—LOSE IN MAY 1999—
FARA DAHAYU
Jakarta, 18 Mei 1999
Wanita cantik pemilik nama Fara Dahayu itu, kini umurnya sudah menginjak kepala tiga. Umur yang sudah tidak lagi muda, tapi paras masih secantik usia muda. Ia ingat hari di mana ia lupa caranya menikmati hidup yang dijamah luka, tapi sekarang, Fara belajar untuk tetap bahagia dan mengikhlaskan masa lalunya yang kelam. Biarkan luka tetap singgah pada tahunnya dan jalani waktu yang ada karena tidak selamanya hidup tentang penderitaan, itulah yang sekiranya selalu Regan katakan pada Fara.
Lantas, perihal Skizofrenia-nya. Penyakit itu tidak pernah hilang, tetapi setelah banyak sekali melakukan terapi psikologi, kondisinya berangsur membaik. Perlahan beradaptasi dan mampu mengontrol diri, jadi tidak perlu khawatir soal itu. Perihal lain tentang kondisi keuangan dari hasil kerja Regandra sebagai penjual besi tongkang kapal juga sangat mencukupi, bahkan lebih dari cukup. Sekarang dia bisa menyewa dua pekerja rumah tangga dan sopir pribadi untuk Fara. Ia bahkan bisa membeli rumah tetangga di belakang rumahnya untuk digabungkan dengan rumah utama keduanya agar lebih luas.
"Iki sinetron opo toh? Ora genah," kata Pak Arif dalam duduk manisnya di bawah lantai, mulutnya asyik menggerogoti kuaci.
"Kamu yang nggak genah. Sinetron apik tenan gini, nggak cocok ditonton sama wong tuo kayak kamu, Arip!" balas Bi Ati selaku penggemar berat sinetron klasik khas kisah cinta perjodohan.
"Wong tuo, wong tuo. Sendirinya opo?" misuh Pak Arif, mengundang resah beserta jengah yang Lala rasakan karena duduk di antara keduanya.
"Aku lebih muda tiga tahun di bawah kamu."
"Wes, Wes. Aku sing lebih muda 40 tahun dari kalian wong tuo. Nggak usah ribut."
Malam ini langit begitu cerah. Bintang bertaburan diangkasa raya. Benderang seperti lampu natal. Fara telentang di atas ranjang sembari asyik melakukan sambungan telepon dengan sang suami. Suara tawa turut meramaikan seisi ruangan kamar. Menertawakan kisah lucu yang Regan ceritakan soal hari ini.
"Iya. Ibu itu pikir, Rasya mau nyolong dalamannya. Padahal, dia mau bantu naikin dalaman Ibu itu yang jatuh dari jemuran," cerita Regan yang lantas membuat wanitanya tertawa.
Tak terasa, waktu sudah menunjukan pukul sembilan malam. Obrolan yang terjadi rasanya terlalu singkat untuk dirasakan.
"Sudah jam sembilan, lebih baik kamu tidur."
Wanita itu menarik senyum sejenak, sembari membenarkan posisinya menjadi duduk bersandar pada punggung ranjang.
"Iya, kalau itu mau kamu, selamat tidur," katanya begitu
saja.
Usai mendengar itu, tak lama Regan kembali memanggil namanya. "Tunggu, Far," tahan laki – laki itu.
Sementara Fara nyaris menutup telepon secara sepihak, lalu menatap kikuk tembok kamarnya sembari bertanya, "Kenapa?" tanyanya kemudian. Beberapa saat suara itu hilang, bahkan hampir tak terdengar sedikit pun.
Hingga beberapa menit kemudian suara itu kembali terdengar dari balik telepon. "Besok aku pulang. Jangan ke mana- mana, ya? Aku ingin memelukmu seharian."
Fara yang mendengar itu pun merubah posisi dari yang bersandar menjadi duduk tegak. Mengukir senyum bahagia kemudian.
"Janji?" tanyanya, memastikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
1| LOSE IN MAY 1999 [END]
Historical FictionIni kisah kota yang mengalami banyak duka pada insiden jatuhnya pesawat Air 1125, 21 Mei 1999. Kepada yang kuat meninggalkan Bumi tanpa salam berpisah. Kepada bayangnya yang tak lagi mencerat di bawah Matahari benderang. Kepada hadirnya yang tersis...