Episode 1

2 0 0
                                    

Pekuburan yang sunyi nan senyap itu terasa dingin. Bunga melati serta daunnya yang kering gugur menimpa nisan perempuan yang begitu dicintai. Disibak daun serta bunga yang gugur itu, disisihkan di tempat sampah. Kemudian diganti dengan taburan mawar yang baru saja dibeli. Sekarang sudah cantik, rumput liar pun tak lagi menghiasi. Ia berjongkok, tangannya menengadah bersiap memanjatkan doa.

Makam siapakah di sana? Tentu, makam kekasih Genta Sanjaya Arusatya. Tepat satu tahun yang lalu perempuan yang sempat mengisi hatinya itu pergi dikarenakan sebuah penyakit yang fenomenal—leukimia.

Jangan tanya bagaimana perasaan Genta waktu itu. Ia teramat sedih, bahkan sampai sekarang rasa kehilangan masih menyeruak. Setelah hari itu, hidupnya terasa sendu. Dia terus saja murung. Bahkan untuk keluar dari rumahnya saja enggan. Ia memilih bekerja dan melakukan apa pun dari rumah.

"Tenanglah di sana, Tamara. Sungguh, aku merindukanmu...."

Sulit baginya melupakan cinta pertama setelah cintanya kepada sang mama. Bisa dibilang pemuda itu sukar jatuh cinta, dan sekalinya jatuh ia begitu dalam hingga enggan untuk melupakan. Dan mungkin tak akan pernah terjadi dalam hidupnya.

Lantas, apakah kesedihannya ini akan berlanjut hingga Sang Pencipta juga menjemputnya? Apakah hanya perempuan yang telah mengahadap-Nya yang mampu mengembalikan gelak tawa pemuda itu? Kalau pun iya, bukankah itu tidak mungkin dikarenakan perempuan itu telah pergi selamanya?

"Kale!" seru seseorang yang didengar oleh Genta. Itu adalah nama saudara kembarnya. Sudah dipastikan seseorang itu pasti salah memanggil dikarenakan wajah antara Genta dan Kale mirip sekali. Hanya watak dan tingkah laku saja yang berbeda.

Sedikit cerita, Genta orangnya sangat dingin, pintar, mandiri, pekerja keras, dan ambisius. Sedangkan Kale berbanding terbalik, ia sama pintarnya dengan sang kakak, tapi dia pecicilan, selalu terbuka, pemalas, dan yang paling parah adalah playboy kelas kakap.

Sebuah tangan menepuk bahunya membuatnya menoleh seketika. Perempuan yang sedang berdiri dengan kerudung yang hanya disampirkan di kepalanya tersenyum manis. Cantik dan manis, namun tetap membuat Genta tak tertarik sama sekali.

"Aku bukan Kale!" seru Genta dengan dingin. Ia lantas menatap makam kekasihnya sebelum beranjak dari pemakaman.

"Hey, tunggu!"

Perempuan itu nampaknya masih tak percaya, ia mengikuti langkah pemuda yang langkahnya membuat dirinya kewalahan mengikuti.

"Aku Genta, bukan Kale!" seru Genta sekali lagi berharap perempuan itu tak lagi mengikutinya.

"Tapi wajahmu mirip dengan Kale."

Perempuan itu mendongak menatap lelaki yang lebih tinggi darinya. Mungkin berjarak 30 cm. Dan perempuan itu hanya sebatas bahu Genta.

"Itu karena kami kembar. Kalau mau menemui Kale atur jadwalnya, dia sangat sibuk dengan wanita-wanitanya. Ingat! Jangan menggangguku lagi!" ucap Genta memperingatkan. Ia kesal dengan perempuan yang mengejarnya sampai di parkiran pemakaman itu.

Genta kemudian masuk ke mobilnya bersiap meninggalkan pemakaman. Sedangkan perempuan itu masih berdiri di depan mobil Genta bermaksud menghalaunya. Kedua tangannya pun direntangkan, ia menginginkan Genta supaya tak pergi dari sana.

Tin...tin...tin...
Seruan klakson semakin sering terdengar. Tak henti-hentinya Genta membunyikannya, ia hanya ingin perempuan itu lekas pergi.

"Apa maumu? Aku bukan Kale, aku Genta!"

"Ak- aku...."

Perempuan itu terbata, ia bergidik ngeri dengan pemuda yang menyeramkan. Berbeda sekali dengan pemuda yang ia temui beberapa hari yang lalu. Tak lain adalah Kale. Ia tiba-tiba masuk ke mobil Genta membuat pemuda itu terkejut. Kurang ajar sekali.

"Aku baru di sini. Aku tidak tahu tempat-tempat di sini. Ehm...Bisakah kamu mengantarkanku pulang?" tanya perempuan itu ketika sudah duduk di samping kursi kemudi. Ia menunduk ketakutan dan meremas jarinya begitu kuat, takut sekali dengan bentakan yang dilayangkan Genta tadi.

Meski kesal mendominasi, melihat perempuan itu ketakutan, ia pun melajukan mobilnya meninggalkan makam. Lagi pula, menolong orang bukanlah hal yang buruk. Perempuan itu juga terlihat perempuan baik.

Dan selama perjalanan, mobil terasa hening. Tak ada sepatah kata yang terucap dari keduanya. Genta pun tak tahu harus membawanya ke mana karena perempuan itu juga lupa mencatat alamatnya.

"Lalu, bagaimana aku mengantarkanmu pulang jika kamu saja tidak tahu alamatmu."

"Ya maka dari itu aku membutuhkan bantuanmu. Aku hanya ingat rumah mamaku itu ada pohon cemara di depannya. Untuk nama jalannya aku tidak tahu," jawab perempuan itu.

Genta memijat pelipisnya dikarenakan merasa pening. Entah berasal dari mana perempuan yang tiba-tiba ikut dengannya itu, tapi sepertinya ia memang baru pertama kali di ibukota.

"Sebenarnya kamu berasal dari planet mana? Dan bagaimana bisa kamu pergi ke makam tadi, sedangkan dirimu saja baru di sini?" tanya Genta lagi tanpa menatap perempuan itu.

"Tentu saja dari bumi!" Perempuan itu menyolot membuat Genta semakin kesal. Harusnya dia yang marah bukan malah perempuan itu.

"Yes!" Perempuan itu kegirangan mendapatkan sebuah pesan singkat di ponselnya. Ia lalu memberitahu Genta. Itu adalah pesan dari papanya yang memberitahu alamat rumahnya.

Genta semakin kesal, ternyata rumah perempuan itu telah dilewati tadi. Dan kini ia harus memutar balik. Sungguh, ia tidak suka seperti ini. Hanya menghabiskan waktu saja.

Dan tak lama kemudian akhirnya mobil sampai di rumah yang seperti disebutkan perempuan tadi; ada pohon cemara di depannya. Cukup mewah, tapi masih kalah dengan rumah milik Genta.

"Ehm...Terima kasih sudah mengantarkan aku pulang."

"Hm...."

"Namaku Gempita Akari Raharjo...."

"Aku tidak memintamu untuk memperkenalkan dirimu. Turun dari mobilku sekarang!"

Gempita lantas semakin bergidik ngeri dengan lelaki yang dinginnya melebihi salju tatkala musik dingin datang. Ia terkejut, belum sempat mengucap selamat tinggal mobil sudah melaju begitu kencang.

Tak disangka jika Kale, lelaki yang ia temui beberapa waktu lalu itu memiliki kembaran. Dan tak disangka pula sifat mereka berbanding terbalik. Kale lebih hangat, menyenangkan, dan baik hati. Tentu membuat siapa pun akan terlena, tapi tidak dengan Gempita yang justru malah lebih tertarik dengan pemuda yang bernama Genta.

Gempita merupakan keturunan Jepang dan Indonesia. Ia tinggal di Jepang sejak kecil, namun dirinya begitu fasih melafalkan bahasa Indonesia dikarenakan mamanya keturunan asli Indonesia, tepatnya Jawa. Ada banyak hal yang menjadikannya kembali ke Indonesia, salah satu di antaranya adalah kematian mamanya yang baru saja ia ketahui.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 27, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rebutan JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang