Lelehan Gunung Es Meluapkan Lautan

4 1 0
                                    

Hujan sepertinya sangat suka keluar pagi hari dan membuat pergerakan manusia terhambat. Namun, dia bersyukur karena hujan dia kini mempunyai alasan untuk mengulur waktunya bertemu dengan Marina. Keduanya mengatur pertemuan dengan sebuah event organization guna mempersiapkan acara mereka meski memang masih sebatas membicarakan hal tersebut. Jika ditanga apakan dia ingin menikah dengan Marina, tentu saja ingin. Namun dirinya masih bimbang. Apakah benar hal tersebut masih di inginkannya untuk dengan orang yang sama. Beam mengernyit menatap jendela yang di basahi air hujan. Lelaki itu memikirkan semua hal hingga membuat kepalanya sakit.

Dia merindukan sosok yang dulu sempat membuatnya emosi dan menarik uratnya karena perlakuan keras kepalanya. Pertemuan mereka cukup memorable. Beam masih mengingat jelas wajah terkejut Messha saat dirinya mengira perempuan itu adalah Marina. Beam juga masih mengingat percakapan terakhir mereka di mobil Beam saat gadis itu terpergok ingin pergi ke bar. Bagaimana keduanya berbicara cukup lama di mobil Beam, membuat aroma di mobil itu di penuhi oleh perempuan leras kepla itu.  Wangi khas dari perempuan itu masih terasa di indra penciumannya. Dia senang namun secara bersamaan merasa bersalah. Merasa bersalah pada pemilik hati lainnya yang seharusnya di jaga. Dapat di bayangkan betapa kecewanya sang kekasih bila mengetahui dirinya membagi hatinya dengan wanita lain yang mana adalah sosok terdekat kekasihnya.

Beam memarkirkan mobilnya tepat di depan pintu masuk rumah Marina. Sebelum keliar dari mobil, lelaki itu memilih berdiam diri sebentar sembari memejamkan matanya. Hembusan nafas terus terdengar di dalam mobil itu menandakan kelelahan yang di rasakannya padahal ini masih pagi hari.

"Kau lama sekali sampai kemari, apa terjadi sesuatu?" Tanya Marina menyambut Beam. Beam tersenyum lembut dan mengusap pelan rambut Marina.

"Ada apa?" Marina melihat Beam aneh.

"Apa kau sudah siap untuk pergi?" Tanya Beam dengan lembut.

"Setelah aku meminum obat ku." Seru Marina berlalu dari hadapan Beam dan meninggalkan lelaki itu di ruang tengah sendirian. Mata Beam tertuju pada figura yang baru di lihatnya. Figura yang besar itu tergantung di atas permukaan dinding. Figura tersebut adalah photo kekasihnya dan kembaranya. Beam ingat hari mereka mengambil foto tersebut. Beam mendekat dan memperhatikan hiasan tersebut. Lebih tepatnya menatap pada gambar wajah seorang perempuan yang tak menunjukan senyumnya seakan dia terpaksa saat di photo. Beam menatap kearah mata perempuan dingin itu dengan tajam dan tak sadar kehadiran Marina ada di sampingnya.

"Kau menyukainya? Aku suka photo ini, ini satu-satunya photo yang kumiliki dengan Messha." Seru Marina kepada Beam yang masih terpaku menatap wajah lainnya.

"Jika di perhatikan lagi kalian tak terlalu mirip." Seru Beam.

"Ibu bilang aku lebih mirip ibu di bagian tertentu, sedangkan Messha lebih seperti ayah—matanya." Ya Beam setuju, mata Messha lebih besar dan bulat jika di lihat lebih teliti.

"Tapi aku merasa wajah kita sama. Yang berbeda adalah Messha memiliki tahi lalat kecil di sudut bawah mata kirinya. Sangat kecil, kau harus melihatnya dari dekat karena aku pun baru tahu." Sahut Marina kepada Beam yang kini mencari benda itu.

"Tak akan terlihat, Messha mengenakan makeup saat berfoto." Sambung Marina. Sadar akan kegiatannya membuat Beam menarik perhatianya dari foto tersebut.

"Menurut mu lebih cantik aku atau Messha?" Marina spontan bertanya kepada kekasihnha yang kini terlihat sulit memberi jawaban.

"M—

"Kalian ingin pergi." Suara lain menginterupsi Beam. Hal itu membuat Beam melasa lega karena tak harus menjawab pertanyaan yang sulit tersebut.

"Ya, bu, kami memiliki janji temu dengan sebuah organizer untuk acara kami nanti." Seru Marina sangat berbinar penuh kebahagiaan.

Sorry, I Love youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang