“Aku tak mampu mengembalikan masa lalu, tetapi aku mampu untuk membangun masa depan hanya bersamamu”
Prasetyo sudah diperbolehkan pulang ke rumah, sehingga Nadira mendapat kesibukan baru untuk merawatnya. Raka turut pula menjadi suami yang siaga dalam membantu Nadira jika ada yang diperlukannya. Waktu bersama untuk berdua sangat sedikit. Prasetyo tidak pernah ingin ditinggal dan sengaja meminta Nadira menemaninya hingga tertidur. Akhirnya Rasa merasa terabaikan, tetapi ia tak ingin terlalu banyak menuntut.
Baginya, ini adalah kesempatan sang istri untuk berbuat baik pada papanya. Tidak ada orang lain yang bisa menggantikannya. Raka menyadari bahwa kondisi sang mertua yang tidak berdaya dan butuh perhatian. Ia tidak ingin menjadikan istrinya sebagai anak yang tidak berbakti. Secara kebetulan ada panggilan dari panti memintanya agar segera datang.
“Kamu akan pergi sendiri, Mas?” tanya Nadira merasa tidak enak.
“Iya, Sweetie. Tidak masalah pergi sendiri. Mas Raka juga sudah gede, bukan anak kecil lagi yang perlu dituntun, ‘kan,” sahut Raka sambil melipat beberapa lembar baju untuk persiapan menginap.
Nadira membantunya merapikan dan memasukkan ke dalam koper.
Kebetulan sekali ia juga sudah meminta ijin kantor. Bu Nuraini sedang sakit dan ia ingin menemuinya.Raka tidak dapat mengabaikan wanita yang telah membesarkannya sedari kecil. Kabar yang diterimanya, Bu Nuraini jatuh dari kamar mandi dan kepalanya membentur lantai. Ia belum mengetahui tingkat keparahannya karena masih dirawat di rumah sakit sejak empat hari yang lalu. Tidak ada yang menerima telepon darinya sejak dua hari ini.
“Apakah Mas masih belum mengetahui kondisinya?” tanya Nadira merasa prihatin.
Bagaimana pun Bu Nuraini adalah orang penting dalam hidup suaminya dan sudah sepantasnya sebagai menantu, Nadira merasakan juga apa yang dirasakan suaminya. Raka masih mempertimbangkan bawaannya untuk kebutuhan selama 2-3 hari saat menginap nanti.
Beberapa oleh-oleh juga sudah dibelikannya, maka ia mengaturnya dalam koper. Ada juga yang sudah dimasukkan dalam kotak. Biasanya anak-anak panti sangat bahagia jika ada yang datang sambilmembawa hadiah. Wajah mereka tampak berseri-seri. Raka tersenyum ila mengingat ada 25 anak-anak yang masih tinggal di panti sekarang dengan delapan orang pengasuh dan tiga orang pekerja yang di danai oleh donatur.
“Aku belum tahu. Aku tidak bisa menghubungi panti beberapa hari ini. Mungkin mereka sibuk, tetapi aku akan mengetahui kondisinya saat tiba di sana nanti,” jawab Raka.
“Tapi kamu tidak lama, ‘kan?” tanya Nadira.
Raka menghentikan kegiatan dan menatap Nadira sambil tersenyum.
“Tentu tidak, Sweetie. Bagaimana mungkin Mas Raka bisa meninggalkan dirimu terlalu lama? Bagi Mas, kamu adalah segalanya dan Mas punya kewajiban atas dirimu sekarang. Percaya, ‘kan!” sahut Raka dan kembali meneruskan kegiatannya.
Nadira menganggukkan kepala dan balas tersenyum. Ada rasa cinta yang terkandung dalam kalimat sang suami dan ia dapat merasakannya. Setelah semuanya siap, Raka ingin pamitan dengan mertuanya. Namun, Nadira mencegahnya.
“Nanti kusampaikan karena Papa baru saja tidur. Semalam tidurnya tidak lelap,” ucap Nadira.
“Benarkah! Jadi kamu juga tidak tidur semalam?” tanya Raka dengan raut wajah khawatir.
“Nggak juga. Aku masih sempat tidur lelap karena Papa tidak berniat membangunkanku. Kasihan katanya,” sahut Nadira cepat.
“Baiklah kalau begitu. Titip pamit ya buat Papa. Insyaallah jika kabarnya sudah stabil, Mas akan segera pulang,” janji Raka.
KAMU SEDANG MEMBACA
The License of Love
Любовные романыBerawal dari keinginan sang mama ingin melihat Nadira menikah sebelum meninggal dunia. Keinginan itu dipenuhi Nadira dengan Raka, kekasihnya. Pernikahan pun dilakukan secara sederhana. Prasetyo terpaksa menyetujui juga, meskipun sebenarnya tidak. ...