Pecundang

413 51 12
                                    


"Hei, apaan nih kamu kita ajak nongkrong tapi bilang ga bisa tapi sekarang kamu di sini?" Dua orang yang ga aku kenal tiba-tiba muncul dari kerumunan dan langsung duduk bergabung di mejaku dan Luca, sementara dia keliatan kaya yang sedikit terkejut. Orang yang bicara barusan berbadan besar berotot dan berleher tebal, ngingetin aku sama Shaun Knight, pemain rugby inggris. 

Hari itu hari Sabtu di bulan Mei. Meskipun musim semi, matahari udah terik dan langit keliatan biru banget. Luca sengaja ngajak aku jalan. Perubahan suasana katanya. Setelah berkeliling di taman kami mutusin buat sekalian makan siang.

"Ada apa ini? Apa... Apa... Apa yang sedang kalian lakukan di sini?" Luca seperti ga percaya sama yang dia liat, wajahnya memerah dan masih kebingungan.

"Mejanya masih kosong, belum pada pesan ya? Permisi, boleh minta menunya ke sini?" Orang yang satunya lagi berteriak. Dia berwajah simetris, matanya cokelat muda dan idungnya mancung banget, rambutnya dijambul dan ada janggut dan kumis tipis menghiasi wajahnya. Dia tersenyum lebar ke arahku lalu mengedipkan sebelah matanya. Aku masih ga ngerti apa yang sedang terjadi.

"Hey, hey apa maksud kalian? Kalian akan makan di sini? Bersama kami?" Luca masih enggan menerima kenyataan. Aku cuma diam.

"Mana sopan santunmu? Kamu ga akan ngenalin temanmu itu? Tapi rasanya aku pernah liat dia. Hey, mohon maaf namaku Dino dan dia Marko. Pernahkah kita ketemu sebelumnya?"

Seorang pelayan datang dan meletakan menu diatas meja. Marko menganbilnya dan mulai melihat-lihat.

"Kayaknya sih belum pernah, namaku Gema..." Aku jawab dengan malu-malu dan aga canggung. Luca melirikku khawatir.

"Aku ingat!" saut Marko. "Bukannya dia pasien kita yang hampir meninggal itu?"

"Oh kalo itu, bener sih hehehe..."

"Tuh kan bener!" Saut Marko lagi.

"Yang mana sih?" Dino sepertinya tak mengingatku.

"Itu loh yang Luca mohon-mohon supaya dia diselametin, dan dia sampe tukeran shift sama aku. Ingat?" 

Apa? Luca sampai ngelakuin itu semua?

"Hey, hey, hey, apa yang kalian bicarakan? Ayolah berhenti dan pergi dari meja kami!"

"Oh iya aku baru ingat, gimana kabarnya sudah baikan? Kamu jelas bukan orang sini kan? Belajar? Pertukaran pelajar? Bekerja?" Dino tak menghiraukan Luca.

"Sudah, karena sudah cukup lama sih. Maaf jadi ngerepotin, dan terima kasih sudah menyelamatkan aku. Aku sedang belajar bahasa Italia, ingin menjutkan tudiku di sini..."

"Wah keren, orang Indonesia kan kalau tidak salah?" Marko berhenti sejenak dari menunya dan menatap mataku. "Apa bidang studi kamu?"

"Iya benar, aku orang Indonesia. Aku seorang arsitek."

"Kamu punya wajah seorang arsitek, benarkan Marko, dia punya wajah seorang arsitek! Kenal dari mana kalian?"

"Hey cukup!" Luca merebut menu dari Marko. Dino dan Marko langsung mendelik.

"Apa sih masalah kamu?" Marko merebut menunya lagi. "Permisi, bisa pesan 4 gelas aperol* dan satu set cicchetti**? Eh sorry, kamu minum alkohol kan? Kandungan alkohol di aperol rendah banget ko!"

"Kalian beneran ga bakal pergi?" Luca tak pantang menyerah.

"Kita ngajak kamu keluar karena kita khawatir sama kamu! Kamu bekerja banyak sekali shift. Kamu sekarang ga mau lama-lama di rumah sakit, dan kalau diajak keluar ga pernah mau padahal kita mau nongkrong kaya dulu!" Dino mengomel dan Luca hanya menunduk.

KintsukuroiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang