"Mama tidak mau basa-basi. Tujuan Mama mengundang kalian hanya untuk meminta sesuatu dari kalian."
Belum separuh makan malam ini habis, aku sudah bisa merasakan hal yang tidak baik akan terjadi. Perlahan aku meneguk minumanku dan menatap wanita itu, sebelum aku tidak bisa menelan apa pun.
Wanita itu, mertuaku menatapku tajam. "Kalian harus segera bercerai. Perusahaan hampir bangkrut. Jalan satu-satunya adalah Hasbi harus menikahi Fiona agar keluarganya mau memberikan suntikan dana dan perusahaan bisa selamat."
Mataku mengerjap tidak percaya. Begitu mudahnya mertuaku itu mengatakan permintaannya seperti meminta permen. Tubuhku mengejang. Keadaan perusahaan hampir bangkrut? Pernikahanku yang harus dikorbankan? Lebih tepatnya, aku yang akan mereka buang.
"Aku tidak akan menikahi Fiona, Ma."
"Apa yang kamu harapkan dari wanita mandul ini, Hasbi?" teriak mertuaku marah sambil membanting sendoknya dengan keras. Dia juga tidak segan-segan menatapku dengan geram. Sayangnya dia masih berstatus sebagai ibu mertuaku. Marisa Darmawan. Membuatku harus menghargainya.
Hasbi meremas tanganku yang berada di bawah meja makan. Aku tahu dia menahan emosi sedari tadi. Rahangnya mengeras sementara tanganku begitu dingin menantikan berakhirnya perdebatan ini. Aku ingin cepat pulang.
"Mama tidak mau papamu jatuh miskin. Mama tidak mau hidup menderita karena miskin."
"Aku akan mengusahakan cara lain."
"Hanya ini satu-satunya cara yang cepat. Mama juga mau punya menantu seperti Fiona. Bukan seperti dia." Ibu mertuaku menatapku sinis. "Dia tidak bisa memberimu keturunan. Seharusnya kamu tidak membawa sampah sepertinya masuk ke dalam keluarga Darmawan."
Hasbi memejamkan matanya, ingin meledak juga. "Dia bukan sampah. Dia sangat berharga untukku, Ma. Mama tidak berhak menghinanya. Dia istriku."
"Istri yang tidak berguna!"
Aku masih terdiam mendengarkan dengan mata berkaca-kaca dan membalas genggaman tangan Hasbi sama eratnya. Seharusnya aku menuruti perkataan Hasbi untuk mengabaikan undangan makan malam ini. Tapi aku berkeras ingin datang, berharap kedua mertuaku sedikit melihatku karena aku sudah menghargai undangan mereka. Nyatanya, masih saja mereka merendahkanku. Malah pernikahanku menjadi taruhannya sekarang.
"Hormati mamamu," ucap mertua laki-lakiku dengan nada marah. Andi Darmawan, dia menatap Hasbi tajam. "Turunkan suaramu di rumahku."
"Baiklah, aku akan pergi. Aku tidak akan membiarkan kalian terus menghina istriku." Mendengarnya, Hasbi segera menarik tanganku dan berniat keluar dari ruang makan. Masih menunduk, aku menurut dengan mengusap air mata di sudut mataku. Hatiku sakit mendengar hinaan mereka.
"Hasbi, hanya demi wanita itu kamu membiarkan perusahan Darmawan hancur?"
"Aku tidak mau hidup tanpa Leya, Pa."
"Tinggalkan wanita itu atau keluarga kita akan hancur."
"Tidak akan pernah."
"HASBI!" Suara mertua laki-lakiku menggelegar saat Hasbi melangkah meninggalkan ruang makan. "Jangan jadi bodoh karena wanita itu."
Hasbi berbalik. "Aku akan menjadi lebih bodoh jika melepas Leya."
"Apa yang bisa dihasilkan wanita itu untuk keluarga kita? Tidak ada. Perusahaan berada di ujung tanduk tapi kamu lebih memilih wanita itu."
"Aku akan menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Tanpa melepas istriku."
Kami berjalan cepat keluar dari rumah itu untuk pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mine (End)
RomanceBertemu mantan bukanlah hal yang ku inginkan saat ini. Mengapa harus bertemu lagi dengannya sekarang? Lebih tepatnya, mengapa kami baru bertemu lagi? Seketika aku ketakutan. Takut, rasa yang ku kubur dalam-dalam kembali muncul di permukaan dan memb...