Yogyakarta, Mei 2017
Matahari tak memancarkan sinarnya, awan-awan perlahan mulai menutupi kehadirannya. Langit kini terlihat gelap. Aila menengadah ke atas, melihat hamparan angkasa yang tak lama menjatuhkan tetes demi tetes hujan.
Semesta seakan bersama kehadirannya, ia mengerti perasaan Aila yang tak ingin memperlihatkan tangisnya di hadapan orang-orang. Hujan ini membantunya untuk meneteskan air mata. Sebuah makam yang tanahnya masih merah basah terpampang di sana.
Seorang pria paruh baya terlihat meratapi sambil mengusap nisan pada makam tersebut. Aila masih terpaku di bawah hujan, tak lama isakan kecilnya mulai terdengar.
"Maaf, Mbak," ujar seorang pria berdiri tegap di belakang Aila sambil membukakan sebuah payung besar agar Aila tidak kehujanan. Pria yang berada di seberang Aila pun juga begitu, ia dipayungi oleh seseorang yang ada di belakangnya.
"Mama udah gak sakit lagi 'kan, Pa?" tanya Aila yang kali ini ikut mengusap nisan pada makam yang bertuliskan 'Wisteria'.
"Iyaa, Ai, Mama udah tenang di sana." Pria itu melengkungkan senyumnya menatap Aila.
Aiden kemudian beranjak dari tempatnya untuk menghampiri Aila. Dibawanya Aila dalam dekapan dengan penuh kasih sayang.
Isak tangis Aila akhirnya pun meledak dalam dekapan itu. "Papa jangan ke mana-mana, yaa, Aila takut sendirian, Pa."
"Iyaa, Ai. Kamu jangan khawatir, Papa akan terus ada buat kamu."
Hari itu Rafaila Asha, melepas kepergian seorang yang sangat dicintainya. Wisteria, Mamanya yang sudah bersamanya selama 16 tahun kini telah pergi meninggalkan dunia. Aila tak pernah menyangka takdir begitu cepat memisahkan mereka. Nyatanya, hujan pun tak sanggup untuk menghapus air mata.
Yogyakarta, Juli 2017
Langit tampak terlihat cerah pagi hari ini. Aila menengadah menatap angkasa, lantas ia menghela napas dan melanjutkan langkahnya menuju pintu gerbang sekolah. Sudah dua bulan sejak kepergian Mamanya tercinta. Sekarang ia kembali bersekolah setelah melewati masa liburan kenaikan kelasnya.
Liburannya dipenuhi kesendirian, ia seringkali termenung di kamarnya, mengurung diri dari sekitarnya. Hari-harinya hanya diisi dengan rutinitas yang bisa dibilang biasa-biasa saja. Tatapannya terkadang kosong, entah apa isi kepalanya saat itu. Aila pun tak mengerti apa yang terjadi dengan kehidupannya. Ia juga seringkali membuka album-album foto lama, melihat foto masa kecilnya bersama Wisteria. Hal itu terkadang juga membuatnya menitihkan air mata tanpa disadari.
Persis di depan papan pengumuman, Aila mulai memperhatikan beberapa lembar kertas yang ada di sana. Ini tahun ajaran baru, dan ia baru saja naik ke kelas XI. Di kelas XI ini ia belum mengetahui akan ditempatkan di kelas yang mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rengkuh Melepas Lara
Jugendliteratur[Masukin Reading List biar gak ketinggalan updatenya] Hidup menjadikan kita untuk terus belajar akan sesuatu. Mencari semua jawaban atas pertanyaan yang telah ada dalam perjalanan. Kamu mungkin pernah terluka, mencari segala cara untuk menyembuhkann...