BAB 31: Kegalauan Alyssa

101 9 5
                                    

Alyssa

Al melihat gedung-gedung yang menghias sisi kiri jalan menuju sekolah. Sejak tadi pagi gadis itu tidak banyak berbicara. Dia masih memikirkan berbagai kemungkinan lain mengenai keberadaan Brandon di Poris.

Setelah merenungi gelagat Brandon tadi malam, Al bisa menarik sebuah kesimpulan. Raut panik dan khawatir yang terpancar di paras pria itu ketika Arini pergi, tidak seperti dibuat-buat. Dia benar-benar cemas.

"Tumben diam aja, Dek? Biasanya berisik," ejek El melihat adiknya diam.

Alyssa menggelengkan kepala pelan. "Entar aja deh bahasnya."

El memilih diam setelah mengedipkan mata. Dia tahu apa yang akan mereka diskusikan nanti hanya bisa dikonsumsi berdua saja.

Kedua remaja tersebut kembali hening hingga mobil berhenti sempurna di depan pagar besi tinggi berwarna putih itu.

"Bang," panggil Al begitu mereka berjalan memasuki pekarangan sekolah.

"Ya. Gimana, Dek?" Langkah El berhenti.

"Menurut Abang, tadi malam Papi lagi sandiwara atau beneran khawatir nggak sih?"

El mengangkat bahu singkat dengan bibir melengkung ke bawah.

"Bang?" desis Al dengan tatapan menuntut.

"Nggak tahu."

"Ih, Abang gimana sih?!" Al mengembuskan napas kesal. "Masa nggak bisa bedain mana yang pura-pura dan beneran?"

Kepala El mundur sedikit ke belakang. Kening tampak berkerut dengan mata menyipit.

"Menurut kamu gimana?" El balik bertanya.

Al mendesah sambil memutar bola mata. Dua detik kemudian kepalanya miring lesu ke kanan. "Beneran. Nggak dibuat-buat."

Gadis itu melanjutkan langkah dengan gontai menuju pintu masuk gedung. El juga menyusul berjalan pelan di samping adiknya.

"Gimana kalau dugaan kita salah, Bang?"

"Salah? Kemungkinannya dikit, Al. Ngapain coba Papi ke sana kalau bukan rumah—" El sengaja menggantung kalimat agar tidak terdengar oleh yang lain.

Dua langkah mendekati pintu, Al berhenti lalu menengadahkan kepala melihat plafon bagian depan gedung. Gadis itu kembali mendesah ketika perasaannya mulai bercampur aduk.

Kedua anak itu memilih tidak lagi melanjutkan pembicaraan ketika menaiki anak tangga. Setelah tiba di lantai dua, El dan Al berpencar ke kelas masing-masing.

Al segera beranjak menuju kelas, namun kakinya tiba-tiba membeku ketika melihat keberadaan geng Jelita di dekat pintu masuk kelasnya.

Ngapain mereka pagi-pagi di sana? batin Al khawatir.

"Eh itu dia," seru salah satu anggota geng Jelita menunjuk ke arah Al.

Gadis itu menelan ludah ketika empat orang gadis populer di sekolah tersebut mendekat. Perlahan tangannya terangkat ke atas, lalu memberi lambaian.

"Hai, Kak," sapanya tanpa bisa menutupi ekspresi gugup.

Ayi tersenyum dipaksakan. "Susah banget sih dicariin belakangan ini."

"Maaf, Kak. Aku lagi ada keperluan, jadi gitu," sahut Al asal.

Gadis yang mengenakan bando berwarna pink keunguan itu manggut-manggut. "Ya udah. Nanti kita ngobrol di belakang gedung ya. Penting."

Al menganggukkan kepala takut-takut. "Ya, Kak."

Ayi menepuk pelan pundak Al. "Sampai jumpa jam istirahat nanti," pungkasnya menyeringai sebelum beranjak dari sana.

JUST MARRIED (Trilogi Just, seri-3 / Final)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang