🛡️09🛡️

1.1K 128 13
                                    

"Assalamu'alaikum," ucap Agara ketika masuk ke rumahnya.

"Wa'alaikumsalam," jawab seseorang dari dapur—itu Kania, berjalan menghampiri Agara.

"Bunda mana?" tanya Agara melihat sekeliling penjuru rumah.

"Bilangnya tadi ke pasar sih. Cuma ... gak tau juga deh, soalnya udah dua jam lebih Bunda pergi." Agara terdiam sejenak sebelum mengangguk mengerti.

"Bang Aga, bawa apa?" lirik Kania pada bawaan Agara, sekantong besar berlogo Indomart.

"Cemilan, nih bagi-bagi ya. Banyak tuh," ucap Agara seraya menyerahkan kantong besar tersebut pada Kania. Kania tersenyum lebar ketika melihat apa saja yang ada di dalamnya.

"Adnan mana, dek?"

"Tadi di kamarnya lagi main. Nanti aku cek, Bang Aga bersih-bersih aja dulu." Kania beranjak ke dapur sembari menenteng plastik berisi jajanan tersebut.

Agara ikut berjalan pergi menuju kamarnya. Melewati anak tangga demi anak tangga dengan sedikit malas. Lelah yang ia rasa mulai diikuti oleh rasa linu diberbagai persendiannya, membuat Agara malas bergerak rasanya.

Sepulang sekolah Agara tidak langsung ke rumah. Ia mampir di taman kota yang sebenarnya tidak jauh dari kompleks rumahnya—duduk diam dan sesekali beranjak membeli jajanan yang menarik di matanya.

Bukan sekali dua kali Agara melakukan ini, sering kali Agara menunda kepulangannya ke kediamannya sendiri. Tidak ada yang pernah bertanya atau protes dengan tingkah laku Agara, seberapa lamanya ia tiba bahkan jika saat langit telah menghitam sekalipun. Terkecuali Ayah, Ayah akan sangat murka saat senja mulai terlihat namun Agara tidak kunjung tiba. Tapi, ya itu sangat jarang terjadi karena Ayah lebih sering pulang tengah malam atau bahkan tidak pulang.

Sesampainya di kamar, Agara langsung menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur. Inginnya mandi, tapi rasa linu yang semakin menjadi mau tak mau membuat Agara meringkuk memeluk dirinya sendiri. Otaknya terus-menerus memutar ulang percakapan yang ia dengar di parkiran sekolah tadi. Menenangkan diri di taman pun sama sekali tidak membantu Agara, isi dalam kepalanya masih terus berisik.

Sudahlah hatinya terasa ngilu, badannya pun malah ikut menyusul. Huh ... Sesekali Agara memukul-mukul persendiannya yang teramat pegal, terkadang pula ia remas kuat dan tanpa sadar mata yang memejam itu kini sudah terlelap melupakan apa yang dikatakan sang adik sebelumnya.

Selamat tidur Agara~

🛡️🛡️🛡️🛡️

Agara sedikit terusik ketika tangan seseorang menusuk-nusuk pipinya. Tapi karena rasa kantuknya, Agara tidak peduli. Agara kembali terusik ketika seseorang itu menggoyang-goyangkan lengannya dan memanggil namanya.

Bruk

Agara berjengit kaget, bibirnya meringis saat tubuhnya yang berbaring ditimpa oleh sesuatu. Agara menatap sekelilingnya dengan mata setengah terbuka. Di depannya ada seseorang tapi sepertinya Agara tidak menyadarinya. Nyawanya belum terkumpul. Agara hendak kembali menjatuhkan tubuhnya, tapi teriakan seseorang membuatnya tersentak kaget.

"ABANG!" Agara menolehkan kepalanya. Senyumnya terlukis ketika melihat seseorang yang tadi meneriakinya. Itu Adnan, adik kecilnya. Walaupun kamarnya sedang gelap gulita, lantaran tadinya malas untuk memberi cahaya pada ruangan kamarnya ini—Agara dapat dengan mudah mengenali adik kecilnya yang tengah tersenyum lebar duduk di samping tubuhnya.

"Bang Aga lama! Adan, kak Nia, Bang Raka sama kak Ata tadi makan banyak jajan. Abang tidur!" Agara menarik kedua sudut bibirnya, menatap lembut pria kecil di depannya.

Scutum (Sedang Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang