"Assalamu'alaikum."
"Assalamu'alaikum," sekali lagi cowok itu mengucapkan salam sambil melihat dalam rumah dari luar karena pintu rumahnya sedikit terbuka.
"Waalaikumsalam," sahut orang dari dalam.
"Eh, Nak ada apa?" tanyanya.
Sebelum cowok itu menjawab, wanita paruh baya itu lebih dulu memanggil anaknya.
"ZAHRA!"
"APASIH?" Zahra menyahut dari dalam kamar lalu keluar karena di panggil oleh mamanya.
"Lanjutin nyapu," perintah wanita paruh baya itu.
Zahra langsung saja menekuk wajahnya, mau membantah tapi ada tamu. Sebelum masuk ke dalam untuk melanjutkan menyapu, Zahra sempat melirik sekilas ke arah cowok itu.
"Jadi ada apa, Nak?" tanyanya lagi.
"Maaf, tadi aku malah kunci dari luar. Soalnya aku gak tau Bu kalo seharusnya kuncinya sama Ibu," cowok itu menyerahkan kunci gerbangnya.
Jadi tadi setelah mobil kakaknya Hasby keluar dari halaman rumah Zahra. Hasby disuruh untuk mengembalikan kunci gerbangnya ke Fatimah, mama Zahra.
Alih-alih mengembalikan kunci gerbangnya, Hasby malah mengunci gerbangnya dari luar. Tapi, setelah Hasby di tanya oleh kakaknya, dan kakaknya mengetahui kalau Hasby mengunci gerbangnya dari luar. Hasby disuruh membuka kembali gerbangnya dan kuncinya di kembalikan ke Fatimah.
"Iya, Ibu sampai bingung lho tadi kenapa di kunci dari dalem."
"Maaf ya Bu. Sekalian aku mau pamit berangkat ke tangerang lagi," cowok itu menyalami Fatimah.
"Iya Hati-hati ya, Nak Hasby."
Ya, cowok itu adalah Hasby Atha Zhafran. Tetangga sebelah Zahra.
Hasby mengangguk. Langsung saja pulang karena sudah di tunggu oleh kakaknya.
Sebenarnya Hasby pulang ke Bandung karena sedang libur di pesantrennya.
Entah kenapa Hasby tiba-tiba kepikiran dengan gadis itu,
Menarik.
Satu kata yang cocok untuk Zahra menurut Hasby.
Sedangkan Zahra belum juga selesai menyapunya. Gadis itu malah bernyanyi tidak jelas. Tidak lupa sapu menjadi mic dadakannya.
"Bukankah kamu juga merasa..."
"Dingin mulai menjalari percakapan kita,"
"Pertanyaan kamu sedang apa?"
"Terkesan hanya sebuah formalitas saja," Zahra membanting sapunya ketika adiknya merecoki gadis itu.
"Berisik! Enak juga nggak suaranya," ucap Erike Melati Putri, adik Zahra.
"Apa sih lo?! Suka-suka gue. Kalo lo risih mending sana main aja."
"Gue main, di bilang main terus. Gue gak main-main, di suruh main. Mau lo apa sih?"
"Terserah lo deh."
Zahra tidak memperdulikan adiknya lagi. Kini gadis itu benar-benar melanjutkan menyapu yang tertunda karena konser dadakannya.
Zahra menghela napas, ketika melihat si Bungsu berancang-ancang untuk merecokinya.
Satu lagi, pengganggu ketenangan Zahra yaitu, si bungsu Dhini sekar Eranie. Sekar masih berumur 4 tahun. Bocah cilik itu bersekutu dengan Melati untuk selalu merecoki Zahra.
KAMU SEDANG MEMBACA
the pursuit of love santri
Teen Fiction"Kamu tahu kan, bahwa pacaran sebelum menikah itu tidak di perbolehkan dalam islam karena itu mendekatkan kita dengan Zina, hm?" tanyanya. Gadis itu mengangguk saja. "Cukup kamu tunggu aku datang ke rumahmu bersama keluargaku, Zahrana. Jangan seper...