Hai.. Kenalkan.. Ini Aku.. Aku yang terlanjur rapuh. Aku yang terlanjur putus asa. Aku yang terlanjur enggan untuk hidup..
Bagaimana tidak ?
Hari itu..
Ini foto siapa?! Jujur saja!! Dasar laki-laki tua sialan!
Setidaknya suara itu yang Aku dengar samar-samar dari kamarku. Suara wanita paruh baya yang aku kenal dekat. Suara yang selalu membuatku hangat. Suara yang selalu membuat pagiku berkali-kali lipat terasa lebih baik. Namun, hari itu suaranya terdengar penuh amarah, emosi dan memuakkan. Itu suara Ibuku. Suara Ibu yang membangunkanku dengan lembut setiap pagi. Hampir ku berpikir, apakah ada wanita lain yang berani-beraninya berteriak di rumahku yang hangat. Tapi, setelah ku dengar lebih baik lagi, benar.. itu suara lembut Ibuku yang nadanya dinaikkan mungkin sekitar 7 kali lipat.
Apa?! Dia bukan siapa-siapa?! Aku hanya dengan sukarela menerima foto wanita itu ketika aku sedang berjualan. Dia adalah pelanggan setiaku. Mana mungkin aku menyinggung perasaan pelanggan baikku!!. Wanita gila! Apakah akal sehatmu sekarang sudah tidak berfungsi?!
Akhirnya aku dengar lagi suara yang menyahuti amarah Ibuku. Suaranya berat, namun juga ditinggikan. Sepertinya ayahku sama murkanya dengan Ibuku.
Entahlah, aku tidak tau siapa yang bersalah dan siapa yang harus disalahkan. Aku tidak tau juga siapa yang berbohong dan siapa yang bisa dipercaya. Persetan, aku yang baru berusia 13 tahun ini harus mendengar semua keributan ini. Tidak bisakah mereka menyelesaikan urusan mereka dengan diam. Aku sudah cukup pusing dihadapkan dengan ujian nasional. Sialan! Apakah akan berguna jika aku belajar?! Masa depanku seperti sedang digantungkan di tepi tebing.
BRUUUAAAKKKK !!
Yah, itu adalah suara pintu kamar yang dibanting oleh Ibuku. Aku menghela nafas sedikit, berharap sedikit beban di dadaku ikut dihembuskan bersama nafasku. Nyatanya, beban di dadaku, ditubuhku masih terasa berat. Aku memeluk kakiku, berharap mendapatkan kehangatan. Air mataku mengalir. Pikiranku melantur ...
"Ka, Papa hari ini pulang loh ke rumah.."
"Beneran mah? Jam berapa Papa sampai rumah?", tanya anak kecil dengan gaun kuning sambil tersenyum sumringah. Matanya berbinar-binar menunggu jawaban wanita di hadapannya.
"Hmm.. kalau dari Malaysia ke sini, karena dekat, 1 jam saja pasti Papa bisa sampai. Palingan jam 3"
"Hah? jam 3?", anak itu menoleh ke arah jam dinding dengan bingung. "Kakak gatau jam 3 itu jam berapa.."
Wanita itu tersenyum sambil mengelus rambut anak di hadapannya. "Jam 3 itu kalau jarum pendeknya di angka 3 kakak.. Yaudah, kakak tungguin Papah ya di rumah. Kakak gausah kemana-mana hari ini. Katanya Papa bawain buah melon kesukaan Kakak"
"Wah.. iya mah... "
Air mataku mengalir, merindukan kehangatan keluargaku.
Sudah 3 tahun terakhir ini keluarga ini semakin aneh. Tidak ada kehangatan yang terasa. Papa mulai jarang pulang ke rumah. Tapi alasannya kerja. Papa memang masih rutin menelfon. Tapi, Papa mulai sulit untuk dimintai biaya sekolah dan biaya hidup.
Berapa belas tahun aku kerja susah payah untuk biayai kamu makan dan hidup.
Setidaknya itu adalah kalimat yang ku makan setiap kali aku menelpon ayahku. Cukup sering ku dengar. Hampir selalu. Namun, kalimat itu tetap pahit untuk ku telan.
Yang benar saja. Apakah keberadaanku disini atas permintaanku? Ataukah mungkin keberadaanku adalah suatu kesalahan? Bukankah menghadirkanku di dunia ini juga menjadi tanggung jawabnya untuk membesarkanku? Tapi, pada kenyataannya, aku hidup seperti berutang pada orang tuaku sendiri.
Aku yang hidup dengan biaya pas-pasan ketakutan akan suatu hari ayahku akan melepas tanggung jawab untuk menyekolahkanku. Bagiku, pendidikan adalah segalanya. Aku tidak apa-apa jika hidup susah asalkan aku bisa menempuh seluruh pendidikanku hingga selesai. Bagiku, dunia ini terlalu keras. Hanya mereka yang mampu bertahan yang akan tetap hidup dan yang tidak mampu bertahan dan beradaptasi, dia akan terseleksi dari dunia ini. Bagiku juga, pendidikan adalah salah satu peganganku untuk meraih masa depan yang lebih baik.
Karena semua itu, aku yang berumur 11 tahun sudah mulai bekerja sebagai tutor bahasa inggris. Syukurlah, Tuhan masih memberkahiku dengan kepintaran. Setidaknya kepintaranku masih bisa kumanfaatkan untuk menghasilkan uang. Aku juga mulai berjualan online untuk menambah penghasilan. Tak mudah bagi anak 11 tahun menghadapi dunia itu. Anak yang masih muda harus menghadapi anak kecil yang harus ia didik. Padahal dirinya juga butuh dididik lebih. Berjualan juga tidak mudah ternyata. Melayani satu per satu pembeli. Ah sudah lah.. mungkin kau bosan dengan ceritaku mencari uang. Kau akan lebih baik medengarkan seminar dibanding membaca cerita ini jika itu tentang motivasi mencari uang.
Ahh. Aku memang suka bercerita. Tak terasa, sambil pikiranku mengambang jauh ke belakang, jariku menari di atas keyboard agar kalian bisa melihat apa yang aku bayangkan. Tapi, saking jauhnya, aku bercerita kebanyakan hingga kalian mungkin muak dengan semua ini. Baiklah, biar ku akhiri ceritaku disini. Nanti, aku akan berkelana lagi ke masa laluku, sambil ku terjemahkan dalam kalimat-kalimat ini. Mungkin jika hidup kalian amat terberkahi dan waktu kalian luang, mungkin kalian bisa mengisinya dengan memahami kisah piluku. Dan mungkin jika hidup kalian jauh tidak beruntung dibandingku, maka lihatlah , betapa kuatnya kalian, karena kini, aku yang tidak kuat lagi ini bercerita melalui tulisanku yang mungkin akan memuakkan banyak orang. Baiklah, biarkan aku mengakhiri ceritaku dengan tanda koma, agar cerita ini bisa terus berlanjut, agar aku memiliki tempat untuk menuangkan segala pilu laluku,
KAMU SEDANG MEMBACA
PILU
Non-FictionCerita ini hanya tentang Aku. Aku yang tidak terlalu penting bagimu dan Aku yang tidak menarik untuk Kau cari tau. Ini hanya tentang Aku yang sedih, pilu dan ingin menenggelamkan diri dalam semua pedih. Jika bagimu, cerita tentang Aku hanya akan mer...