Part 2 # Mimpi Buruk

618 27 2
                                    

“Kau jangan kemana-mana, eomma akan mencari sesuatu untuk bisa kita makan.” Eun Chae melilhat ibunya meletakkan tas yang ia bawa di samping nya. “Kau harus menjaga adik bayi mu dengan baik. Jangan kemana-mana dan tunggu hingga eomma kembali, kau mengerti Eun Chae-yah...” Eun Chae mengangguk perlahan dan menerima adiknya yang masih tertidur di pangkuannya. “Anak pintar.” ibunya mengusap lembut rambutnya dan mengecup kening adiknya. Pandangan mata Eun Chae tak sedikit pun beralih hingga bayangan ibu nya yang berlari kecil menjauh benar-benar menghilang dari pandangan mata nya. Ia merapatkan selimut yang membungkus adik mungilnya dan mulai mendekapnya erat. Hari semakin gelap dan udara mulai berubah dingin. Sudah tujuh jam semenjak kepergian ibunya, dan ia belum juga datang. Eun Chae tak berani bergerak sedikit pun meski tubuhnya mulai mati rasa karena udara dingin. Ia tak mau jika ia pergi dari tempatnya saat ini, ibunya tak kan bisa menemukannya. Jadi ia akan terus bertahan.

Eun Chae terbangun dan mendapati tubuhnya menggigil kedinginan. Ia menatap kesebelahnya dan melihat Min Chae masih tertidur pulas. Dari luar jendela bis mulai terlihat matahari pagi yang mulai timbul. Sebentar lagi mereka akan sampai. Kembali ke kota asal mereka.

“Eon...ni...dingin...” kata Min Chae merapatkan tubuhnya mendekat. “Aku la...par.” lanjutnya dengan suara gemetar.

“Kemarilah...” Eun Chae memeluk tubuh adiknya itu. Min Chae kembali memejamkan matanya. Matahari belum sepenuhnya muncul dan udara pagi masih terasa dingin menusuk dengan sisa-sisa kabut berbayang. Eun Chae menatap sekelilingnya. Ini sudah setengah jam setelah mereka turun dari bis dan toko-toko belum buka.

“Hei...nak.” Eun Chae mengerjapkan matanya berulang-ulang. Tampaknya ia baru saja tertidur kembali. Seorang nenek tua dengan banyak bawaan sedang duduk berjongkok di sebelahnya, memegang bahunya.

“Maaf...sepertinya ini tempat nenek berjualan ya?” kata Eun Chae langsung tersadar dengan situasinya.

“Benar.” kata nenek itu singkat. Eun Chae menundukkan kepalanya dalam-dalam sambil terus mengucapkan kata maaf. Ia terpaksa menggoyangkan tubuh Min Chae agar segera bangun.

“Kami akan pergi. Sekali lagi maaf kan kami, nek.” Eun Chae berdiri sambil menggenggam pergelangan tangan Min Chae yang belum sepenuhnya sadar. “Min Chae-yah...ayo.”

Kruukkk

“Apa kalian lapar?” tanya nenek itu menghentikan langkah Eun Chae dan Min Chae.

“Ne...ne..k, aku lap...ar seka..li. Heee...” Min Chae mengelus perutnya sambil tersenyum karena suara perutnya barusan.

“Kemarilah...kalian makan ini.” kata nenek itu sambil menunjukkan barang dagangannya.

“Terimakasih. Tapi kami...” belum sempat Eun Chae menghabiskan ucapannya, min Chae telah berlari mendekati nenek itu dan menerima pemberiannya. Tanpa malu-malu, Min Chae melahap kimbab yang ada di tangannya dengan lahap.

“Cepat...kau juga makan.” kata nenek melambaikan tangannya menyuruh Eun Chae datang mendekat. Eun Chae mengangguk dan berjalan mendekat.

“Terimakasih, nek...” Eun Chae mengambil kimbabnya yang pertama dan langsung melahapnya.

“Kalian akan kemana?” tanya nenek itu sambil melihat tas bawaan yang berada di samping tubuh Eun Chae. “Apa kalian hanya berdua saja?” tanyanya lagi.

“Ka..mi mau pulang..ke ru..mah...” kata Min Chae menjawab.

“Uhuk...” Eun Chae terbatuk mendengar jawaban adiknya itu. “Ah...terimakasih, nek.” Eun Chae menerima secangkir teh hangat dari si nenek. “Sebenarnya kami tak memiliki tujuan. Saya...saya berencana mencari sebuah tempat yang disewakan murah. Apa nenek tahu dimana?” tanya Eun Chae menunduk malu.

“Panggil aku nenek Seo. Aku memang tahu ada beberapa tempat yang disewakan dengan harga murah. Tapi jika kau dan adik mu tak keberatan, kalian bisa tinggal bersama ku.” kata nenek Seo menatap prihatin.

“Ah...tapi_”

“Aku hanya tinggal seorang diri. Jadi kau tak perlu risaukan tentang anggota keluarga ku yang lain.” kata nenek Seo seolah bisa membaca pikiran Eun Chae.  “Siapa nama mu?” tanya nenek Seo.

“Nama ku Song Eun Chae dan ini adikku Song Min Chae.” kata Eun Chae sambil melirik kearah adiknya.

“Nama..ku...Song Min Chae, ne...nek.” kata Min Chae menyebutkan namanya. Nenek Seo tersenyum sambil mengelus rambut Min Chae.

“Baiklah...kalian akan tinggal bersama ku dan sekarang kalian adalah cucu-cucu ku.” terdengar suara tawa nenek Seo begitu lembut. Min Chae juga turut tertawa dan berlompatan disisi nenek Seo. Eun Chae tersenyum penuh rasa terimakasih. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, hatinya kembali terasa hangat.

“Kimbab...kimbab...ayo beli kimbab!!” teriak nenek Seo menjajakan jualannya dihadapan lalu lalang orang yang sedang beraktifitas. Min Chae mengikuti apa yang dilakukan nenek Seo, berteriak sambil berlompatan kesana kemari. Eun Chae mencoba menatap matahari yang mulai tampak dari kejauhan. Ia bahagia.

###

“Eun Chae-yah...Eun Chae-yah...kemari. Datang kepada eomma...” Eun Chae tersenyum melihat sosok ibunya. Ia mencoba berlari kearahnya, tapi sekuat apa pun ia berlari mendekat...ibu nya seolah berlari menghindar.

“Eomma...eomma...” Eun Chae terus berlari mengejar ibunya. Langkahnya yang semula cepat, perlahan melambat dan bayangan ibu nya pun menghilang. “Eomma...”

“Eomma!”

“Eun Chae...Eun Chae-yah...” nenek Seo mengguncang-guncang tubuh Eun Chae yang bergetar. Tangannya menggantung di udara dan terus saja memanggil-manggil ibu.

“AH~” Eun Chae terduduk dengan nafas tersengal-sengal. Dadanya terasa sesak dan keringat dingin mengucur mengalir deras. Tatapan matanya masih menyisakan bayangan akan mimpinya barusan.

“Apa kau bermimpi buruk, Eun Chae-yah?” tanya nenek Seo sambil menyodorkan gelas air putih. Eun Chae mengangguk tak yakin. Ia menerima uluran gelas dan langsung meneguk isinya. “Ini tentang ibu mu lagi?” Eun Chae hanya mengangguk lemah. Mimpi yang sama kerap menghantuinya. Ia sungguh tak menyukainya, setiap kali  bermimpi tentang ibunya selalu menyisakan rasa luka di hati. Jika ia boleh memilih, maka ia tak ingin memimpikan ibunya selamanya.

“Eomma...dia tidak menginginkan kami. Ia membuang kami dengan cara meninggalkankan kami begitu saja. Setengah hari aku menunggunya tapi ia tak datang kembali. Ia tetap tak kembali meski aku telah membeku kedinginan. Ia tak kembali meski Min Chae-yah-ah menangis kelaparan. Ia tak pernah kembali.” air mata Eun Chae menetes keluar. Ini pertama kalinya ia menumpahkan perasaannya. Ini pertama kalinya ia menceritakan isi hatinya bahkan kepada orang luar, bahkan tak pernah sekali pun ia menceritakannya hal itu kepada adiknya. “Semula aku akan memaafkannya jika keesokan harinya ia datang dan memberi ku alasan mengapa ia sampai tak juga datang. Aku akan mengerti setiap alasan yang ia akan perdengarkan. Tapi kenyataannya ia tak kembali dan tak pernah mencari kami.”

“Eun Chae-yah...Eun Chae-yah ku sayang...” nenek Seo memeluk Eun Chae erat. Air matanya ikut mengalir mendengar kisah kemalangan gadis muda ini. Ia tak tahu kisah gadis ini atau kisah hidupnya yang terdengar paling menyedihkan. “Kau tidak boleh membenci ibu mu. Ia pasti memiliki alasannya sendiri.” kata nenek Seo yang saat itu tak terdengar oleh Eun Chae yang semakin dalam menangis.

Eun Chae kembali tertidur dengan menyisakan airmata yang masih keluar. Nafas nya terdengar beraturan seperti ia telah melepaskan sebagian beban yang ia tanggung selama ini. Nenek Seo yang berbaring di sebelahnya mengusap pipi Eun Chae lembut.

Pandangan mata nenek Seo menerawang. Ia tak bisa kembali memejamkan matanya. Memandang wajah Eun Chae dan Min Chae yang sedang tertidur membuatnya hangat. Kehangatan yang selama ini telah redup dan padam dalam hidupnya. Bagaimana kisah hidup Eun Chae dan adiknya sangat mirip dengan nya. Eun Chae dan Min Chae, dua gadis ini telah ditinggal oleh ibunya tanpa tahu apa alasan ibunya berbuat begitu. Ia tak bisa membayangkan hidup mereka yang menderita tanpa kedua orang tua berada di sisi mereka. Bagai mana mereka tumbuh tanpa ada orang dewasa di samping mereka. Sementara hidupnya, ia juga telah ditinggal meninggal oleh suami tercintanya dan anak-anaknya telah mencampakkannya. Tak satu pun dari mereka bersedia menampung dan merawat wanita tua seperti diri nya.

Nenek Seo memejamkan mata. Airmatanya mengalir keluar. Eun Chae, Min Chae...ia bertekad akan melimpahkan semua kasih sayangnya kepada dua gadis malang itu.

Saranghanda. Eomma.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang