan Thania dengan teman-temannya.
"Jadi kau benar-benar menikah dengan kekasihmu itu?" Thania hanya tersenyum.
"Kupikir kalian akan putus, dan Joseph akan memiliki kesempatan. Kau tahu, dia sudah melakukan banyak hal untukmu, bahkan ketika kau kemoterapi dulu dia yang selalu menemanimu bukan kekasihmu yang selalu sibuk. Dan kau tahu sekarang Joseph sudah menjadi seorang muslim, benarkan Joseph?! Than kau akan sangat menyesal untuk tidak memilih pria ini" Ujar pria berambut blonde sembari merangkul pria berambut coklat.
Reindra yang mendengar pembicaraan itu terkejut, bukan perihal pria lain yang mencintai Thania. Melainkan perkataan teman Thania yang mengatakan bahwa istrinya pernah melakukan kemoterapi.
"Than.." ujar Reindra yang seketika membuat mereka menatap ke arahnya.
"Mas Reindra? Kok disini? Konverensinya udah selesai?"
"Kamu sakit?" Tanya Reindra kali ini dengan nada khawatir dan bersalah.
"Aku? Sakit? Oh.. itu aku bisa jelaskan.."
"Ikut mas pulang sekarang." Tegas Reindra
.
.
.
.Reindra dan Thania kini sudah berada di kamar mereka dengan posisi Thania duduk di tepian kasur dan Reindra berdiri dihadapannya.
"Mas tanya sekali lagi kamu sakit?" Tanya Reindra.
"Aku akan menceritakan keseluruhannya jadi aku harap mas tidak memotong pembicaraanku apa bisa?" Tanya Thania yang diangguki Reindra.
"Aku tahu mas kecewa saat aku memutuskan untuk mengambil beasiswa S2 ku di german bukan mengikuti mas ke Amerika. Memang benar untuk jurusan yg ku mau lebih baik di German tapi itu bukan satu-satunya alasanku. Karena aku sangat mencintai mas, aku bisa melepaskan semua impianku untuk bersama mas. Tapi di tahun terakhir sarjanaku, aku menerima kenyataan pahit setelah menerima hasil general check upku. Aku menderita kanker otak stadium 3. Saat itu aku tidak punya pilihan mas, aku tidak mungkin memberitahu mas yang kala itu tengah sangat kesulitan di tahun tahun awal di departemen anak. Aku juga tidak bisa memberi tahu ibu karena jika ibu tahu semua orang akan mengetahuinya termasuk mas. Aku tidak ingin itu terjadi. Saat itupun aku tidak berpikir untuk menyerah, aku hanya berpikir untuk menunda sebentar kebersamaan kita sampai aku kembali pulih dan bisa berada di sisi mas sebagai seseorang yang layak. Akhirnya Aku memutuskan untuk tetap tinggal di German, melanjutkan studyku sekaligus menjalani pengobatan. Joseph menolongku yang pingsan di hari pertamaku menjadi mahasiswa pasca sarjana, saat itu aku belum melakukan kemoterapi aku masih mengkonsumsi obat-obatan yang di berikan dokter dan Joseph menemukan obat-obatan dalam tasku kebetulan mendiang ibunya mengkonsumsi obat yang sama sehingga Joseph langsung mengetahui keadaanku, sejak itu kami berteman. Saat aku mulai menjalani kemoterapi Joseph selalu datang tanpa aku memintanya, aku menyadari perasaan Joseph padaku tapi saat itu aku tidak memiliki tenaga untuk berdebat dengannya atau mengusir seseorang yg ku anggap sahabat dan Joseph tidak pernah melebihi batasannya sebagai teman jadi aku membiarkannya untuk berada disisiku meski akhirnya di tahun terkahir pasca sarjana kami aku menyakiti hatinya dengan mengatakan bahwa aku tidak bisa memberikan hatiku bahkan jika aku ingin, karena seluruh hatiku sudah kuberikan untuk kekasihku. Dan itu kali terakhir aku melijat Joseph. Sampai hari ini aku baru bertemu kembali dengannya." Jelas Thania yang di akhiri dengan helaan nafas berat.
Sedang Reindra terpaku, mendengar setiap kata yang terlontar dari bibir gadis itu.
Tak ada kata yang bisa terucap dari bibir Reindra. Pria itu segera memeluk gadis yang sudah hampir setengah tahun sah menjadi istrinya.
Sebuah pelukan hangat yang sudah lama tak ia berikan pada gadis itu.
Reindra memeluk gadis itu erat dan menitikan air matanya. Sedang Thania yang menyadari suaminya tengah menangis, mengusap punggung pria itu perlahan.
"Aku sudah baik-baik saja mas, jangan khawatir."
Reindra melepaskan pelukannya dan menatap istrinya.
"Aku memang buruk, sebagai kekasihmu dan sebagai suamimu. Than.. bagaimana caraku untuk mendapatkan maaf darimu? Apa yang harus kulakukan?" Tanya Reindra dengan air mata mengalir dipipinya.
"Apa kamu bisa mengatakan bahwa kamu hanya mencintaiku mas?" Tanya Thania dengan pandangan yang sulit diartikan.
Reindra terpaku mendengarnya, perasaan bersalah menyeruak membuat pria itu menundukan kepalanya.
Lengan Thania terulur menyentuh kepala Reindra, mengusapnya dengan sayang.
"Aku hanya bercanda, aku sudah memaafkanmu. Kamu tidak bersalah atas apa yang terjadi." Ucap Thania hangat.
"Jangan berkata seperti itu Than, kamu membuatku tampak sangat buruk. Hukum aku semaumu, aku akan menjalaninya Than, jika aku tidak bisa mendapatkan maafmu hukum aku seberat kau mau." Ucap Reindra sungguh-sungguh.
Thania terdiam begitupun Reindra yang kini sibuk memendangi wajah istrinya.
Thania mengambil ponselnya, mengecheck sesuatu. Lalu setelahnya menatap Reindra.
"Oke kalau gitu, hukuman mas adalah selama 21 hari mas harus nurutin apapun yang aku mau dan aku bilang. Aku ga nerima penolakan selama 21 hari. Deal?" Tanya Thania yang mendapat tatapan heran dari Reindra.
"Cuma itu?" Tanya Reindra memastikan.
"Iyah, kenapa mas keberatan?"
"Nggak, sama sekali nggak tapi kenapa harus 21 hari?" Tanya Reindra lagi
"Karena di hari ke 22 aku punya sesuatu special untuk mas" jelas Thania sambil tersenyum.
Sedangkan Reindra hanya mengangguk bingung, tapi baginya saat itu hanya itu yang mampu ia berikan untuk menebus kesalahannya pada Thania.
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Shining Heart
FanfictionTentang seorang gadis yang tetap mencintai takdir yang telah mengoyak seluruh dunianya. Dear reader budayakan untuk follow akun author ya, tinggalkan jejak kalian juga dengan vote dan komen sebagai bentuk support ya👍 Ceritanya kemungkinan akan Auth...