BAB 27: Perubahan Arini

122 10 5
                                    

Brandon

"Ibu ke mana?" tanya Brandon kepada sekretaris Iin. Pria itu sekarang berada di depan ruangan istrinya.

Wajah sekretaris Arini tampak tegang. "Ibu ... ada meeting dadakan, Pak."

Kepala Brandon bergerak sedikit ke kiri. Matanya menyipit melihat sekretaris tersebut. "Meeting dadakan? Kamu kenapa tidak ikut?" selidiknya curiga.

Brandon tahu jadwal istrinya. Arini selalu memberi kabar saat ada meeting dadakan, tapi sekarang tidak ada kabar apa-apa darinya.

"I-iya, Pak. Tadi saya sedang ada kerjaan, jadi tidak bisa ikut Ibu."

"Meeting di mana?"

"Di ... luar, Pak," sahut perempuan itu gugup.

"Sudah lama?"

"Sekitar dua jam yang lalu, Pak."

Bran mengangguk pelan. "Saya tunggu di dalam aja."

Tanpa menunggu respons dari sekretaris itu, Brandon beranjak masuk ke ruangan Arini. Dia berusaha meredam rasa penasaran, karena tidak ingin salah berbicara dengan sang Istri nanti. Pria itu memilih duduk di sofa panjang menanti kedatangan Iin.

Lima menit kemudian, Bran mengeluarkan ponsel. Tidak ada satu pesan yang masuk dari sang Istri. Akhirnya dia memutuskan untuk menghubungi Arini.

"Aneh, kok nggak ada jawaban?" gumam Bran menatap layar ponsel saat tidak mendapat jawaban dari istrinya.

Dia kembali menghubungi Arini. Tiba-tiba terdengar dering ponsel istrinya di luar ruangan. Seketika embusan napas lega keluar dari sela bibir.

Tak lama kemudian pintu terbuka. Sosok yang ditunggu menampakkan diri. Kening Brandon auto berkerut melihat raut wajah Arini yang tampak begitu lesu dan pucat. Pria itu bergegas menghampiri Istri tercinta.

"Kamu kenapa, Sayang?" risik Brandon khawatir.

Arini menggeleng pelan. "Capek aja habis meeting," sahutnya berbohong.

"Kok bisa dadakan sih meeting-nya?"

Wanita itu langsung menenggelamkan diri di dalam pelukan hangat Bran. Dari dekat ia bisa mengendus aroma woody, parfum yang menjadi ciri khas pria itu sejak bekerja di perusahaan The Harun's Group.

"Kamu nggak pa-pa?" tanya Brandon saat merasa ada yang aneh dengan sang Istri.

Arini menggelengkan kepala masih memeluk suaminya. "Cuma capek aja. Makanya peluk kamu biar energinya full lagi."

Brandon mengusap belakang kepala wanita itu sembari memberi kecupan di puncak kepala yang terbungkus kerudung biru muda.

"Aku khawatir banget karena kamu nggak ngomong kalau ada meeting dadakan. Apalagi pulang-pulang wajahnya udah pucat kayak gini."

Arini mendongak sehingga bisa melihat raut khawatir suaminya. "Overthinking aku pindah ke kamu ya sekarang."

"Bukan overthinking, Sayang. Habis kamu kalau ke mana-mana selalu kasih tahu. Ini nggak. Pergi tanpa kabar."

Tumit Iin terangkat ke atas ketika memberi kecupan di bibir Bran. Sesaat kemudian dia melepaskan pelukan sambil menarik napas panjang.

"Tuh 'kan. Energi aku udah terisi penuh habis peluk kamu," serunya sembari mengangkat kedua telapak tangan sebahu. Arini berusaha sekuat tenaga menyembunyikan perasaan yang sebenarnya.

"Nanti jangan kayak gini lagi ya? Walau dadakan, kasih tahu aku biar nggak khawatir."

Senyum lembut tergambar di wajah Iin ketika memandang suaminya. "Siap, Bos. Kalau mau, nanti pasang tracker aja biar tahu aku ada di mana," gurau wanita itu.

JUST MARRIED (Trilogi Just, seri-3 / Final)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang