Detik-detik yang menegangkan pun tiba. Aku yang masuk lebih dulu ke dalam kamar memilih langsung menutup seluruh tubuhku dengan selimut.
Sedangkan Kak Irham mungkin saat ini masih berbincang-bincang dengan Bang Fahri. Saat tadi kami makan Bang Fahri datang menghampiri dan ikut makan bersama, dengan alasan yang sama, yaitu, lapar.
Rasanya sungguh tidak karuan menghadapi malam ini. Dan tidak benar juga jika aku mengumpat di balik selimut. Lagi pula itu hanya akan membuatku malu dan berkeringat dingin nantinya.
Entah ada angin dari mana, aku malah membuka youtube dan mencari tau tentang hal-hal yang dilakukan sebelum menghadapi malam pertama agar tidak gugup, tentunya menurut ajaran Islam.
Konyol rasanya, hal yang seperti ini saja aku tidak tau. Tapi mau bagaimana lagi, tidak mungkin aku menanyakan pada orang-orang terdekat ku.
Aku hanya bisa menelan ludah saat menyaksikan beberapa tutorial yang mengharuskan seorang Istri memakai pakaian yang memang mampu memanjakan mata suaminya, memakai wangi-wangian di area tertentu.
Ini yang ada bukan ngilangin grogi, tapi nambahin grogi. Kenapa juga aku tidak cari cara menggagalkan malam pertama? Benar juga sebaiknya aku cari cara untuk menggagalkan malam pertama di google. Siapa tau ada, kan.
Aku yang terus saja menggumam dalam hati. Sampai akhirnya aku malah memukuli kepala ku perlahan.
"Astagfirullah, Anisa! Istigfar, istigfar, itu jelas tidak boleh. Apa yang kamu pikirkan barusan itu dosa. Setakut-takutnya kamu, tetap saja yang namanya suami meminta haknya itu kewajiban." aku yang bicara pada diri sendiri namun pada kenyataannya hati tetap menyangkalnya agar bisa terhindar dari malam panjang ini.
Tak lama ku dengar suara langkah kaki yang mulai mendekat ke arah pintu kamar. Aku yang menyadari kalau itu Ka Irham bergegas merapikan penampilan ku. Saat bersamaan jantungku malah semakin tidak karuan.
"Tarik napas Niss ..., jangan sampai kamu kelihatan bodoh di depan suami kamu!"
Aku yang terus saja bicara sendiri.
Benar saja, langkah kaki itu berasal dari suamiku.
"Ekh, De. Kok belum tidur?" tanya Ka Irham yang membuatku berkeringat dingin.
Apa? Kenapa juga dia bilang begitu, apa mungkin sebenarnya dia juga tidak mengharapkan malam pengantin ini. Tapi tidak, jelas tidak mungkin lelaki tidak menginginkan hal ini.
"Anisa sebenarnya dari tadi ngantuk, Kak," jawabku sambil menguap.
"Terus kenapa enggak tidur," jawabnya mendekat ke arah tempat tidur dan duduk tepat di sebelah aku berada.
Aku hanya bisa menelan ludah saat itu. Dan malah membayangkan hal yang tidak-tidak.
"Anisa takut gak sopan kalau tidur duluan. Tapi kalau Kakak gak keberatan boleh enggak kalau Anisa sekarang tidur dulu. Soalnya Anisa capek banget, terus badan juga pegel-pegel banget." Aku yang mencoba memijat bahu sendiri.
Ka Irham malah tersenyum saat itu dan menyuruh ku untuk segera tidur.
Aku yang merasa gugup setengah mati mencoba merebahkan tubuh tepat di samping lelaki berhidung mancung itu.
Belum sempat aku menutupi tubuh dengan selimut Ka Irham mengambil alih selimut tersebut dan membantu menutupnya."Masya Allah, Kak Irham! Ganteng banget sih kalau gini." Aku yang hanya bisa menelan ludah saat menatapnya dari arah yang begitu dekat dengan dahi yang mengkerut.
"Apa mau Kakak pijit kakinya, biar pegal nya berkurang? Memang sih, Kakak tidak akhli memijat, tapi, pijatan Kakak tidak terlalu buruk, Kok," katanya yang langsung aku jawab gelengan kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semua Karena Cinta
Romance"Ukhti Anisa kamila Khiyari. Mau kah engkau menerima khitbah ku?" ucap seorang lelaki yang saat itu jadi motivator di acara seminar. Dirinya secara tiba-tiba mengkhitbah seorang perempuan di depan banyak orang. Dalam sekejap suara bergemuruh dalam r...